Seri Tax Control Framework (3)

Filosofi, Strategi Pajak, dan Tax Control Framework

Redaksi DDTCNews
Senin, 18 Mei 2020 | 14.51 WIB
ddtc-loaderFilosofi, Strategi Pajak, dan Tax Control Framework
DDTC Consulting

ISU-ISU perpajakan kini telah mendapat tempat khusus di ruang Dewan Direksi perusahaan dan menjadi bagian dari tata kelola perusahaan (Owens, 2008). Sebagai wakil perusahaan yang bertanggung jawab atas urusan-urusan pajak dalam perusahaan, persepsi Dewan Direksi terhadap pajak merefleksikan kebijakan tata kelola pajak di dalam perusahaan.

Erle (2008) menggunakan istilah tax philosophy untuk menggambarkan persepsi Dewan Direksi perusahaan terhadap pajak yang digunakan sebagai panduan dalam tata kelola pajak perusahaan.

Suatu perusahaan bisa saja memandang pajak sebagai pungutan sosial atau tanggung jawab perusahaan kepada masyarakat. Dari sudut pandang ini, arah tata kelola pajak dalam perusahaan cenderung berfokus pada isu-isu kepatuhan, seperti ketepatan waktu dalam pelaporan dan pembayaran pajak.

Suatu perusahaan mungkin saja melihat pajak sebagai biaya yang dapat ditekan seminimal mungkin sehingga dapat memaksimalkan keuntungan pemegang saham. Dalam hal ini, arah tata kelola pajak perusahaan cenderung untuk memberikan “nilai tambah” bagi perusahaan dengan melakukan perencanaan pajak.

Lebih jauh, suatu perusahaan bisa saja memandang pajak sebagai biaya yang harus ditekan serendah mungkin, meskipun itu diperoleh dengan berbagai skema perencanaan pajak yang cenderung agresif. Persepsi Dewan Direksi terhadap pajak dapat juga berada diantara berbagai sudut pandang tersebut. Intinya, persepsi Dewan Direksi perusahaan terhadap pajak menentukan bagaimana pajak dikelola di dalam perusahaan.

Menurut Erle (2008), strategi pajak berasal dari tax philosophy perusahaan dan harus selaras dengan strategi bisnis perusahaan. OECD (2016) menyatakan bahwa strategi pajak dalam Tax Control Framework (TCF) mencakup keseluruhan strategi pada level strategis hingga level operasional, termasuk tingkat toleransi risiko, pengambilan keputusan dalam perencanaan pajak, dan kebijakan pelaporan dan pembayaran pajak.

Pengungkapan strategi pajak oleh wajib pajak perusahaan ini telah diadopsi di Inggris (HMRC, 2016). Perusahaan atau grup perusahaan di Inggris dengan jumlah peredaran usaha tertentu wajib mengumumkan strategi pajaknya. Strategi pajak tersebut harus disetujui dan disahkan oleh Dewan Direksi perusahaan. Terdapat empat elemen strategi yang wajib diumumkan oleh perusahaan.

Pertama, bagaimana perusahaan melakukan pengelolaan risiko pajak. Hal ini berhubungan dengan bagaimana perusahaan mengidentifikasi dan memitigasi risiko, bagaimana kerangka tata kelola yang digunakan untuk mengelola risiko, tingkat pengawasan dan keterlibatan Dewan Direksi dalam kontrol risiko, dan deskripsi tentang peran, tanggung jawab, sistem, dan kontrol yang dimiliki untuk mengelola risiko pajak.

Dalam elemen strategi ini, perusahaan dapat menyatakan bahwa perusahaan secara proaktif mengelola, menelaah, dan melaporkan risiko pajak di internal perusahaan. Perusahaan juga dapat menyatakan bahwa perusahaan berupaya untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan mencegah sengketa pajak yang tidak perlu.

OECD (2016) menyatakan bahwa perusahaan dan otoritas pajak mungkin saja berbeda pendapat mengenai perlakuan pajak yang tepat atas suatu transaksi. Oleh karena itu, dalam elemen strategi pajak ini, perusahan dapat memuat penjelasan tentang posisi perusahaan dalam menghadapi ambiguitas peraturan perundang-undangan dan kemungkinan perbedaan dengan posisi otoritas pajak.

Selain itu, perusahaan juga dapat menyatakan bahwa departemen pajak selalu dilibatkan pada setiap tahapan, mulai dari perencanaan, implementasi, hingga dokumentasi atas transaksi-transaksi yang bersifat signifikan dan material, perubahan struktur usaha, dan perubahan proses bisnis.

Kedua, bagaimana sikap perusahaan terhadap perencanaan pajak. Hal ini berhubungan dengan kode etik yang dimiliki oleh perusahaan dalam melakukan perencanaan pajak, deskripsi tentang pendekatan perusahaan dalam perencanaan pajak, dan penjelasan mengenai penggunaan advis dari pihak eksternal.

Terkait elemen strategi ini, perusahaan dapat menyampaikan bahwa perencanaan pajak yang dilakukan perusahaan didorong sepenuhnya oleh pertimbangan komersial, dan selaras dengan dengan realita aktivitas bisnis komersil perusahaan, serta perusahaan tidak akan terlibat dalam skema transaksi dan struktur usaha yang tidak memiliki tujuan bisnis.

Selain itu, perusahaan juga dapat menyatakan bahwa keputusan terkait isu-isu perpajakan yang bersifat signifikan dan material didiskusikan dengan perusahaan induk atau grup perusahaan dalam rangka memastikan bahwa pendekatan perusahaan terhadap perencanaan pajak konsisten dengan kepentingan perusahaan induk atau grup perusahaan.

Perusahaan juga dapat menyatakan bahwa perusahaan menggunakan advis dari pihak ketiga jika menyangkut konsekuensi pajak atas transaksi-transaksi yang bersifat material atau signifikan, dan perusahaan tidak melakukan perencanaan pajak yang agresif, serta tidak mentolerir atau memfasilitasi tax evasion.

Ketiga, bagaimana toleransi risiko atau tingkat risiko yang dapat diterima perusahaan (risk appetite). Hal ini berkaitan dengan penjelasan perusahaan mengenai tingkat risiko yang dapat diambil perusahaan dalam menjalankan transaksi rutin dan non-rutin, dan bagaimana proses tata kelola di internal perusahaan untuk menjaga tingkat toleransi risiko tersebut.

Sebagai contoh, perusahaan mengemukakan bahwa perusahaan memiliki tingkat toleransi risiko yang rendah, dan dalam rangka mempertahankan tingkat risiko tersebut, perusahaan selalu berupaya untuk mengurangi potensi risiko dari permasalahan pajak yang signifikan dan material dengan memperoleh advis dari pihak profesional.

Selain itu, perusahaan dimungkinkan untuk tidak menyebutkan secara spesifik tingkat risiko yang diterimanya.  Contohnya, perusahaan dapat mengemukakan bahwa perusahaan menerima tingkat risiko yang konsisten dengan batas toleransi risiko dalam pengelolaan risiko di internal perusahaan atau grup perusahaan. Contoh lainnya, perusahaan dapat menyatakan bahwa perusahaan akan mengikuti prinsip “the more likely than not” dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan isu-isu perpajakan.

Keempat, bagaimana perusahaan mengelola hubungannya dengan otoritas pajak. Hal ini berhubungan dengan penjelasan tentang bagaimana perusahaan berkerjasama dengan otoritas pajak untuk memenuhi persyaratan dalam peraturan perundang-undangan, dan bagaimana perusahaan berkerja secara transparan dengan otoritas pajak dalam mengelola risiko-risiko pajak.

Dalam elemen strategi ini, perusahaan dapat menyatakan bahwa perusahaan membina hubungan kerjasama dengan otoritas pajak secara proaktif dan transparan, berpartisipasi dalam setiap proses konsultasi formal dengan otoritas pajak terkait isu-isu pajak yang berdampak material pada perusahaan, dan berperan aktif dalam memengaruhi desain kebijakan dan peraturan perpajakan melalui keikutsertaan dalam asosiasi industri atau usaha.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.