Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Financial Accountability and Corporate Transparency (FACT) mendorong agar Country-by-Country Reporting (CbCR) dapat diakses oleh publik.
Dorongan ini disampaikan koalisasi institusi nonpemerintahan yang fokus dalam kebijakan antipencucian uang, termasuk penghindaran dan penggelapan pajak melalui tax havens tersebut dalam laporan bertajuk ‘Trending Toward Transparency: The Rise of Public Country-by-Country Reporting’.
“Pembuat kebijakan harus melanjutkan tren global yang pesat menuju transparansi pajak dengan menjadikan CbCR dari perusahaan multinasional di semua sektor industri dapat diakses oleh publik,” demikian pernyataan FACT dalam laporan tersebut, seperti dikutip pada Kamis (2/5/2019).
Laporan tersebut juga mengutip dukungan dari berbagai organisasi nonpemerintah, kelompok investor, dan organisasi profesional, serta rekam jejak yang berhasil dari adanya inisiatif CbCR ke publik. Beberapa sektor perekonomian, seperti industri ekstraktif dan sektor keuangan telah menerapkan laporan transparansi keuangan antarnegara ke publik guna mencegah aliran keuangan gelap.
CbCR sendiri merupakan laporan penentuan harga transfer (transfer pricing) yang berisi data dan informasi dari entitas-entitas yang berada di berbagai yurisdiksi dari perusahaan multinasional.
Namun, OECD sendiri mensyaratkan bahwa standar CbCR seyogyanya harus dibuat dan hanya disediakan untuk otoritas pajak dan kepentingan perpajakan. Informasi harus tetap bersifat konfidensial bagi pihak-pihak yang tidak berkepentingan.
Laporan koalisi ini juga merekomendasikan bahwa informasi dalam pelaporan antarnegara seharusnya lebih lengkap dibandingkan format yang sudah disusun oleh forum OECD melalui BEPS Action 13.
Standar pelaporan OECD itu setidaknya mencakup penghasilan dari pihak yang memiliki hubungan istimewa dan pihak ketiga, laba sebelum pajak, pajak penghasilan yang telah dibayarkan, pajak penghasilan yang masih harus dibayar, modal lain-lain, akumulasi laba, jumlah karyawan, serta aset berwujud.
Berdasarkan laporan yang diterbitkan pada 23 April 2019 lalu ini, nilai insentif pajak yang diberikan pemerintah kepada perusahaan juga harus dikemukakan. Tak luput, penjelasan atas perbedaan tarif pajak efektif akibat insentif dengan tarif yang diwajibkan menurut undang-undang juga menjadi rekomendasi utama dalam CbCR publik tersebut.
“Selain berperan sebagai pengekang perencanaan pajak yang agresif, gagasan ini dinilai menjadikan investor menjadi lebih matang untuk membuat keputusan atas risiko atas strategi dari perencanaan pajak yang dilakukan perusahan,” demikian isi laporan seperti dikutip dari Tax Note International Vol. 94 No. 5.
Argumen paling umum adalah bahwa pelaporan kepada publik ini akan merusak daya saing bisnis yang beroperasi di yurisdiksi di mana konsep CbCR publik ini diterapkan dan berdampak negatif pada perekonomian.
Namun, kajian yang dilakukan oleh PricewaterhouseCoopers (PWC) untuk Komisi Uni Eropa menyatakan sebaliknya. Temuan PWC tersebut menyatakan bahwa pelaporan CbCR publik untuk sektor perbankan dan perusahaan sektor keuangan publik lainnya tidak secara signifikan berakibat buruk pada perekonomian. (kaw)