Ilustrasi.
HAWAII, DDTCNews - Negara Bagian Hawaii, Amerika Serikat akan mengkaji pengenaan pajak iklim kepada wisatawan yang mengunjungi wilayah tersebut.
Gubernur Hawaii Josh Green mengatakan penerimaan yang terkumpul dari pajak iklim akan dipakai untuk melindungi kelestarian lingkungan. Menurutnya, pungutan pajak iklim cukup wajar dikenakan guna menjaga kelestarian wilayah kepulauan Hawaii.
"Ini adalah harga yang sangat kecil yang harus dibayar untuk melestarikan sebuah surga," katanya, dikutip pada Rabu (28/2/2024).
Green mengusulkan pengenaan pajak iklim senilai US$25 atau sekitar Rp390.000 per kunjungan wisatawan. Angka tersebut lebih kecil dari usulan serupa yang gagal disetujui parlemen pada tahun lalu senilai US$50.
Dia menjelaskan pajak iklim dapat dipungut saat wisatawan melakukan check-in di hotel. Dalam hitungannya, implementasi pajak iklim mampu menambah penerimaan negara sekitar US$68 juta per tahun.
Selain itu, pemerintah juga menetapkan beberapa program yang akan didanai dengan pajak iklim antara lain pemberian gaji petugas pemadam kebakaran di negara bagian, pencegahan kebakaran, perlindungan masyarakat rentan, serta pembayaran asuransi bencana.
Hawaii menjadi rumah bagi 1,5 juta penduduk dan menerima 9,5 juta kunjungan wisatawan pada 2023. Sayangnya, perekonomian di negara bagian ini sedang sulit akibat kebakaran hutan di Kota Lahaina pada tahun lalu.
Usulan pajak iklim menerima banyak dukungan dari pegiat lingkungan. Namun, sebaliknya, pelaku usaha perhotelan dan pariwisata justru memandang pajak iklim berpotensi menyebabkan wisatawan enggan berkunjung.
Seperti dilansir dailymail.co.uk, usulan pajak iklim tertuang dalam RUU Nomor HB2406 yang saat ini sedang diproses melalui komite di badan legislatif di negara bagian Hawaii.
Jika disetujui, Hawaii akan menyusul sejumlah negara yang mengenakan pajak turis seperti Selandia Baru yang memungut NZ$35 sejak 2019. (rig)