Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan memberikan sinyal untuk mulai mengurangi pemberian insentif pajak secara bertahap seiring dengan pulihnya geliat perekonomian.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemberian relaksasi atau insentif pajak akan selalu menyesuaikan dengan kondisi perekonomian. Dia memperkirakan ekonomi tahun depan akan makin membaik sehingga pemberian insentif pajak secara bertahap dikurangi.
"Kami harap kalau momentum pemulihan makin baik dan kondisi industri baik, masyarakat makin bagus maka insentif secara bertahap mungkin akan mulai di-phase out," katanya, dikutip pada Jumat (27/8/2021).
Sri Mulyani menuturkan pemerintah memberikan berbagai insentif pajak sebagai bagian dari program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Jenis insentif yang diberikan pun disesuaikan dengan dinamika ekonomi dan kebutuhan dunia usaha.
Saat ini, insentif pajak yang diberikan meliputi PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), PPh final UMKM DTP, pembebasan PPh Pasal 22 impor, pembebasan bea masuk, diskon angsuran PPh Pasal 25, penurunan tarif PPh badan, restitusi PPN dipercepat, serta PPN DTP atas sewa toko.
Lebih lanjut, insentif PPh pasal 22 impor, diskon angsuran PPh Pasal 25, dan restitusi dipercepat PPN diperpanjang pemerintah hingga Desember 2021. Insentif yang diperpanjang tersebut diberikan untuk ribuan klasifikasi lapangan usaha (KLU) dari berbagai sektor.
Pemerintah juga memperpanjang insentif PPh Pasal 21 DTP dan PPh final UMKM DTP yang berlaku untuk semua sektor usaha. Sementara itu, pada insentif PPN sewa unit di mal berlaku selama 3 bulan yakni sejak masa pajak Agustus hingga Oktober 2021.
Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif untuk mendorong konsumsi kelas menengah antara lain insentif PPnBM DTP untuk mobil dan PPN DTP untuk rumah.
Sri Mulyani menambahkan pemerintah masih berfokus untuk menangani pandemi Covid-19 dan memulihkan perekonomian nasional tahun ini. Namun, pemerintah akan terus mengkaji kebutuhan insentif pajak pada tahun depan.
Menurutnya, pemerintah akan mengelola APBN 2022 secara adaptif dan fleksibel terhadap dinamika perekonomian yang akan terjadi pada tahun depan.
"Ini semuanya nanti kami lihat, di-drive oleh data dan evidence. Yang kami ingin yakinkan, pemulihan harus cukup strong dan bertahan, baru kami akan lihat bagaimana menyikapi dengan policy," ujarnya.
Saat ini, pemerintah mengalokasikan anggaran program PEN pada RAPBN 2022 senilai Rp321,2 triliun, atau turun 56,9% dari pagu tahun ini yang mencapai Rp744,75 triliun.
Dalam rapat bersama Badan Anggaran DPR, dana PEN tersebut belum memuat pos anggaran untuk klaster insentif dunia usaha. Anggaran baru dialokasikan untuk untuk bidang kesehatan Rp77,05 triliun, perlindungan sosial Rp126,54 triliun, program prioritas Rp90,04 triliun, serta dukungan UMKM dan korporasi Rp27,48 triliun. (rig)