KEBIJAKAN PAJAK

Tak Ada Dikotomi antara Ditunjang dan Ditanggung, Sama-sama Objek PPh

Muhamad Wildan
Rabu, 10 Januari 2024 | 12.00 WIB
Tak Ada Dikotomi antara Ditunjang dan Ditanggung, Sama-sama Objek PPh

Ilustrasi. Gedung Ditjen Pajak.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) kembali menegaskan tidak ada dikotomi antara pajak ditanggung ataupun ditunjang pemberi kerja seiring dengan berlakunya ketentuan penghasilan dalam bentuk natura dan kenikmatan sebagai objek pajak.

Penyuluh Ahli Madya DJP Dian Anggraeni mengatakan pajak ditanggung pemberi kerja merupakan kenikmatan. Untuk itu, pajak ditanggung ataupun ditunjang pemberi kerja masuk ke dalam komponen penghasilan bruto dan harus dipotong PPh Pasal 21 berdasarkan PMK 168/2023.

"Dulu kenikmatan bukan objek. Ketika menjadi objek, dia menjadi penambah jumlah bruto. Sifatnya menjadi objek PPh Pasal 21. Jadi, tidak ada bedanya. Mau dia ditunjang, mau dia ditanggung, itu objek PPh Pasal 21," katanya, dikutip pada Rabu (10/1/2024).

Dengan demikian, berapapun jumlah pajak yang ditanggung ataupun yang ditunjang oleh pemberi kerja maka fasilitas pajak ditanggung atau pajak ditunjang itu secara langsung menambah penghasilan bruto pegawai.

"Kalau mix bagaimana? Kalau mix berarti kan pemberi kerja menanggung flat setiap bulan. Sisanya pegawai yang menanggung. Yang ditanggung pemberi kerja itulah yang akan menambah komponen brutonya pegawai dan menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21," ujar Dian.

Berikut contoh penghitungan PPh Pasal 21:
Tuan G (TK/0) bekerja di PT T dan menerima gaji senilai Rp51.827.997 pada Agustus 2024. PT T memiliki kebijakan untuk menanggung seluruh PPh Pasal 21 pegawainya.

Fasilitas PPh Pasal 21 ditanggung PT T dikategorikan sebagai kenikmatan bagi Tuan G. Dengan demikian, fasilitas tersebut adalah objek pajak dan harus dipotong PPh Pasal 21.

Dalam hal besaran penghasilan bruto yang diterima oleh Tuan G dihitung sepenuhnya secara gross up, penghasilan bruto Tuan G yang menjadi dasar pengenaan PPh Pasal 21 adalah senilai Rp65.605.059.

Mengingat Tuan G berstatus TK/0, PPh Pasal 21 atas penghasilan Tuan G pada Agustus 2024 dihitung menggunakan tabel tarif efektif bulanan kategori A. Sesuai tabel tersebut, penghasilan bruto bulanan senilai Rp65.605.059 dipotong PPh Pasal 21 sebesar 21%.

Pemotongan PPh Pasal 21 pada Agustus 2024 adalah 21% x Rp65.605.059 = Rp13.777.062.

Contoh lainnya:
Tuan H (K/2) bekerja di PT S dan menerima gaji senilai Rp6,5 juta dan tunjangan pajak senilai Rp300.000 pada Juli 2024. Tunjangan pajak yang diberikan kepada pegawai merupakan bagian dari penghasilan pegawai.

Dengan demikian, jumlah penghasilan bruto yang menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 21 pada Juli 2024 adalah senilai Rp6,8 juta.

Dengan status PTKP K/2 dan penghasilan bruto senilai Rp6,8 juta, PPh Pasal 21 atas penghasilan Tuan H dihitung menggunakan tabel tarif efektif kategori B. Adapun tarif efektif kategori B untuk penghasilan bruto Rp6,8 juta adalah sebesar 0,5%.

PPh Pasal 21 yang dipotong atas penghasilan bruto Tuan H pada Juli 2024 adalah 0,5% x Rp6.800.000 = Rp340.000. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.