Ilustrasi. Pekerja membangun kompleks perumahan di Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (1/12/2023).ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Otoritas fiskal resmi menerbitkan aturan yang menjadi dasar pemberian insentif pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP). Pemerintah juga menerbitkan ketentuan yang mengatur penerapan ultimum remedium pada bidang cukai.
Selain itu, pemerintah mengatur pemberian restitusi dipercepat atas kelebihan pembayaran PPN untuk pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) mobil atau bus tertentu.
Adapun peraturan yang terbit sekitar 3 minggu terakhir tersebut telah dirangkum dalam artikel berikut. Anda juga dapat men-download sejumlah aturan tersebut pada Perpajakan DDTC.
Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 120/2023, pemerintah memberikan fasilitas PPN DTP atas penyerahan rumah tapak dan rumah susun (rusun) dengan syarat dan kriteria tertentu. Secara ringkas, terdapat 4 syarat dan kriteria yang membuat rumah tapak atau rusun bisa diberikan fasilitas PPN DTP.
Pertama, rumah tersebut memiliki kode identitas rumah dari aplikasi PUPR dan/atau badan pengelola Tapera. Kedua, rumah tersebut memiliki harga jual maksimal Rp5 miliar. Ketiga, rumah tersebut diserahkan secara fisik paling lambat 31 Desember 2024. Keempat, rumah tersebut merupakan rumah baru yang diserahkan dalam kondisi siap huni.
PPN DTP diberikan atas dasar pengenaan pajak (DPP) maksimal Rp2 miliar yang merupakan bagian dari harga jual paling banyak Rp5 miliar. Fasilitas DTP diberikan terhadap PPN terutang atas penyerahan rumah tapak atau rusun pada masa pajak November 2023 sampai dengan masa pajak Desember 2023. Setiap orang pribadi hanya dapat memanfaatkan fasilitas PPN DTP untuk maksimal 1 unit rumah tapak atau 1 satuan rusun.
Selain itu, pihak yang telah memanfaatkan PPN DTP tidak boleh memindahtangankan rumah tapak atau satuan rusun tersebut dalam jangka waktu 1 tahun sejak penyerahan. Adapun PMK 120/2023 ini berlaku sejak 21 November 2023.
Pemerintah akhirnya menerbitkan peraturan yang menjadi landasan untuk melaksanakan prinsip sanksi pidana sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimum remedium) pada bidang cukai. Beleid ini berlaku efektif mulai 22 November 2023.
Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah (PP) 54/2023. Menteri keuangan, jaksa agung, atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang cukai paling lama dalam waktu 6 bulan sejak tanggal surat permintaan.
Penghentian penyidikan hanya dilakukan atas tindak pidana Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan Pasal 58 UU Cukai s.t.d.d UU HPP. Kelima pasal itu terkait dengan pelanggaran perizinan, pengeluaran barang kena cukai (BKC), BKC tidak dikemas, BKC yang berasal dari tindak pidana, dan jual-beli pita cukai.
Jika bermaksud mengajukan penghentian penyidikan, tersangka perlu menyampaikan permohonan. Selain itu, tersangka yang bersangkutan juga harus membayar sanksi administratif berupa denda sebesar 4 kali dari nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Jika tersangka tidak atau kurang membayar denda sebesar 4 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar sampai dengan batas waktu pembayaran yang ditentukan, penyidikan dilanjutkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah memberikan fasilitas restitusi dipercepat bagi PKP yang melakukan penyerahan KBLBB mobil tertentu dan/atau KBLBB bus tertentu. Fasilitas ini diberikan melalui PMK 116/2023. PKP tersebut diberikan restitusi dipercepat sebagai PKP berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) UU PPN.
Adapun PKP KBLBB tidak perlu menyampaikan permohonan penetapan sebagai PKP berisiko rendah untuk dapat memanfaatkan fasilitas restitusi dipercepat PPN. Selain itu, dirjen pajak juga tidak menerbitkan keputusan penetapan secara jabatan sebagai PKP berisiko rendah untuk PKP KBLBB tersebut.
PKP KBLBB dapat memperoleh fasilitas restitusi dipercepat atas kelebihan pembayaran PPN sepanjang memenuhi kegiatan tertentu. Adapun kegiatan tertentu yang dimaksud adalah penyerahan KBLBB mobil dan/atau bus tertentu yang memenuhi kriteria tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
PMK 116/2023 ini merupakan revisi dari PMK 38/2023. Sebelumnya, pemerintah telah mengatur pemberian fasilitas PPN DTP atas penyerahan KBLBB mobil atau bus tertentu melalui PMK 38/2023. Namun, PMK 38/2023 belum mengatur mengenai pemberian fasilitas restitusi dipercepat.
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menerbitkan keputusan baru mengenai penerapan secara penuh (mandatory) CEISA 4.0 tahap keenam. Keputusan penerapan CEISA 4.0 tersebut tertuang dalam Keputusan Dirjen Bea dan Cukai No.KEP-160/BC/2023.
KEP-160/BC/2023 menyatakan CEISA 4.0 diterapkan secara mandatory di 3 kantor pengawasan dan pelayanan bea dan cukai (KPPBC). Ketiga KPPBC tersebut yaitu KPPBC Tanjung Emas, KPPBC Ngurah Rai, dan KPPBC Bandar Lampung.
CEISA 4.0 ini diterapkan secara mandatory untuk layanan ekspor serta impor dan ekspor. Adapun terhadap CEISA 4.0 layanan impor dan ekspor, telah dilakukan uji coba (piloting) pada kantor pelayanan utama bea dan cukai (KPUBC) dan KPPBC sejak 2021. (kaw)