Pertanyaan:
PERKENALKAN, saya Malik. Saya memiliki perseroan perorangan yang bergerak di bidang furnitur. Perseroan perorangan saya baru berdiri pada 2021 dan saat ini memiliki omzet sekitar Rp300 juta per tahun.
Saya ingin bertanya bagaimana cara pemenuhan kewajiban pajak penghasilan (PPh) untuk perseroan perorangan yang saya jalani? Selain itu, apakah batasan tidak dikenakan pajak atas peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta juga berlaku bagi perseroan perorangan milik saya? Mohon penjelasannya. Terima kasih.
Malik, Jakarta.
Jawaban:
TERIMA kasih atas pertanyaaannya, Bapak Malik. Pada dasarnya, perseroan perorangan merupakan perseroan terbatas (PT) yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil (UKM). Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah No. 8 tentang Modal Dasar Perseroan serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria Untuk Usaha Mikro dan Kecil (PP 8/2021).
Pasal 2 ayat (1) PP 8/2021 berbunyi:
“(1) Perseroan yang memenuhi kriteria untuk usaha mikro dan kecil terdiri atas:
Sebagai bagian dari perseroan, dalam ketentuan pajak, perseroan perorangan merupakan subjek pajak badan meskipun hanya didirikan oleh satu orang. Ketentuan ini sebagaimana ditegaskan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. 20/PJ/2022 tentang Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengenaan Pajak Penghasilan Bagi Perseroan Perorangan (SE-20/2022).
Pada angka 2 huruf a SE-20/2022 menyatakan:
“a. Wajib Pajak Perseroan Perorangan merupakan subjek pajak badan.”
Lebih lanjut, SE-20/2022 juga memuat perlakuan PPh atas penghasilan yang diterima oleh perseroan perorangan. Secara garis besar, bagi wajib pajak yang memiliki peredaran usaha di bawah Rp4,8 miliar dapat menghitung PPh terutang sesuai Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (PP 23/2018).
Berdasarkan pada PP 23/2018, PPh terutang dihitung menggunakan tarif final 0,5% dari peredaran bruto. Batasan peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta yang tidak dikenai PPh final berdasarkan PP 23/2018 diatur dalam Pasal 7 ayat (2a) Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang berbunyi:
“(2a) Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak.”
Namun, perlu digarisbawahi, ketentuan tersebut hanya berlaku untuk wajib pajak orang pribadi. Artinya, ketentuan ini tidak berlaku bagi perseroan perorangan yang merupakan wajib pajak badan. Hal ini sebagaimana ditegaskan pada angka 3 huruf e SE-20/2022.
“e. Memperhatikan angka 2 huruf a, maka Perseroan Perorangan tidak termasuk Wajib Pajak yang berhak untuk tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b.”
Demikian jawaban kami. Semoga membantu.
Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected].