Berita Pajak Sepekan, periode 31 Januari 2022 - 4 Februari 2022.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) melakukan pemeriksaan bukti permulaan (bukper) terhadap 1.237 wajib pajak sepanjang 2021. Angka ini termuat dalam rilis terbaru oleh otoritas mengenai data kinerja penegakan hukum pada tahun lalu. Artikel terkait informasi ini menjadi yang terpopuler sepanjang pekan ini, 31 Januari hingga 4 Februari 2022.
Dikutip dari keterangan resmi DJP, sebanyak 93 berkas perkara sudah dinyatakan lengkap oleh jaksa penuntut umum (P-21) sepanjang tahun lalu. DJP juga mencatat ada 454 wajib pajak yang melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sesuai dengan Pasal 8 ayat (3) UU KUP. Nilai pokok pajak dan sanksi yang dibayar oleh 454 wajib pajak tersebut mencapai Rp1,49 triliun.
DJP juga merekam ada 5.110 wajib pajak yang melakukan pembetulan atau pembayaran hasil kolaborasi penegakan hukum. Nilai pajak yang dibayar mencapai Rp1,61 triliun.
Pada akhir 2021, DJP juga mencatat ada 10 kasus yang dilakukan penghentian penyidikan sesuai dengan Pasal 44B UU KUP. Nilai pajak yang dibayar beserta sanksinya tercatat Rp24,15 miliar. Lalu, DJP melakukan kegiatan sita aset sebanyak 46 kali sepanjang 2021. Nilai aset yang disita mencapai Rp1,06 triliun.
Artikel lengkapnya, baca Sebanyak 1.237 Wajib Pajak Kena Pemeriksaan Bukper DJP.
Isu terpopuler selanjutnya berkaitan dengan ketentuan baru soal surat setoran pajak yang diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Per-22/PJ/2021. Dalam aturan yang sudah berlaku sejak 13 Desember 2021 ini, DJP menambah kode akun pajak dan kode jenis setoran pajak.
Penambahan kode akun pajak dan kode jenis setoran pajak disesuaikan dengan perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Kebijakan ini dilakukan untuk mewujudkan tertib administrasi dalam pembayaran dan penyetoran pajak.
Berbagai perkembangan yang dimaksud salah satunya menyangkut pembayaran atau penyetoran dalam program pengungkapan sukarela wajib pajak (PPS). Ketentuan ini juga dipertegas dalam PMK 196/2021.
Selain itu, perkembangan peraturan yang lainnya juga menyangkut pengenaan sanksi administratif atas Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Unifikasi dan SPT bagi instansi pemerintah. Kemudian, ada pula pengenaan pajak atas penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Artikel lengkap terkait hal ini, baca Peraturan Baru, DJP Ubah Ketentuan Soal Surat Setoran Pajak.
Selain 2 berita di atas, masih ada banyak artikel DDTCNews yang juga mendapat sorotan dari pembaca. Berikut adalah 5 berita DDTCNews terpopuler dalam sepekan terakhir yang sayang untuk dilewatkan:
1. Kasus Covid-19 Naik, Pengadilan Pajak Gelar Sidang Online
Sekretariat Pengadilan Pajak mengumumkan pelaksanaan persidangan akan diselenggarakan secara daring (online) mulai dari tanggal 7 Februari 2022 sampai dengan 18 Februari 2022.
Keputusan tersebut diambil Sekretariat Pengadilan Pajak seiring dengan meningkatnya kasus pandemi Covid-19 dan status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 2 di DKI Jakarta yang diperpanjang.
Untuk diketahui, persidangan secara daring di pengadilan pajak sudah diatur pada Keputusan Ketua Pengadilan Pajak No. KEP-016/PP/2020 yang sudah ditetapkan sejak Mei 2020.
Keputusan ini disusun dengan mempertimbangkan dua payung hukum, yaitu UU 14/2002 tentang Pengadilan Pajak dan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) 1/2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik.
Bagaimana pandangan Ketua Pengadilan pajak terkait penerapan pengadilan online? Yuk, klik tautan judul di atas untuk informasi lengkapnya.
2. DJP Ingatkan Karyawan, Insentif PPh Pasal 21 DTP Tak Dilanjutkan
Pemerintah memutuskan untuk tidak melanjutkan pemberian insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) kepada karyawan pada tahun ini.
DJP melalui media sosial Twitter juga turut menjelaskan kebijakan tersebut. Penjelasan itu merujuk PMK 3/2022 yang mengatur perpanjangan 3 jenis insentif pajak pada 2022, tetapi tidak termasuk PPh Pasal 21 DTP.
"Insentif PPh Pasal 21 DTP tidak diperpanjang. Untuk saat ini, yang mendapat insentif hanya jenis pajak sesuai dengan ketentuan PMK-3/PMK.03/2022," bunyi cuitan akun @kring_pajak.
PMK 3/2022 mengatur terdapat 3 insentif pajak yang dilanjutkan hingga Juni 2022. Insentif tersebut meliputi pembebasan PPh Pasal 22 impor, pengurangan angsuran 50% PPh Pasal 25, dan PPh final DTP atas jasa konstruksi atas Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI).
DJP menjelaskan insentif PPh Pasal 21 DTP tidak lagi diberikan karena UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) telah memberikan insentif tersendiri melalui perubahan bracket PPh orang pribadi, dari yang sebelumnya diatur dalam UU PPh.
3. Ini Pentingnya Pendekatan Ex-Ante dalam Dokumentasi Transfer Pricing
Wajib pajak perlu menerapkan pendekatan ex-ante sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 213/2016 dalam merancang dokumentasi transfer pricing.
Partner of Transfer Pricing Services DDTC Romi Irawan mengatakan terdapat beberapa keuntungan yang bisa diperoleh wajib pajak bila pendekatan ex-ante diterapkan dengan benar dan berkelanjutan.
"Ex-ante yang ideal, yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada, yang sesuai dengan roh prinsip itu kata kuncinya adalah sebuah proses yang berkelanjutan. Bukan effort kita ketika akhir tahun saja, tapi memang di-maintain sepanjang tahun atau sepanjang periode transaksi itu dilakukan," ujar Romi pada Grand Opening of DDTC Surabaya Office and Launching New Publications of DDTC.
Romi mengatakan terdapat banyak nilai tambah yang didapatkan oleh wajib pajak berkat pendekatan ex-ante ketimbang pendekatan ex-post, khususnya di tengah pandemi Covid-19.
Di tengah pandemi, banyak wajib pajak yang menghadapi masalah ketersediaan data pembanding ketika sedang mempersiapkan dokumentasi transfer pricing. Ketika sedang membuat dokumentasi transfer pricing, terdapat potensi data pembanding yang ada belum bisa memberikan informasi sepanjang periode pandemi.
Melalui pendekatan ex-ante, imbuh Romi, wajib pajak dapat dengan mudah mengidentifikasi dampak dari pandemi terhadap penentuan harga dan perubahan-perubahan yang diperlukan.
4. WP UMKM, DJP Ingatkan Lagi Soal Penggunaan Fitur Pencatatan di M-Pajak
Melalui media sosial, DJP kembali mengingatkan wajib pajak mengenai penggunaan fitur pencatatan UMKM.
Dengan fitur yang tersedia pada aplikasi M-Pajak itu dimaksudkan untuk memudahkan wajib pajak UMKM. Selain mencatat omzet secara rutin, wajib pajak dapat menggunakan fitur ini untuk menghitung pajak terutang.
“Bagi #KawanPajak pelaku UMKM, kini aplikasi M-Pajak memiliki fitur pencatatan untuk memudahkan penghitungan pajak bagi #KawanPajak UMKM,” tulis DJP dalam sebuah unggahannya di Instagram.
Seperti apa penggunaan fitur pencatatan UMKM pada aplikasi M-Pajak? Klik tautan pada judul di atas untuk artikel lengkapnya.
5. Perpanjang Insentif PPh Pasal 25, WP Harus Sampaikan Pemberitahuan
Kementerian Keuangan menyebut wajib pajak yang ingin memanfaatkan insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50% seperti diatur dalam PMK 3/2022 harus menyampaikan pemberitahuan.
Merujuk pada Pasal 4 PMK 3/2022, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 hanya berlaku pada wajib pajak yang memiliki kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) tertentu. Lalu, wajib pajak bersangkutan diharuskan menyampaikan kembali pemberitahuan pemanfaatan insentif.
"Wajib pajak menyampaikan pemberitahuan kepada kepala KPP tempat wajib pajak terdaftar melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id, untuk memanfaatkan insentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25," bunyi Pasal 4 ayat (3) PMK 3/2022.
PMK 3/2022 juga telah memuat lampiran formulir pemberitahuan pemanfaatan insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25.
Nanti, Kepala kantor pelayanan pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar menerbitkan surat pemberitahuan berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 apabila wajib pajak memenuhi kriteria atau tidak berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 jika wajib pajak tidak memenuhi kriteria.
6. Debat Pajak: Kendaraan Bekas Bukan Objek BBNKB, Beri Komentar dan Rebut Hadiahnya!
DDTCNews kembali menggelar Debat Pajak. Kali ini isu yang diangkat terkait kendaraan bermotor bekas yang tidak lagi jadi objek bea balik nama kendaraan bermotor BBNKB. Ketentuan baru ini sudah diatur dalam UU HKPD.
Lantas, bagaimana menurut Anda? Apakah Anda setuju penyerahan atas kendaraan bermotor kedua dan seterusnya dikecualikan dari BBNKB? Berikan pendapat Anda dalam kolom komentar.
Sebanyak 2 pembaca DDTCNews yang memberikan pendapat pada kolom komentar artikel ini dan telah menjawab beberapa pertanyaan dalam survei akan berkesempatan terpilih untuk mendapatkan uang tunai senilai total Rp1 juta (masing-masing pemenang Rp500.000).
Penilaian akan diberikan atas komentar dan jawaban yang masuk sampai dengan Selasa, 22 Februari 2022 pukul 15.00 WIB. Pengumuman pemenang akan disampaikan pada Jumat, 25 Februari 2022. (sap)