Ilustrasi.
PUTRAJAYA, DDTCNews - Pemerintah Malaysia menyatakan masih mempelajari berbagai sistem perpajakan yang tepat untuk diterapkan di negara tersebut. Salah satunya, penerapan kembali pajak barang dan jasa (goods and services tax/GST). Saat ini, Malaysia hanya menerapkan pajak penjualan dan pajak layanan (sales tax and service tax/SST).
Menteri Keuangan Tengku Zafrul Aziz mengatakan terdapat 175 negara yang mengenakan GST karena memiliki kontribusi besar pada produk domestik bruto. Di sisi lain, pendapatan pajak pemerintah juga akan relatif rendah apabila tanpa pendapatan GST.
"Jika studi menunjukkan manfaat GST, kami akan membawanya ke Kabinet. Keputusan akhir bukan bukan dibuat oleh pemerintah, tetapi Parlemen," katanya, dikutip pada Kamis (9/6/2022).
Tengku Zafrul mengatakan penerapan kembali GST akan memakan waktu cukup lama. Menurutnya, pemerintah akan berhati-hati dalam memutuskan perubahan sistem pajak atas konsumsi tersebut.
Andai DPR menyetujui rencana tersebut, pemerintah tetap perlu waktu setidaknya 9 bulan untuk kembali menerapkan GST kepada masyarakat.
Tengku Zafrul menyebut hal lain yang perlu menjadi perhatian yakni soal penetapan tarifnya. Menurutnya, pemerintah harus menentukan tarif yang adil bagi masyarakat, yakni antara 3%-4% atau 7%-8%.
Dia menilai skema pajak apapun seharus dapat menghasilkan penerimaan yang lebih tinggi. Berkaca dari negara lain seperti Arab Saudi, tarif GST ditetapkan sebesar 15% tetapi pemerintah juga memberikan banyak pengecualian karena ada pendapatan dari minyak mentah yang tinggi.
"Harus ada kajian tentang tarif yang adil bagi pendapatan negara sekaligus memastikan tidak membebani masyarakat dan dunia usaha," ujarnya dilansir freemalaysiatoday.com.
Malaysia sempat beralih dari SST menjadi GST pada April 2015. Namun setelah melalui berbagai kritik dari partai oposisi, skema pajak konsumsi dikembalikan menjadi SST di bawah pemerintahan PM Mahathir Mohamad pada 2018. (sap)