Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi meminta Pemprov DKI Jakarta untuk menimbang ulang penerapan tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) sebesar 40% atas jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa.
Menurut Pras, pengenaan PBJT atas jasa hiburan tertentu dengan tarif sebesar 40% tersebut berpotensi membuat usaha gulung tikar.
"Kalau itu membuat pengusaha bangkrut, pendapatan kita dari mana? Ini harus dikaji ulang," ujar Pras, dikutip pada Sabtu (20/1/2024).
Penutupan usaha nantinya akan menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkatkan tingkat pengangguran. Hal ini berbanding terbalik dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang dicanangkan pemerintah.
"Saya akan bicara di dalam rapim dengan Bapenda. Bijaklah pemda memutuskan itu, dilihat dulu demografinya kayak apa. Kalau semua pengusaha dihajar 40%, ya bubar bisnisnya. Pada tutup dan banyak PHK," ujar Pras.
Untuk diketahui, tarif PBJT sebesar 40% atas jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa telah ditetapkan oleh Pemprov DKI Jakarta bersama DPRD DKI Jakarta dalam Perda 1/2024.
Sebelum berlakunya Perda 1/2024, tarif pajak hiburan bagi karaoke, diskotek, kelab malam, pub, bar, dan live music di DKI Jakarta adalah sebesar 25%. Adapun panti pijat dan spa dikenai pajak hiburan dengan tarif sebesar 35%.
Dengan berlakunya UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), pemda hanya dapat mengenakan PBJT maksimal sebesar 10% atas jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa.
Untuk jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa, pemda memiliki ruang untuk mengenakan PBJT sebesar 40% hingga maksimal sebesar 75%. Tarif PBJT yang ditetapkan dalam perda harus sesuai dengan rentang tarif dalam UU HKPD. (sap)