Ilustrasi. Pemusnahan dilakukan terhadap berbagai jenis BKC ilegal oleh unit vertikal DJBC di Jawa Timur. (foto: Dian)
SURABAYA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) tengah berupaya membentuk beberapa titik aglomerasi pabrik hasil tembakau (APHT) di Jawa Timur (Jatim).
Kepala Kantor Bea Cukai Sidoarjo Rudy Hery Kurniawan mengatakan pembentukan APHT menjadi salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi peredaran rokok ilegal. Terlebih, Jatim menjadi salah satu sentra industri hasil tembakau di Indonesia.
"Tahun ini semoga selesai dan tahun depan bisa kita gunakan. Di Sidoarjo, sudah ada bangunannya 90% [selesai]," katanya, dikutip pada Jumat (15/9/2023).
Rudy mengatakan DJBC bersama pemerintah daerah (pemda) akan menyelesaikan pembentukan APHT pada tahun ini sehingga produsen rokok kecil yang belum terdaftar bisa berproduksi secara legal di sana. Kemudian, pemda akan menerbitkan izin sehingga kepala kanwil atas menteri keuangan dapat menetapkan pembentukan APHT.
APHT di Sidoarjo, sambungnya, akan mampu menampung sekitar 20 pabrik hasil tembakau. Sejauh ini, ada 6 hingga 10 pabrik yang berkomitmen untuk masuk ke aglomerasi tersebut. Adapun semua pabrik tersebut tergolong usaha kecil.
"Beberapa pengusaha yang berminat sudah ada dan kita daftar. [Nantinya] langsung kita berikan NPPBKC [nomor pokok pengusaha barang kena cukai]," ujarnya.
Kantor Bea Cukai Malang juga ingin membangun APHT. Saat ini, progresnya masih dalam pembuatan kajian serta memilih lokasi yang cocok.
Kepala Kantor Bea Cukai Malang Gunawan Tri Wibowo mengatakan pembentukan APHT di wilayahnya ideal karena sebagai produsen tembakau dan penyedia banyak tenaga kerja. Melalui APHT, dia berharap rokok ilegal dapat diberantas dan industri hasil tembakau makin berkembang.
"APHT ini untuk menarik yang masuk kelas tadi [produsen rokok ilegal] sehingga bisa berusaha secara legal," katanya.
Adapun PMK 22/2023 tentang APHT diterbitkan untuk mencabut PMK 21/2020 yang selama ini mengatur soal kawasan industri hasil tembakau (KIHT). Seiring berjalannya waktu dan berdasarkan hasil pemantauan, ketentuan soal KIHT dianggap belum mampu memenuhi kebutuhan di lapangan.
APHT merupakan pengumpulan atau pemusatan pabrik dalam suatu tempat, lokasi, atau kawasan tertentu. Aglomerasi ini bertujuan meningkatkan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap pengusaha pabrik hasil tembakau.
Aglomerasi pabrik diperuntukkan bagi pengusaha pabrik dengan skala industri kecil dan menengah (IKM) atau usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
APHT dapat dilaksanakan pada 4 tempat, yaitu kawasan industri, kawasan industri tertentu, sentra industri kecil dan industri menengah, dan tempat pemusatan industri tembakau lainnya yang memiliki kesesuaian dengan tata ruang wilayah. Tempat diselenggarakannya APHT merupakan tempat yang peruntukan utamanya bagi industri hasil tembakau.
Kegiatan yang dapat dilakukan di APHT meliputi penyelenggaraan tempat aglomerasi pabrik, kegiatan produksi barang kena cukai (BKC) berupa hasil tembakau, serta pengemasan BKC hasil tembakau dalam kemasan untuk penjualan eceran dan pelekatan cukai.
Pengusaha pabrik yang menjalankan kegiatan di APHT diberikan 3 kemudahan. Pertama, perizinan di bidang cukai berupa pengecualian dari ketentuan memiliki luas lokasi, bangunan, atau tempat usaha, yang akan digunakan sebagai pabrik hasil tembakau.
Kedua, kerja sama dilakukan untuk menghasilkan BKC hasil tembakau. Ketiga, penundaan pembayaran cukai yang diberikan dalam jangka waktu penundaan 90 hari. (kaw)