KAMUS PAJAK

Apa Itu Tourism Tax ?

Nora Galuh Candra Asmarani | Jumat, 05 Mei 2023 | 18:30 WIB
Apa Itu Tourism Tax ?

DAMPAK pajak pariwisata (tourism tax) terhadap daya saing dan daya tarik destinasi menjadi salah satu isu yang kerap diperdebatkan (OECD, 2014). Terlepas dari perdebatan itu, tourism tax dianggap bisa mendatangkan sejumlah manfaat. Lantas, sebenarnya apa itu tourism tax?

Collins English Dictionary mengartikan pajak turis (tourist tax) sebagai pajak yang dikenakan pada turis, khususnya untuk mencegah kepadatan di destinasi yang populer. Pajak ini bisa saja terpisah dari PPN dan pajak lain yang mungkin dibayar wisatawan, tetapi juga dibayar oleh penduduk (Christine, 2019).

Menurut IBFD International Tax Glossary, tourist tax umumnya terbatas pada biaya layanan atau pajak bandara yang dikenakan ketika turis meninggalkan suatu negara melalui jalur udara.

Baca Juga:
Sukseskan Program Sertifikat Tanah, Pemkab Beri Diskon BPHTB 50 Persen

Namun, pajak tidak langsung dalam bentuk pajak kamar atau pajak hotel dan pajak restoran dapat pula diterapkan pada golongan hotel dan restoran yang biasanya digunakan oleh turis sehingga pajak dibebankan pada turis tersebut (Rogers-Glabush, 2015).

Sementara itu, The World Tourism Organization mendefinisikan pajak pariwisata (tourism tax) sebagai pajak yang berlaku khusus untuk wisatawan dan industri pariwisata. Namun, hampir semua barang dan jasa yang dikonsumsi oleh wisatawan juga dikonsumsi oleh nonwisatawan.

Hal ini berarti objek kena pajak dari tourism tax bukanlah kegiatan pariwisata itu sendiri, melainkan basis pajak yang kurang lebih terkait dengan pariwisata dan tindakan fiskal apa pun yang ditujukan untuk kegiatan pariwisata akan sangat sering mempengaruhi nonwisatawan (Gago et al., 2009).

Baca Juga:
Faktor-Faktor yang Menentukan Postur APBN Indonesia

Oleh karena itu, OECD menilai pajak pariwisata lebih tepat dianggap sebagai pajak tidak langsung, biaya, dan, pungutan yang terutama mempengaruhi kegiatan yang berkaitan dengan pariwisata (OECD, 2014).

Menurut OECD, penerimaan pajak tidak langsung yang dihasilkan dari pengeluaran atau belanja pariwisata (expenditure tourism) berasal dari pajak umum, termasuk bea masuk, pajak penjualan, atau pajak pertambahan nilai (PPN).

Selain itu, ada pula penerimaan dari pajak khusus atas kegiatan yang dianggap berkaitan dengan pariwisata, seperti pajak hotel dan restoran, pajak bandara, biaya visa, serta pajak kedatangan dan keberangkatan (OECD, 2014).

Baca Juga:
Jasa Konstruksi Bangunan bagi Korban Bencana Bebas PPN, Ini Aturannya

Ragam Pajak, Biaya, dan Pungutan terkait dengan Pariwisata
DALAM publikasinya bertajuk Tourism Trends an Policies 2014, OECD mengelompokkan pajak, biaya, dan pungutan yang berkaitan dengan pariwisata menjadi 6 kategori, yaitu: (i) kedatangan dan keberangkatan; (ii) perjalanan udara; (iii) hotel dan akomodasi; (iv) penurunan tarif konsumsi, (v) lingkungan; dan (vi) insentif.

Uraian dari kategori-kategori tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Kedatangan dan Keberangkatan
    Kategori kedatangan dan keberangkatan termasuk pajak, ongkos dan biaya yang biasanya dikenakan pada individu.

    Kategori ini juga mencakup pajak, ongkos dan biaya yang biasanya dikenakan pada operator dan/atau awak kapal saat memasuki atau meninggalkan suatu negara dengan alat transportasi apa pun.

    Bentuk utama pungutan kedatangan dan keberangkatan adalah visa. Contoh lain termasuk biaya pergerakan penumpang, transit, dan biaya keberangkatan atau boarding.

    Pungutan semacam itu sering digunakan untuk menutupi biaya administrasi yang terkait, seperti bea cukai, imigrasi, pemrosesan penumpang, dan penerbitan visa jangka pendek.
  2. Perjalanan Udara
    Survei OECD menunjukkan adanya peningkatan jumlah pajak, biaya, atau pungutan, yang terkait secara khusus dengan perjalanan udara. Pungutan tersebut banyak yang tercakup dalam sub-kategori biaya keamanan, layanan penumpang, dan keberangkatan di bandara.

    Selain itu, beberapa negara berupaya mendorong perilaku ramah lingkungan dengan menaikkan harga tiket pesawat.

    Peningkatan ragam pungutan ini dapat ditujukan untuk menambah dana penyediaan infrastruktur, layanan dan keamanan penumpang, serta program ramah lingkungan.
  3. Hotel dan Akomodasi
    Survei OECD, pada negara yang dijadikan sampel, menunjukkan sebagian besar pajak khusus untuk hotel dan akomodasi dikelola di tingkat daerah, terutama di tingkat kota.

    Adapun hanya ada 5 negara (Chili, Ceko, Mesir, Irlandia, dan Spanyol) yang mengidentifikasi pajak semacam hotel dan akomodasi di tingkat nasional.
  4. Lingkungan
    Menurut survey OECD, telah terjadi peningkatan besar dalam jumlah pajak yang berfokus pada lingkungan dan dirancang untuk mendorong perubahan perilaku terhadap lingkungan yang lebih positif dari operator dan/atau wisatawan.

    Selain itu, ada pula pajak, biaya, atau pungutan yang dimaksudkan untuk menyediakan dana pengelolaan dampak lingkungan akibat kegiatan pariwisata dengan lebih baik.

Tujuan
SELAIN untuk penerimaan negara dan mendukung investasi publik dalam pengembangan pariwisata, terdapat sejumlah alasan lain yang mendasari penerapan pajak khusus terkait dengan pariwisata.

Baca Juga:
Jaga Kesinambungan Fiskal 2025, Pemerintah Waspadai Tiga Hal Ini

Alasan tersebut bervariasi dari satu negara ke negara lain dan tergantung pada jenis pungutan yang dikenakan. Namun, secara garis besar, terdapat 4 tujuan pengenaan pajak khusus terkait dengan pariwisata tersebut.

Pertama, mendanai perlindungan lingkungan dan pembangunan infrastruktur untuk mengelola dampak wisatawan di daerah rawan dengan lebih baik. Selain itu, untuk memastikan kegiatan komersial konsisten dengan rencana pengelolaan.

Misal, Pajak Akomodasi Islandia (Iceland's Accommodation Tax) dihimpun untuk mendanai Dana Perlindungan Tempat Wisata (Tourist Site Protection Fund). Dana ini didedikasikan untuk pengembangan, pemeliharaan, serta perlindungan taman nasional atau tempat wisata berbasis alam.

Baca Juga:
Ada Hadiah Umrah untuk WP Patuh, Jenis Pajaknya akan Diperluas

Kedua, pengembalian biaya pemrosesan penumpang, termasuk bea cukai, imigrasi, keamanan, karantina, dan penerbitan visa jangka pendek.

Misal, biaya layanan penumpang dikenakan pada setiap penumpang untuk menutupi biaya operasional terkait dengan berbagai layanan dan fasilitas bandara yang disediakan untuk penumpang di bandara di Afrika Selatan.

Ketiga, mendorong wisatawan untuk berbelanja dan menciptakan lapangan kerja. Misal, di Israel, pengembalian PPN untuk semua barang yang dibeli oleh wisatawan dilakukan untuk mendorong peningkatan konsumsi.

Baca Juga:
SPT yang Berstatus Rugi Bisa Berujung Pemeriksaan oleh Kantor Pajak

Sementara itu, Irlandia menurunkan tarif PPN untuk hotel dan restoran untuk meningkatkan pariwisata dan merangsang lapangan kerja pada sektor tersebut. Keempat, mendanai kegiatan pemasaran serta promosi domestik dan internasional.

Misal, di Meksiko, 80% pendapatan dari pajak non-imigran atas orang yang memasuki negara tersebut untuk tujuan wisata diarahkan ke Badan Pariwisata Meksiko untuk mendukung kegiatan promosi domestik dan internasional.

Intinya, sebagian atau seluruh penerimaan pajak pariwisata dapat digunakan untuk menyediakan infrastruktur dan fasilitas lain untuk mendukung industri pariwisata.

Selain itu, penerimaan dari pajak pariwisata juga dapat ditujukan untuk melindungi lingkungan alam, terutama yang menjadi tempat pariwisata. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 20 April 2024 | 11:30 WIB KABUPATEN BULUNGAN

Sukseskan Program Sertifikat Tanah, Pemkab Beri Diskon BPHTB 50 Persen

Sabtu, 20 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Faktor-Faktor yang Menentukan Postur APBN Indonesia

Sabtu, 20 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jasa Konstruksi Bangunan bagi Korban Bencana Bebas PPN, Ini Aturannya

Sabtu, 20 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jaga Kesinambungan Fiskal 2025, Pemerintah Waspadai Tiga Hal Ini

BERITA PILIHAN
Sabtu, 20 April 2024 | 11:30 WIB KABUPATEN BULUNGAN

Sukseskan Program Sertifikat Tanah, Pemkab Beri Diskon BPHTB 50 Persen

Sabtu, 20 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Faktor-Faktor yang Menentukan Postur APBN Indonesia

Sabtu, 20 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jasa Konstruksi Bangunan bagi Korban Bencana Bebas PPN, Ini Aturannya

Sabtu, 20 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jaga Kesinambungan Fiskal 2025, Pemerintah Waspadai Tiga Hal Ini

Sabtu, 20 April 2024 | 09:00 WIB KABUPATEN SUKABUMI

Ada Hadiah Umrah untuk WP Patuh, Jenis Pajaknya akan Diperluas

Sabtu, 20 April 2024 | 08:47 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

SPT yang Berstatus Rugi Bisa Berujung Pemeriksaan oleh Kantor Pajak

Sabtu, 20 April 2024 | 08:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dorong Pertumbuhan Ekonomi 2025, Insentif Ini Disiapkan untuk Investor

Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan