Dirjen Pajak Suryo Utomo memaparkan materi dalam sebuah webinar. (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Reformasi PPN yang direncanakan masuk dalam revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) diharapkan dapat mengurangi distorsi dan memberikan keadilan.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pemerintah selama ini telah memberikan banyak fasilitas pajak pertambahan nilai (PPN). Fasilitas-fasilitas tersebut perlu dievaluasi dan diubah karena selama ini justru memunculkan distorsi.
“Kita ingin mendefinisikan ulang dengan tidak meninggalkan misi pemerintah untuk menjaga. Kita kurangkan distorsinya. Kita beri competitiveness advantage ketika orang melihat barang yang merupakan bahan baku," ujarnya, Rabu (16/6/2021).
Salah satu kebijakan yang disorot beberapa waktu terakhir adalah pengecualian PPN. Akibat dari kebijakan ini, ada pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sehingga pajak masukan tersebut harus diserap oleh pengusaha sebagai ongkos produksi.
"Konsekuensi dibebaskan dan tidak dikenakan adalah pajak masukannya tidak dapat dikreditkan, diserap menjadi harga ketika [konsumen] membeli barang dan jasa itu," imbuh Suryo.
Di sisi lain, pemerintah juga berupaya untuk meningkatkan penerimaan dengan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat. Dampak itu terutama ketika berkaitan dengan barang dan jasa tertentu yang sangat dibutuhkan sebagian besar masyarakat.
Oleh karena itu, opsi yang dipertimbangkan adalah perubahan kebijakan dengan menerapkan skema PPN multitarif. Dengan skema ini, pemerintah dimungkinkan untuk mengenakan tarif yang berbeda atas barang dan jasa tertentu.
Suryo mengatakan untuk kelompok barang dan jasa tertentu bisa dikenakan tarif lebih tinggi atau lebih rendah.
Melalui skema ini, pemerintah berencana untuk menciptakan fondasi sistem PPN yang mampu memberikan keadilan, meningkatkan daya saing, menjadi mesin penerimaan, serta mendukung perekonomian. (kaw)