DALAM meningkatkan penjenamaan atas barang dan jasa yang dipasarkan, sarana iklan melalui berbagai media publikasi luar ruang seperti reklame papan dan megatron kerap kali menjadi pilihan para pelaku usaha.
Tidak hanya menjadi ajang promosi bisnis, media reklame dinilai dipandang efektif dalam menjaring konsumen. Meski efektif dalam memperkenalkan bisnis dan informasi lain, keberadaan reklame yang tidak terkendali justru dapat menimbulkan dampak negatif.
Dampak negatif tersebut di antaranya seperti mengganggu estetika kota dan dapat membahayakan pengguna jalan karena berpotensi roboh. Untuk itu, keberadaan reklame harus dikendalikan dan diatur salah satunya melalui pajak reklame? Lantas, apa itu pajak reklame?
Ketentyuan pajak reklame di Indonesia tertuang dalam UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Merujuk Pasal 1 angka 50 UU HKPD, pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.
Sementara itu, pengertian reklame, berdasarkan Pasal 1 angka 51 UU HKPD, adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau menarik perhatian umum terhadap sesuatu.
Terdapat beragam jenis reklame yang dikenakan pajak, meliputi reklame kain, reklame melekat/stiker, reklame papan/billboard/videotron/megatron, reklame selebaran, reklame berjalan, termasuk pada kendaraan, reklame udara, dan reklame apung, reklame film/slide, dan reklame peragaan.
Namun, tidak semua penyelenggaraan reklame dikenakan pajak. Sebab, pemerintah telah menetapkan pengecualian atas 6 hal. Pertama, penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya.
Kedua, label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya.
Ketiga, nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan dan/atau di dalam area tempat usaha atau profesi yang jenis, ukuran, bentuk, dan bahan reklamenya diatur dalam Perkada dengan berpedoman pada ketentuan yang mengatur tentang nama pengenal usaha atau profesi tersebut.
Keempat, reklame yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Kelima, reklame yang diselenggarakan dalam rangka kegiatan politik, sosial, dan keagamaan yang tak disertai dengan iklan komersial. Keenam, reklame lainnya yang diatur dengan Perda.
Pengertian pajak reklame dalam UU HKPD masih sama dengan yang tercantum dalam UU PDRD. Namun, terdapat sedikit perbedaan terkait dengan pengertian reklame antara UU PDRD dan UU HKPD.
Sebelumnya, berdasarkan Pasal 1 angka 27 PDRD, reklame adalah:
“Benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.”
Selain itu, UU PDRD belum mengecualikan reklame yang diselenggarakan dalam rangka kegiatan politik, sosial, dan keagamaan yang tidak disertai dengan iklan komersial dari objek pajak. Perbedaan lain terletak pada adanya jenis reklame suara pada objek pajak reklame berdasarkan UU PDRD.
PAJAK reklame pada beberapa negara disebut dengan signboard tax atau billboard tax. Salah satu negara yang menggunakan terminologi signboard tax adalah Thailand. Pemerintah negeri gajah putih ini mengatur pengenaan signboard tax dalam Signboard Tax Act, B.E. 2510.
Regulasi tersebut mendefinisikan signboard sebagai tanda yang menampilkan nama, merek, atau logo yang digunakan untuk tujuan komersial atau operasional bisnis lain untuk memperoleh pendapatan atau iklan komersial lainnya, baik dengan menampilkan atau mengiklankan objek apa pun dengan karakter, gambar, atau logo yang ditulis, diukir, atau dengan metode lain.
Pada intinya signboard tax dikenakan terhadap setiap papan untuk tujuan iklan atau papan nama yang menampilkan nama, brand, atau merek dagang. Sama halnya dengan di Indonesia, pemungutan signboard tax di Thailand menjadi kewenangan pemerintah daerah. (rig)