Ilustrasi. Warga menggunakan gawai untuk berbelanja secara daring di salah satu situs belanja media sosial di Bogor, Jawa Barat, Kamis (21/9/2023). Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan bakal menata ulang regulasi praktik bisnis social commerce untuk perlindungan kepada produk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/rwa.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop-UKM), dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyepakati untuk merevisi Peraturan Menteri Perdagangan No. 50/2020.
Menteri Dalam Negeri Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50/2020 dilakukan untuk menindaklanjuti perkembangan social commerce dalam beberapa waktu terakhir.
"Pertama, social commerce hanya boleh memfasilitasi promosi barang dan jasa. Tidak boleh transaksi langsung, bayar langsung, tidak boleh lagi," katanya, Senin (25/9/2023).
Kedua, platform social commerce dengan media sosial harus dipisah dan memiliki algoritma yang terpisah pula. Menurut Zulhas, pemisahan ini diperlukan guna mencegah penggunaan data pribadi untuk kepentingan bisnis.
Ketiga, revisi atas Permendag 50/2020 juga akan memuat positive list yang berisi daftar barang yang boleh diimpor melalui social commerce. Hal ini diperlukan untuk melindungi produk unggulan dalam negeri.
"Misalnya batik, di sini banyak yah impornya," ujar Zulhas.
Keempat, produk impor lewat social commerce bakal mendapatkan perlakuan yang sama dengan produk yang dijual di dalam negeri. Sebagai contoh, produk kecantikan harus dikategorikan aman oleh BPOM sebagaimana yang berlaku atas produk dalam negeri.
Kelima, pengelola platform social commerce tidak boleh bertindak sebagai produsen. Keenam, barang yang diimpor lewat social commerce harus memiliki nilai minimal US$100.
Lebih lanjut, Zulhas menekankan revisi atas Permendag 50/2020 berlaku atas semua platform social commerce dan bukan hanya TikTok Shop.
"Kalau ada yang melanggar, tentu ada surat saya ke Kemenkominfo untuk memperingatkan, lalu ditutup. Kita tidak pakai merek, siapa saja," tutur Zulhas. (rig)