JAKARTA, DDTCNews - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan akan mendorong penghapusan pajak dividen ke pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Langkah ini diambil BEI untuk membantu investor ritel dalam investasi di pasar saham.
Direktur Pengembangan BEI Nicky Hogan mengatakan insentif tersebut bisa menggairahkan investor ritel dalam berinvestasi. Namun, jumlah investasinya dalam kurun waktu tertentu harus dibatasi agar tidak disalahgunakan pemain besar.
"Kita berpikir ajukan ke pemerintah dalam hal ini Kemenkeu beri insentif berupa penghilangan pajak dividen. Program ini belum diajukan, masih di internal BEI," ujarnya di Gedung BEI, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Nicky berharap proses pengajuan insentif dapat selesai tahun ini. Kendati demikian, menurutnya, penghapusan pajak dividen tersebut tidak berarti penerimaan negara berkurang, mengingat dalam transaksi saham masih ada pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN).
Dia menambahkan penghapusan dividen justru dapat meningkatkan pendapatan negara seiring dengan semakin luasnya peluang masyarakat untuk berinvestasi saham. “Saat ini nilai pajak dividen 10% hingga 15%," katanya.
Ide tersebut, lanjut Nicky, diperoleh dari Negeri Sakura yang lebih dulu menerapkan penghapusan pajak dividen. Hasilnya, literasi pasar modal dari masyarakat Jepang cukup tinggi hingga menjangkau kelas menengah ke bawah. "Di Jepang orang jualan sayur saja sambil trading saham," ucapnya.
Menurutnya, jika insentif ini diberlakukan di Indonesia maka peluangnya sangat besar. Ada ratusan juta masyarakat yang berpotensi menjadi investor ritel. Mereka bisa membeli saham dan reksadana mulai dari Rp100 ribu.
Jumlah investor juga bisa bertambah signifikan dengan adanya insentif. "Investor pada tahun lalu bertambah lebih dari 100 ribu atau 20%. Jumlahnya sudah 500 ribu dan dari penambahan 100 ribu itu 80% usia muda, 20 tahun sampai 40 tahun," ungkap Nicky.
Pada dasarnya, kegiatan investasi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan pendapatan, baik investasi yang dilakukan oleh individu maupun perusahaan. Yang harus digarisbawahi di sini adalah kepemilikan dari investasi juga mempunyai implikasi pajak tersendiri.
Hal ini tentunya berbeda dari pajak yang dihasilkan dari kegiatan usaha secara umum. Oleh karena itu, pemahaman akan hal ini juga sangat penting bagi para pelaku usaha yang ingin ‘bermain’ dalam dunia investasi, sehingga para investor tetap dapat mematuhi ketentuan perpajakan yang ada dan terhindar dari risiko-risiko pajak di kemudian hari.
Sebagai informasi, untuk memberikan pemahaman mengenai pajak atas investasi, DDTC Academy menyelenggarakan practical course tentang Pajak atas Kegiatan Usaha dan Investasi pada Selasa, 21 Maret 2017. Kursus ini akan memaparkan berbagai topik secara detail mengenai pajak atas kegiatan investasi yang meliputi penghasilan sewa, dividen, dan bunga, yang dapat berasal dari Indonesia atau luar negeri. (Amu)