KEBIJAKAN PAJAK

Belanja Pajak Sektor Konstruksi dan Real Estate Negatif, Apa Artinya?

Muhamad Wildan
Rabu, 28 Desember 2022 | 11.30 WIB
Belanja Pajak Sektor Konstruksi dan Real Estate Negatif, Apa Artinya?

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menyebut implementasi pengenaan pajak penghasilan (PPh) final pada sektor konstruksi dan real estat justru membuat nilai belanja perpajakan yang timbul menjadi negatif.

Nilai belanja perpajakan yang negatif menandakan beban pajak yang ditanggung wajib pajak justru lebih tinggi. Sebaliknya, beban pajak yang ditanggung bakal lebih rendah bila wajib pajak membayar pajak sesuai dengan tarif umum.

"Nilai belanja perpajakan tahun 2020 bernilai negatif disebabkan oleh penurunan tarif PPh badan dari 25% ke 22% yang menyebabkan benchmark pembanding turun,” sebut BKF dalam Laporan Belanja Perpajakan 2021, dikutip pada Rabu (28/12/2022).

Akibat benchmark pembanding yang turun, estimasi PPh yang dihitung berdasarkan tarif umum lebih rendah dibandingkan dengan PPh yang telah dipotong dengan tarif final.

Belanja pajak yang diestimasikan negatif akibat penerapan PPh final jasa konstruksi sudah terjadi sejak tahun-tahun sebelumnya. Pada 2020, belanja pajak negatif Rp1,05 triliun. Pada 2021 dan 2022, belanja pajak masing-masing negatif Rp1,36 triliun dan Rp777 miliar.

Sebagaimana yang telah diatur pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9/2022, penghasilan dari usaha jasa konstruksi dikenai PPh final dengan tarif paling rendah sebesar 1,75% hingga maksimal sebesar 6%.

Selanjutnya, BKF mencatat belanja pajak yang timbul akibat pemberlakuan PPh final atas penghasilan dari sewa tanah/bangunan diestimasikan mencapai negatif Rp754 miliar pada 2020, negatif Rp729 miliar pada 2021, dan diproyeksikan negatif Rp722 miliar pada tahun ini.

Seperti diatur dalam PP 34/2017, penghasilan dari sewa tanah/bangunan dikenai PPh final dengan tarif 10%. "Estimasi belanja perpajakan merupakan selisih antara estimasi PPh terutang menurut tarif umum dengan PPh yang dibayar wajib pajak," tulis BKF.

Meski belanja pajak akibat PPh final jasa konstruksi dan sewa tanah/bangunan bernilai negatif, BKF mencatat belanja pajak yang timbul akibat PPh final atas pengalihan hak atas tanah/bangunan tetap bernilai positif dalam beberapa tahun terakhir.

Belanja pajak akibat skema PPh final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (PHTB) diestimasikan mencapai Rp8,1 triliun pada 2020. Kemudian, senilai Rp11,26 triliun pada 2021 dan sejumlah Rp11,91 triliun pada tahun ini.

Tarif PPh final yang berlaku atas pengalihan hak atas tanah/bangunan selain rumah sederhana atau rumah susun sederhana ditetapkan sebesar 2,5%. Lalu, sebesar 1% atas pengalihan hak atas rumah sederhana atau rumah susun sederhana.

Kemudian, sebesar 0% bila pengalihan dilakukan kepada pemerintah atau BUMN yang mendapatkan penugasan khusus dari pemerintah. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.