Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengubah ketentuan jaminan yang harus diserahkan untuk pengajuan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak. Perubahan ketentuan tersebut diatur dalam PMK 81/2024.
Perubahan paling mencolok adalah adanya syarat jaminan aset berwujud atas pengajuan pengangsuran/penundaan pembayaran utang pajak minimal senilai utang pajak untuk setiap permohonan.
“Wajib pajak memberikan jaminan aset berwujud, dengan kriteria ... minimal sebesar pajak yang masih harus dibayar atau kewajiban pelunasan yang diajukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak yang dibuktikan dengan dokumen yang menyatakan nilai dari aset tersebut,” bunyi Pasal 115 ayat (3) huruf c MK 81/2024, dikutip pada Jumat (13/12/2024).
Syarat tersebut berlaku untuk permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Pasal 97 ayat (3) dan kewajiban pelunasan berdasarkan Pasal 98 ayat (1) PMK 81/2024.
Adapun Pasal 97 ayat (3) PMK 81/2024 mengacu pada pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Tagihan pajak ini harusnya dilunasi maksimal 1 bulan sejak tanggal diterimanya STP PBB oleh wajib pajak.
Sementara itu, Pasal 98 ayat (1) PMK 81/2024 mengacu pada kewajiban pelunasan pajak berdasarkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), SKPKB Tambahan (SKPKBT).
Selain itu, Pasal 98 ayat (1) PMK 81/2024 mengacu pada kewajiban pelunasan pajak berdasarkan surat keputusan keberatan, surat keputusan pembetulan, surat keputusan persetujuan bersama, putusan banding, serta putusan peninjauan kembali.
Berdasarkan ketentuan, STP, SKPKB, SKPKBT, dan surat keputusan, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah seharusnya wajib dilunasi dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.
Namun, dalam kondisi tertentu, wajib pajak bisa mengajukan permohonan pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak. Kondisi tertentu itu adalah apabila wajib pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya sehingga tidak mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya.
Untuk dapat mengajukan permohonan penganguran/penundaan pembayaran utang pajak tersebut, wajib pajak di antaranya harus menyerahkan jaminan. Sebelumnya, berdasarkan PMK 242/2014 s.t.d.d PMK 18/2021, otoritas tidak mensyaratkan besaran nilai jaminan yang harus diserahkan.
Kini berdasarkan PMK 81/2024, jaminan yang diserahkan wajib pajak dalam rangka permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak yang masih harus dibayar atau kewajiban pelunasan pajak, harus memenuhi 3 kriteria.
Pertama, minimal senilai pajak yang masih harus dibayar atau kewajiban pelunasan yang diajukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak yang dibuktikan dengan dokumen yang menyatakan nilai dari aset tersebut.
Kedua, merupakan milik penanggung pajak pemohon yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan atas aset berwujud tersebut. Ketiga, tidak sedang dijadikan jaminan atas utang. Adapun untuk syarat kedua dan ketiga sudah sempat diatur dalam PMK 242/2014 s.t.d.d PMK 18/2021.
Ketentuan penyerahan jaminan juga menjadi salah satu syarat dalam pengajuan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak penghasilan (PPh) Pasal 29. Namun, untuk permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran PPh Pasal 29 tidak mensyaratkan nilai jaminan yang perlu diserahkan. (sap)