KEBIJAKAN PAJAK

Ukur Kinerja PPN, Ini Posisi Indonesia di Asean

Redaksi DDTCNews | Jumat, 02 Juli 2021 | 16:30 WIB
Ukur Kinerja PPN, Ini Posisi Indonesia di Asean

Salah satu materi yang dipaparkan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR.

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan menyatakan kinerja penerimaan PPN di Indonesia masih kurang optimal dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asean.

Data Kemenkeu menunjukkan kinerja pungutan PPN terhadap rasio konsumsi dalam produk domestik bruto (PDB) atau C-efficiency pada angka 63,58%. Artinya, pemerintah hanya bisa mengumpulkan 63,58% dari total PPN yang seharusnya bisa dipungut.

"Kinerja PPN Indonesia masih berada di bawah Thailand dan Singapura," tulis keterangan Kemenkeu, dikutip pada Jumat (2/7/2021).

Baca Juga:
Jumlah Pemudik Melonjak Tahun ini, Jokowi Minta Warga Mudik Lebih Awal

Otoritas fiskal menjelaskan C-efficiency Singapura berada pada angka 92,69%. Sementara itu, kinerja PPN di Thailand malah mampu mencapai angka 113,83%.

Kinerja pemungutan PPN di Indonesia juga masih kalah dengan Afrika Selatan dan Argentina. Afrika Selatan tercatat memiliki C-efficiency sebesar 70,24% dan Argentina memiliki kinerja pungutan PPN sebesar 83,71%.

Pada regional Asean, posisi Indonesia masih lebih baik dari Malaysia dan Filipina. Kinerja PPN di Malaysia tercatat 48,56% dan C-efficiency Filipina pada angka 23,20%.

Baca Juga:
Awasi BKC Ilegal, DJBC Sudah Lakukan 6.000 Penindakan selama Kuartal I

Kinerja PPN Indonesia juga masih lebih baik jika dibandingkan dengan Meksiko yang memiliki C-efficiency sebesar 37,88%. Begitu juga dengan C-efficiency Turki yang masih berada pada angka 46,96%.

Kemenkeu menuturkan adanya sejumlah tantangan dalam mengoptimalkan pungutan PPN. Tantangan tersebut adalah masih banyaknya barang dan jasa yang dikecualikan dari pungutan PPN. Setidaknya terdapat 4 kelompok barang dan 17 kelompok jasa yang dikecualikan dari pungutan PPN.

Selain itu, pemerintah juga memberikan banyak fasilitas PPN dibebaskan dan tidak dipungut. Lalu, masih ada faktor lain seperti tarif yang di bawah rata-rata dunia sebesar 15,4% dan rezim tarif tunggal yang kurang mengakomodasi keadilan.

"Banyaknya fasilitas PPN [dibebaskan dan tidak dipungut] menyebabkan distorsi dan terjadinya ketimpangan kontribusi sektor usaha pada PDB dan PPN dalam negeri," sebut Kemenkeu. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

07 Juli 2021 | 23:14 WIB

pemberian fasilitas PPN dibebaskan dan tidak dipungut memang harus dilakukan penyesuaian dan pengkajian lebih lanjut agar barang atau jasa yang saat ini sudah tidak lagi relevan dapat dijadikan objek dalam PPN

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 29 Maret 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jumlah Pemudik Melonjak Tahun ini, Jokowi Minta Warga Mudik Lebih Awal

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Pengangkutan Pupuk

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Beli Rumah Sangat Mewah di KEK Pariwisata Bebas PPh, Perlu SKB?

Jumat, 29 Maret 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jumlah Pemudik Melonjak Tahun ini, Jokowi Minta Warga Mudik Lebih Awal

Jumat, 29 Maret 2024 | 14:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perubahan Kode KLU Wajib Pajak Bisa Online, Begini Caranya

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi