KONSULTASI PAJAK

Di Luar 18 Industri Pionir, Dapatkah Sektor Lain Peroleh Tax Holiday?

Redaksi DDTCNews
Selasa, 16 Juli 2019 | 15.02 WIB
ddtc-loaderDi Luar 18 Industri Pionir, Dapatkah Sektor Lain Peroleh Tax Holiday?
DDTC Fiscal Research

Pertanyaan:

SAAT ini pemerintah telah memberikan fasilitas tax holiday untuk mendorong investasi baru. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 150/PMK.10/2018, pemerintah memberikan fasilitas tersebut kepada 18 sektor yang dianggap sebagai industri pionir. Pertanyaan saya, apa kriteria perusahaan agar bisa dikategorikan sebagai industri pionir? Dalam hal ini, apakah investasi perusahaan saya yang berada di luar 18 sektor tersebut memiliki kemungkinan untuk memperoleh tax holiday? Mohon dapat dijelaskan.

Rheizka, Jakarta.

Jawaban:

TERIMA kasih Ibu Rheizka atas pertanyaannya. Pertama-tama perlu kita pahami bahwa rezim tax holiday yang saat ini berlaku di Indonesia mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 94 Tahun 2010 yang telah diubah dengan PP 45/2019, Undang-Undang (UU) Penanaman Modal, PMK 35/2018 dan PMK 150/2018.

Dalam ketentuan tersebut pengurangan dan pembebasan PPh badan bisa diperoleh selama mencakup sebagai industri pionir yaitu industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.

Untuk dapat memperoleh tax holiday, wajib pajak badan harus memenuhi kriteria berikut:

  1. merupakan industri pionir;
  2. berstatus sebagai badan hukum Indonesia;
  3. merupakan penanaman modal baru yang belum diterbitkan keputusan mengenai perrberian atau pemberitahuan mengenai penolakan pengurangan pajak penghasilan (PPh) badan;
  4. mempunyai nilai rencana penanaman modal baru minimal sebesar Rp100 miliar rupiah; dan
  5. memenuhi ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam PMK mengenai penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan PPh.

Dalam pelaksanaannya, apa yang dianggap sebagai industri pionir diatur oleh pemerintah dan merujuk kepada 18 sektor, yaitu:

  1. industri logam dasar hulu;
  2. industri pemurnian atau pengilangan minyak dan gas bumi;
  3. industri petrokimia berbasis migas dan batubara;
  4. industri kimia dasar organik bersumber hasil pertanian, perkebunan atau kehutanan;
  5. industri kimia dasar anorganik;
  6. industri bahan baku utama farmasi;
  7. industri pembuatan peralatan iradiasi, elektromedikal atau elektroterapi;
  8. industri pembuatan mesin dan komponen utama mesin;
  9. industri pembuatan komponen utama peralatan elektronika/telematika seperti semoconductor waferbacklight untuk Liquid Crystal Display (LCD),electrical driver atau display;
  10. industri pembuatan komponen robotik pendukung pembuatan mesin manufaktur;
  11. industri pembuatan komponen utama mesin pembangkit tenaga listrik;
  12. industri pembuatan kendaraan bermotor dan komponen utama kendaraan bermotor;
  13. industri pembuatan komponen utama kapal;
  14. industri pembuatan komponen utama kereta api;
  15. industri pembuatan komponen utama pesawat terbang, dan aktivitas penunjang dirgantara;
  16. industri pengolahan berbasis hasil pertanian, perkebunan atau kehutanan penghasil bubur kertas (pulp);
  17. infrastruktur ekonomi; dan
  18. ekonomi digital mencangkup aktivitas pengolahan data, hosting, dan kegiatan yang berhubungan dengan itu.

Namun demikian, dengan adanya daftar 18 industri pionir di atas tidak serta merta menutup kesempatan bagi sektor lain di luar daftar tersebut untuk mendapatkan insentif tax holiday. Sektor lainnya masih bisa memperoleh tax holiday selama mampu membuktikan bahwa sektornya memenuhi kriteria-kriteria di atas.

Hal ini bisa dilihat pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) PMK 150/2018 yang menyatakan:

Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk cakupan industri yang belum tercantum dalam cakupan Industri Pionir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf e, dan persyaratan dalam Pasal 3 ayat (6), serta Wajib Pajak dimaksud menyatakan bahwa industrinya merupakan Industri Pionir, terhadap permohonan dimaksud dilakukan pembahasan antarkementerian.”

Hingga saat ini belum ada penjelasan lebih lanjut mengenai dokumen kajian pembuktian dan apa-apa yang perlu didokumentasikan. Walau demikian, prosesnya perlu untuk dikomunikasikan dengan Kementerian Industri dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), serta pengajuannya nanti akan dilakukan melalui sistem Online Single Submission (OSS).

Kami menduga bahwa ini merujuk pada segala kajian dokumentasi tentang rencana investasi, meliputi nilai, sektor, teknologi, dan implikasi positifnya bagi perekonomian nasional seperti efek pengganda, penyerapan tenaga kerja, keterkaitan dengan sektor lain, dan sebagainya. Demikian jawaban kami. semoga membantu. (Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.