MENGHADAPI COVID-19 DENGAN PAJAK DAERAH (1)

Studi: Relaksasi Pajak Daerah Tidak Dilakukan Secara Masif dan Merata

DDTC Fiscal Research and Advisory
Sabtu, 02 Mei 2020 | 11.00 WIB
ddtc-loaderStudi: Relaksasi Pajak Daerah Tidak Dilakukan Secara Masif dan Merata

Instrumen pajak menjadi alat yang cukup populer dipakai negara-negara dalam memitigasi dampak Covid-19, tak terkecuali Indonesia. Bahkan, Indonesia terbilang progresif ketimbang langkah yang diambil oleh negara lain. 

Menariknya, instrumen pajak di Indonesia tak hanya dilakukan pemerintah pusat saja, tetapi dilakukan juga banyak pemerintah daerah. Lantas seperti apa relaksasi pajak dari pemerintah daerah?  

Untuk menjawab hal itu, DDTC Fiscal Research melakukan studi berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari berbagai laman Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan media hingga 30 April 2020. Artikel ini merupakan seri pertama dari hasil studi tersebut.

Pola Umum
TERDAPAT tiga temuan penting mengenai respons pemerintah daerah dalam menghadapi dampak covid-19 melalui instrumen pajak. Pertama, relaksasi pajak daerah tidak dilakukan secara masif dan merata. 

Dari 34 provinsi, relaksasi pajak hanya dilakukan pada 20 provinsi saja (58%). Sedangkan, dari sekitar 514 kabupaten/kota hanya 71 pemerintah kabupaten/kota yang mengambil langkah relaksasi (14%).

Rendahnya respons tersebut diperkirakan akibat sebagian besar pemerintah daerah masih memfokuskan diri pada upaya social distancing, sektor kesehatan, serta menitikberatkan pada spending adjustment.

Namun, ini juga mengindikasikan pajak daerah selama ini belum dipungut secara optimal. Artinya, dengan atau tanpa relaksasi, derajat pemungutan pajak daerah relatif tidak banyak berubah dan tidak terlalu berpengaruh bagi masyarakat secara umum.

Kedua, tidak terdapat hubungan yang jelas mengenai kasus Covid-19 dengan relaksasi pajak yang dilakukan. Pasalnya, sebaran pemberian relaksasi pajak daerah tidak selaras dengan sebaran kasus covid-19. Sebagai informasi, status per tanggal 30 April, kasus covid-19 telah tersebar di 22 provinsi dan 310 kabupaten/kota (covid19.go.id).

Namun, pemerintah daerah yang melakukan relaksasi pajak secara umum terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatera. Penerapan PSBB di daerah juga tak berarti dilanjuti dengan relaksasi pajak. Respons pajak justru banyak diterapkan oleh daerah yang tidak menerapkan PSBB.

Ketiga, tren pemerintah daerah yang menggunakan instrumen pajak diperkirakan akan meningkat seiring dengan durasi dan kedalaman dampak pandemi. Hal ini didorong oleh tiga hal antara lain geliat ekonomi daerah kuartal II/2020 mulai terganggu. Kemudian, adanya proses bargaining dari masyarakat dan para pelaku usaha di daerah yang meminta adanya relaksasi pajak. Lalu adanya efek domino dari kebijakan serupa di daerah tetangga. 

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Dr. Bambang Prasetia
baru saja
sebaiknya Kemenkeu keluarin - mll PP agar pemda juga kasih incentive u pajak2 Daerah ttt...contoh PBB dan Retribusi lainnya..supaya seragam..