RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Penentuan Tarif Bea Keluar dan Harga Ekspor CPO

Hamida Amri Safarina
Jumat, 08 Januari 2021 | 19.06 WIB
Sengketa Penentuan Tarif Bea Keluar dan Harga Ekspor CPO

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai penentuan tarif bea keluar dan harga ekspor crude palm oil (CPO).

Sebagai informasi, wajib pajak merupakan seorang eksportir CPO. Dalam kasus ini, sebelum melakukan kegiatan ekspor, Termohon PK mengajukan pemberitahuan ekspor barang (PEB) dengan No. 000409 pada 31 Januari 2011 dan perkiraan ekspornya pada 7 Februari 2011. Namun, ekspor CPO baru dilaksanakan pada 10 Februari 2011 karena adanya force majeure.

Otoritas kepabeanan menilai wajib pajak seharusnya mengajukan PEB yang baru ketika ekspor CPO tidak sesuai dengan tanggal perkiraan yang telah ditentukan. Dengan adanya PEB yang baru, bea keluar harus dihitung ulang berdasarkan tarif dan harga ekspor yang berlaku pada saat PEB baru tersebut didaftarkan. Selanjutnya, wajib pajak menetapkan harga ekspor untuk penghitungan bea keluar ekspor CPO dengan tarif 25% dan harga CPO US$1.194/MT.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan kegiatan ekpor CPO yang melebihi tanggal perkiraan seharusnya tidak mengubah penghitungan bea keluar. Menurut wajib pajak, bea keluar dihitung berdasarkan tarif sebesar 20% dan harga ekspor CPO saat itu ialah USD 1.112/MT.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menyatakan menolak permohonan PK yang diajukan wajib pajak sekaligus membatalkan putusan Pengadilan Pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi lama Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak menyatakan keberatan atas penetapan otoritas kepabeanan sehingga mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi kurang bayar bea keluar oleh otoritas pajak dikarenakan ekspor CPO tidak sesuai tanggal perkiraan tidak dapat dibenarkan.

Jika kegiatan ekspor yang dilakukan melebihi tanggal perkiraan maka wajib pajak hanya perlu melakukan pembetulan tanggal perkiraan ekspor saja. Berdasarkan pada Pasal 8 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 (PMK 214/2008), ketika ekspor tidak sesuai tanggal perkiraan, konsekuensinya ialah wajib pajak tidak diberikan pelayanan ekspor.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 39508/PP/M.XVII/19/2012 tangggal 30 Juli 2012, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 14 November 2012.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah penetapan kembali perhitungan bea keluar atas barang yang diekspor wajib pajak berupa CPO dengan tarif sebesar 25% sehingga bea keluar menjadi kurang bayar tidak dapat dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Perlu dipahami bahwa dalam perkara ini, Termohon PK bermaksud melakukan ekspor CPO.

Sebelum ekspor, Termohon PK mengajukan PEB dengan No. 000409 pada 31 Januari 2011 dan tanggal perkiraan ekspornya ialah 7 Februari 2011. Namun, ekspor CPO baru dilaksanakan tanggal 10 Februari 2011.

Merujuk pada Pasal 8 ayat (1) huruf c PMK 214/2008, apabila ekspor CPO melebihi perkiraan waktu yang ditentukan, seharusnya Termohon PK melakukan pembatalan PEB dan mengajukan PEB yang baru.

Kemudian, bea keluar harus dihitung ulang berdasarkan tarif dan harga ekspor yang berlaku pada saat PEB baru tersebut didaftarkan. Besaran bea keluar untuk PEB dengan No. 000409 tertanggal 31 Januari 2011 hanya berlaku jika CPO diekspor pada tanggal perkiraan ekspor yang telah ditentukan.

Selanjutnya, untuk menghitung ulang bea keluar, Pemohon PK menetapkan tarifnya sebesar 25% dan harga CPO nya ialah US$1.194/MT. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, Pemohon PK menyatakan bea keluar yang telah dibayarkan Termohon kurang bayar. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK sudah benar dan dapat dipertahankan.

Termohon PK tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK menyatakan realisasi ekspor yang dilakukan melebihi tanggal perkiraan disebabkan adanya faktor ketidaksengajaan dan di luar kendali (force majeure). Keterlambatan dalam ekspor CPO tersebut dikarenakan adanya antrean yang lama untuk sandarnya kapal pengangkut CPO, akhirnya kedatangan kapal juga tidak tepat waktu.

Jika Termohon PK diharuskan melakukan pembatalan dan pengajuan PEB baru maka proses ekspor CPO menjadi semakin lama dan tidak efisien. Selain itu, mekanisme pembatalan dan pengajuan PEB yang baru akan mengganggu cash flow Termohon PK.

Kegiatan ekpor CPO yang melebihi tanggal perkiraan seharusnya tidak mengubah penghitungan bea keluar yang harus dibayarkan. Termohon PK berpendapat dalam perhitungan bea keluar berdasarkan tarif sebesar 20% dan harga ekspor CPO saat itu ialah US$1.112/MT.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sehingga bea keluar yang harus dibayar menjadi nihil sudah tepat.

Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung dalam memutus sengketa sebagai berikut. Pertama, penetapan perhitungan bea keluar atas barang yang diekspor Termohon PK berupa CPO dengan tarif sebesar 25% yang menyebabkan bea keluar menjadi kurang bayar tidak dapat dibenarkan.

Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak dalam persidangan, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan dalil-dalil dan bukti-bukti yang telah diungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, Termohon PK telah melakukan prosedur ekspor CPO dengan benar. Perhitungan bea keluar yang menjadi beban Termohon PK juga dapat dipertahankan. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan pertimbangan di atas, pendapat Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.