Suasana konferensi pers pada Selasa (30/4/2019).
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) mulai fokus pada upaya penegakan hukum untuk penyeludupan barang elektronik. Besarnya kerugian atas praktik ini menjadi alasan utama langkah otoritas.
Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan kerugian dari praktik ini tidak bisa dianggap remeh. Industri, negara, dan masyarakat, disebutnya, merugi atas penyeludupan barang elektronik dari luar negeri.
“Sekarang ini yang menjadi fokus adalah elektronik, di samping minuman keras ilegal. Elektronik ilegal ini terutama merusak dua hal yakni industri kita dan penerimaan. Merusak penerimaan karena ini kan ada unsur PPN dan PPh-nya,” katanya di Kantor Pusat DJBC, Selasa (30/4/2019).
Selain untuk melindungi industri dalam negeri dan mengamankan penerimaan negara, faktor perlindungan konsumen juga menjadi perhatian. Pasalnya, barang seludupan tersebut tidak dilengkapi garansi sehingga berpotensi merugikan konsumen.
Adapun penindakan hukum yang dilakukan DJBC pada kuartal I/2019 telah menggagalkan upaya penyelundupan belasan ribu telepon genggam, laptop, tablet, dan alat elektronik lainnya. Nilai barang seludupan yang berhasil diamankan mencapai Rp61,86 miliar.
Capaian DJBC tersebut berasal dari dua kali penindakan hukum pada Januari dan April 2019. Modus baru dipakai dengan langsung membawa barang seludupan dari Singapura langsung menuju Jawa. Pelaku, sambungnya, menggunakan kapal berkecepatan tinggi.
“Modus yang digunakan dalam kedua penyelundupan tersebut tergolong nekat dengan menggunakan kapal berkecepatan tinggi/high speed craft (HSC). Jadi, karena pengamanan di Pantai Timur Sumatra sudah ketat, mereka langsung masuk ke Jawa,” papar Heru.
Dari dua penindakan tersebut, DJBC telah berhasil mengamankan satu orang tersangka yang saat ini masih dalam proses pengembangan. Pengembangan penanganan perkara tersebut akan melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Ditjen Pajak (DJP).
Atas penyelundupan ini, pelaku akan dijerat dengan UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan pasal 103d j.o. pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman paling singkat 2 tahun dan paling lama 8 tahun dan/atau pidana. Selain itu, ada ancaman denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp5 miliar.
“Dalam penuntutan nanti pelaku tidak hanya akan dijerat dengan UU Kepabeanan. Dengan joint investigasi dengan PPATK dan DJP, kita kenakan juga unsur pencucian uang nantinya,” imbuhnya. (kaw)