Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti saat memberikan paparan.
JAKARTA, DDTCNews - Badan Pusat Statistik (BPS) mengeklaim inflasi yang rendah dalam beberapa bulan terakhir bukan disebabkan oleh rendahnya daya beli masyarakat.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mencontohkan deflasi yang dalam pada Februari 2025 lebih disebabkan oleh cost-push factor, bukan karena adanya tekanan pada daya beli masyarakat.
"Cost-push factor itu bisa ditentukan oleh kebijakan harga dari pemerintah, bisa karena faktor suplai yang terbatas, atau karena ada gangguan rantai pasokan seperti logistik dan sebagainya," katanya, dikutip pada Selasa (22/4/2025).
Salah satu kebijakan yang berkontribusi besar terhadap deflasi pada Februari 2025 ialah diskon listrik sebesar 50% yang diberikan oleh pemerintah untuk pelanggan listrik 2.200 VA pada Januari dan Februari 2025.
Akibat kebijakan itu, deflasi tarif listrik Februari 2025 mencapai 46,45%. Deflasi pada komponen harga diatur pemerintah juga mencapai 9,02%.
"Kebijakan harga pemerintah diterima oleh konsumen pada saat membayar listrik dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan sebelumnya. Ini terekam sebagai deflasi. Untuk itu, kita tidak bisa menerjemahkan deflasi identik dengan penurunan daya beli," ujar Amalia.
Sebagai informasi, Indonesia mencatatkan deflasi sebesar 0,09% secara tahunan (year on year/yoy) pada Februari 2025. Sebelumnya, deflasi terakhir kali terjadi pada Maret 2020.
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) kala itu menyebut deflasi disebabkan oleh tekanan pada komponen harga diatur pemerintah (administered price).
Meski deflasi pada komponen administered price mencapai 9,02%, komponen inti masih mencatatkan inflasi sebesar 2,48% akibat kenaikan harga emas, minyak goreng, kopi bubuk, dan nasi dengan lauk. (rig)
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?
Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel dan dapatkan berita pilihan langsung di genggaman Anda.
Ikuti sekarang! Klik tautan: link.ddtc.co.id/WACDDTCNews