Ilustrasi.
PARIS, DDTCNews - Negara-negara maju dan berkembang diklaim telah memperoleh tambahan penerimaan senilai €95 miliar atau sekitar Rp1.600 triliun terhitung sejak 2014 hingga 2022 berkat pemanfaatan data dari automatic exchange of information (AEOI).
Menurut perhitungan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), tambahan penerimaan pajak €58,8 miliar diperoleh negara-negara maju dan tambahan penerimaan senilai €36,1 miliar dinikmati oleh negara-negara berkembang.
"Nilai penerimaan pajak ini merupakan perkiraan konservatif mengingat tidak semua yurisdiksi memantau tambahan penerimaan yang berasal dari pemanfaatan data AEOI," tulis OECD dalam laporannya, dikutip pada Selasa (18/7/2023).
Dalam laporan berjudul Update on the Implementation of the 2021 Strategy on Unleashing the Potential of AEOI for Developing Countries, mayoritas yurisdiksi tercatat memanfaatkan data-data yang diperoleh AEOI untuk menggelar voluntary disclosure programme (VDP).
OECD menghitung tambahan penerimaan pajak yang dihasilkan dari program VDP mencapai €90,6 miliar. Dari jumlah tersebut, negara maju memperoleh tambahan penerimaan €55,3 miliar dan negara berkembang sejumlah €35,6 miliar.
Tak hanya untuk menggelar VDP, data AEOI juga digunakan untuk melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan. Tambahan penerimaan pajak selain VDP dari penggunaan data AEOI tercatat mencapai €4,1 miliar.
Sebagai informasi, AEOI adalah pertukaran informasi yang melibatkan transmisi sistematis dan periodik atas informasi wajib pajak yang dilakukan secara massal oleh negara asal ke negara tempat wajib pajak terdaftar sebagai residen.
Hingga 2022, tercatat sudah ada 110 negara, termasuk Indonesia, yang menyatakan komitmen untuk melaksanakan pertukaran data dan informasi perpajakan secara otomatis melalui AEOI. (rig)