Ilustrasi. Foto: DJBC
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan dalam Laporan Belanja Perpajakan 2023 mencatat belanja perpajakan untuk fasilitas kepabeanan relatif kecil, bahkan beberapa masih tertulis Rp0.
Direktur Fasilitas Kepabeanan DJBC Padmoyo Tri Wikanto mengakui pemanfaatan fasilitas kepabeanan memang relatif kecil dan tidak sebesar fasilitas pajak. Meski demikian, beberapa pengguna jasa tercatat telah memanfaatkan fasilitas kepabeanan yang tersedia.
"Memang skalanya kecil, [karena] kan pemberian fasilitas enggak cuma yang besar-besar saja. Bukan tidak ada [yang memanfaatkan]," katanya, dikutip pada Jumat (27/12/2024).
Padmoyo mengatakan pemerintah memberikan fasilitas kepabeanan untuk berbagai tujuan mulai dari meningkatkan daya saing investasi, mendorong ekspor, penanganan bencana alam, pelestarian lingkungan, hingga mendukung masyarakat disabilitas.
Berbagai fasilitas kepabeanan tersebut telah dimanfaatkan para pengguna jasa yang membutuhkan. Meski demikian, nilai pemanfaatan beberapa fasilitas kepabeanan ini tidak terlalu besar.
Dia menjelaskan DJBC siap memberikan kemudahan dan asistensi kepada pengguna jasa yang berminat memanfaatkan fasilitas kepabeanan. Saat ini, DJBC bahkan rutin memberikan fasilitas kepabeanan kepada beberapa yayasan pemberdayaan disabilitas ketika melakukan impor barang.
"Yang rutin [diberikan fasilitas kepabeanan] ada. Kalau ribet, enggaklah," ujarnya.
Pada Laporan Belanja Perpajakan 2023 yang dipublikasikan oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF), tercatat belanja perpajakan pada tahun lalu diestimasi senilai Rp362,5 triliun. Dari angka tersebut, Rp21,4 triliun adalah estimasi belanja perpajakan untuk bea masuk dan cukai.
Pada laporan ini diperinci belanja perpajakan untuk setiap jenis fasilitas kepabeanan yang diberikan. Dalam satuan miliar rupiah, terdapat beberapa fasilitas yang estimasi belanja perpajakannya masih Rp0.
Beberapa di antaranya yakni fasilitas bea masuk dibebaskan atas buku ilmu pengetahuan; fasilitas bea masuk dan cukai dibebaskan atas impor barang kiriman hadiah/hibah untuk kepentingan penanggulangan bencana alam; bea masuk tidak dipungut atas impor barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum, serta barang untuk konservasi alam; serta bea masuk dan cukai dibebaskan atas impor barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya.
Setelahnya, ada pembebasan bea masuk bibit atau benih untuk pengembangan pertanian, peternakan, dan perikanan; pembebasan bea masuk hasil laut; dan bea masuk bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan bahan penjenisan jaringan yang pemanfaatannya diestimasi masih Rp0. Selain itu, bea masuk dibebaskan atas impor peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan juga Rp0, walaupun sempat tertulis nilai belanja perpajakannya Rp1 miliar pada 2020.
Padmoyo kemudian menyampaikan nilai pembebasan bea masuk berdasarkan Pasal 25 dan Pasal 26 UU Kepabeanan yang dicatat oleh DJBC pada 2023 senilai Rp7,89 triliun. Pembebasan bea masuk yang terbesar adalah untuk skema fasilitas penanaman modal senilai Rp4,4 triliun, disusul keperluan pertahanan dan keamanan Rp1,85 triliun serta kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) pembebasan Rp1,32 triliun.
Sementara itu, pembebasan bea masuk untuk tujuan pendidikan, dukungan untuk kelompok disabilitas, dan pelestarian lingkungan tercatat masih tergolong kecil. Misal, pembebasan bea masuk untuk skema fasilitas keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain yang semacam itu hanya sekitar Rp400 juta; keperluan khusus tunanetra dan penyandang cacat Rp20 juta; serta pencegahan pencemaran lingkungan Rp100 juta.
Adapun nilai insentif kepabeanan yang memang masih Rp0 yakni pembebasan bea masuk bibit atau benih untuk pengembangan pertanian, peternakan, dan perikanan; pembebasan bea masuk hasil laut; dan bea masuk bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan bahan penjenisan jaringan. (sap)