Associate Director Center for Customs and Excise Studies Rob Preece saat memaparkan materi. (tangkapan layar Youtube Kanal Bea Cukai TV)
JAKARTA, DDTCNews – Beberapa negara Asean melakukan simplifikasi tarif cukai. Simplifikasi tidak hanya dilakukan terhadap tarif cukai hasil tembakau atau rokok.
Associate Director Center for Customs and Excise Studies Rob Preece mengatakan banyak negara menerapkan struktur tarif cukai berdasarkan tingkat bahaya suatu produk terhadap kesehatan atau lingkungan. Namun, sejumlah negara Asean berencana atau telah melakukan simplifikasi tarif.
“Simplifikasi ini bagus. Sistem cukai tembakau di Indonesia sangat rumit tapi masih lebih sederhana dibanding negara lain," katanya dalam webinar Bincang Cukai, Rabu (23/9/2020).
Rob mendukung upaya pemerintah Indonesia menyederhanakan tarif cukai rokok. Menurutnya, Myanmar dan Filipina saat ini telah mensimplifikasi tarif pada barang kena cukai rokok dan alkohol. Thailand, sambungnya, melakukan simplikasi tarif pada semua barang kena cukai.
Rob banyak menjelaskan praktik pengenaan cukai di Thailand. Menurutnya, Thailand merupakan negara dengan berbagai gebrakan mengenai kebijakan cukai. Saat ini, negara itu memberlakukan lebih dari 10 barang kena cukai, mulai dari alkohol, rokok, bahan bakar fosil, mobil, hingga layanan judi.
Thailand mengawali perombakan ketentuan cukai dengan mengubah 7 aturan hukum terkait dengan cukai menjadi satu undang-undang. Proses reformasi ketentuan cukai yang dilakukan tersebut memerlukan waktu 3 tahun.
Beberapa hal penting dalam reformasi kebijakan cukai di Thailand di antaranya penentuan tarif berdasarkan harga eceran, mengubah pajak mobil menjadi cukai emisi karbon, memperluas cukai pada minuman berpemanis, serta menghapus struktur pajak alkohol yang kompleks.
Demikian pula Filipina yang membuat langkah reformasi cukai meskipun diawali dengan sengketa di World Trade Organization (WTO). Sengketa terjadi lantaran penerapan cukai sebagai hambatan nontarif. Filipina akhirnya mereformasi cukai alkohol dan rokok serta menghapus hambatan nontarif.
"Seperti halnya Indonesia, mereka mengalokasikan lebih banyak penerimaan cukai untuk mendukung jaminan kesehatan masyarakat dan mendorong petani mengurangi produksi tembakaunya," ujarnya.
Rob mengatakan negara-negara Asean bisa menambah barang kena cukai yang berlaku di negaranya. Meski demikian, kebijakan ekstensifikasi cukai memerlukan kajian yang dalam, mulai dari definisi, catatan konsumsi, hingga elastisitas harga.
"Anda harus mengidentifikasi secara jernih kategori produk apa saja yang akan dikenakan cukai. Jika Anda bicara mengenai minuman nonalkohol, jenisnya macam-macam, ada soda, jus, es kopi, atau semua minuman berpemanis. Demikian pula pada plastik, harus jelas apa yang ingin Anda kenakan cukai," ujarnya. (kaw)