KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Jasa Kesenian dan Hiburan di UU HKPD?

Nora Galuh Candra Asmarani | Senin, 29 April 2024 | 18:00 WIB
Apa Itu PBJT atas Jasa Kesenian dan Hiburan di UU HKPD?

PAJAK tidak hanya berperan sebagai sumber penerimaan suatu negara. Lebih daripada itu, pajak juga kerap digunakan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta tujuan tertentu di luar bidang keuangan.

Salah satu jenis pajak yang dikenakan tidak hanya untuk penerimaan, tetapi juga untuk mengatur hal tertentu adalah pajak hiburan. Pajak yang menjadi kewenangan pemerintah daerah ini, selain memiliki potensi penerimaan, juga menjadi instrumen dalam mengatur ketertiban umum.

Dalam perkembangannya, pemerintah mengubah ketentuan mengenai pajak hiburan. Perubahan tersebut dilakukan melalui UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).

Baca Juga:
Apa Itu Dokumen CK-1 dalam Konteks Percukaian?

Melalui UU HKPD, pemerintah mereklasifikasi pajak hiburan menjadi pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas Jasa Kesenian dan Hiburan. Lantas, apa itu PBJT atas Jasa Kesenian dan Hiburan?

Definisi

Merujuk Pasal 1 angka 42 UU HKPD, PBJT adalah pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu. Barang dan/atau jasa tertentu yang menjadi objek PBJT tersebut di antaranya adalah jasa kesenian dan hiburan.

Sementara itu, jasa kesenian dan hiburan adalah jasa penyediaan atau penyelenggaraan semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, ketangkasan, rekreasi, dan/atau keramaian untuk dinikmati (Pasal 1 angka 49 UU HKPD).

Baca Juga:
Pajak Hiburan Sampai 40%, Ini Daftar Tarif Pajak Terbaru Palangka Raya

Secara lebih terperinci, terdapat 12 kelompok jasa kesenian dan hiburan yang disasar PBJT. Pertama, tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu. Kedua, pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana. Ketiga, kontes kecantikan.

Keempat, kontes binaraga. Kelima, pameran. Keenam, pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap. Ketujuh, pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor. Kedelapan, permainan ketangkasan. Kesembilan, olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran.

Kesepuluh, rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang. Kesebelas, panti pijat dan pijat refleksi. Kedua belas, diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Baca Juga:
Cara Bayar PBB Rumah di Tokopedia

Permainan Golf Bukan Objek Pajak Daerah

Apabila dibandingkan dengan UU PDRD, cakupan hiburan yang dikenakan pajak tidak lagi memuat permainan golf. Hal ini lantaran kegiatan pelayanan penyediaan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk permainan golf merupakan objek PPN bukan pajak daerah.

Permainan golf sebagai objek PPN juga telah ditegaskan dalam PMK 70/2022. Sebelum UU HKPD diundangkan, permainan golf pun telah dieliminasi dari objek pajak hiburan. Hal tersebut menyusul adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.52/PUU-IX/2011. Simak Apa Itu Pajak Hiburan?

Lebih lanjut, UU HKPD menetapkan tarif PBJT atas jasa kesenian dan hiburan paling tinggi sebesar 10%. Namun, khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.

Perincian ketentuan mengenai PBJT atas Jasa Kesenian dan Hiburan dapat disimak dalam UU HKPD. Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) 35/2023 yang memuat pengaturan lebih detail atas berbagai pokok kebijakan PBJT atas Jasa Kesenian dan Hiburan. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 17 Mei 2024 | 17:00 WIB KAMUS CUKAI

Apa Itu Dokumen CK-1 dalam Konteks Percukaian?

Jumat, 17 Mei 2024 | 13:30 WIB KOTA PALANGKA RAYA

Pajak Hiburan Sampai 40%, Ini Daftar Tarif Pajak Terbaru Palangka Raya

Kamis, 16 Mei 2024 | 15:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Bayar PBB Rumah di Tokopedia

BERITA PILIHAN
Jumat, 17 Mei 2024 | 20:35 WIB HUT KE-17 DDTC

Bagikan Buku Baru, Darussalam Tegaskan Lagi Komitmen DDTC

Jumat, 17 Mei 2024 | 19:51 WIB UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

KAFEB UNS, Wadah Alumni Berkontribusi untuk Kampus dan Indonesia

Jumat, 17 Mei 2024 | 19:45 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Nilai Pabean atas Bea Masuk Impor Ventilator

Jumat, 17 Mei 2024 | 19:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Beralih Pakai Tarif PPN Umum, PKP BHPT Harus Beri Tahu KPP Dahulu

Jumat, 17 Mei 2024 | 17:30 WIB SEJARAH PAJAK INDONESIA

Mengenal Pajak Usaha yang Dikenakan ke Pedagang di Era Mataram Kuno

Jumat, 17 Mei 2024 | 17:00 WIB KAMUS CUKAI

Apa Itu Dokumen CK-1 dalam Konteks Percukaian?

Jumat, 17 Mei 2024 | 16:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Setoran Pajak Kripto Tembus Rp689 Miliar dalam 2 Tahun Terakhir