ASSOCIATE PARTNER OF DDTC CONSULTING GANDA CHRISTIAN TOBING:

‘Dispute Litigator Harus Punya Daya Pikir Kreatif saat Tangani Kasus’

Redaksi DDTCNews
Selasa, 06 Agustus 2024 | 10.50 WIB
ddtc-loader‘Dispute Litigator Harus Punya Daya Pikir Kreatif saat Tangani Kasus’

SEORANG dispute litigator perlu andal dalam menyajikan pembuktian. Tak cuma itu, seiring dengan regulasi yang cepat berubah, profesional pada bidang litigasi pajak juga harus pandai menginterpretasikan peraturan perundang-undangan.

Karenanya, 'jangan berhenti belajar' menjadi resep utama yang harus diramu oleh seorang profesional di bidang litigasi pajak. Prinsip ini diamini oleh Ganda Christian Tobing, pakar litigasi pajak sekaligus Associate Partner of DDTC Consulting. Menurutnya, litigasi pajak sangat lekat dengan kemampuan analisis masalah yang kuat dan cermat.

Kepakaran Ganda di bidang litigasi pajak selama belasan tahun berhasil membawanya masuk ke dalam nominasi Tax Litigation & Disputes Practice Leader of the Year dalam ajang  International Tax Review (ITR) Asia-Pacific Tax Awards 2024. Simak ‘DDTC Masuk 12 Nominasi Penghargaan ITR Asia-Pacific Tax Awards 2024’.

Kepada DDTCNews, Ganda berbagi banyak hal mengenai perjalanan kariernya pada bidang litigasi pajak. Tak cuma itu, dirinya juga mengungkapkan tantangan-tantangan yang dihadapi ketika berprofesi sebagai tax dispute litigator. Seperti apa kisahnya? Berikut ini kutipan wawancaranya.

Nama Anda masuk dalam nominasi Tax Litigation & Disputes Practice Leader of the Year dalam ajang ITR Asia Pacific Tax Award 2024. Bagaimana Anda melihat pencapaian ini?

Saya melihatnya ini sebagai hasil kerja tim. Bukan saya saja. Mengapa begitu? Nama saya bisa muncul dalam daftar itu karena ada tim besar di belakang saya, yakni Divisi Consulting DDTC. Sesuai dengan kategorinya, pencapaian ini merupakan hasil praktik kami sebagai profesional di bidang tax litigation and dispute selama belasan tahun.

Awalnya kami semua merupakan orang-orang baru di dalam dunia perpajakan, khususnya bidang sengketa dan litigasi. Kemudian, kami belajar bersama-sama dan mengembangkan kemampuan praktis kami. Seiring berjalannya waktu, profesional yang sudah berpengalaman menularkan ilmunya ke anggota tim yang baru. Belajar lagi bareng-bareng. Hasilnya, ya ini.

Jadi, saya merasa pencapaian masuk ke dalam nominasi ITR Asia Pacific Tax Award 2024 merupakan hasil kerja tim. Saya adalah team leader-nya.

Nah, selain kerja tim, saya pikir apresiasi dari kolega dan klien juga punya andil. Dalam berprofesi di bidang sengketa dan litigasi perpajakan ini, kita dituntut untuk bisa kreatif. Kita dituntut untuk bisa terus mengembangkan sisi kreativitas kita dalam menangani setiap kasus.

Sebagai profesional DDTC, saya selalu menekankan kepada tim bahwa kita tidak boleh hanya terpaku pada peraturan perundang-undangan. Dalam menangani kasus, kita perlu kreatif dalam memberikan pembuktian.

Kerja kreatif dalam menyusun pembuktian ini bukan kerja sehari-dua hari. Idenya bisa saja dengan mudah didapat. Namun, praktiknya itu butuh jam terbang dan ketekunan untuk mau terus belajar.

Selain jam terbang, komitmen untuk terus belajar menjadi modal kuat dalam berprofesi di bidang litigasi pajak?

Jam terbang, di satu sisi tentu saja menjadi kunci. Namun, yang terpenting kita perlu mendengar dan menyerap banyak hal, baik yang disampaikan oleh pihak lawan di persidangan atau kolega. Semua ide itu memberikan umpan balik. Kemampuan kita untuk menyerap seluruh ide itulah yang menjadikan kita lebih kreatif dalam menyusun pembuktian.

Sebagai leader, Anda yang pada akhirnya memberikan arahan kepada tim. Bisa diceritakan bagaimana perjalanan Anda sebagai profesional DDTC sejak awal sampai dengan titik ini?

Betul. Perjalanan menjadi leader ini cukup panjang. Awal karier saya di DDTC dimulai sebagai consultant advisory. Titik awalnya adalah Januari 2010. Saat itu saya diberikan mandat untuk menjadi consultant advisory sebuah grup perusahaan yang bergerak di bidang logistik. Usaha yang dijalankan cukup besar, mulai dari perkapalan, forwarder, transportasi, hingga kontainer.

Pengalaman awal berkarier di kantor ini, saya mendapatkan banyak dukungan, termasuk dari founder kita, Pak Darussalam dan Pak Danny, serta Mas David yang saat ini menjabat managing partner.

Saya juga sempat men-support banding yang kuasa hukumnya pada saat itu adalah Bapak Darussalam langsung. Saya kemudian ditugaskan untuk menganalisis peraturan perpajakan dan melakukan pembuktian mengenai posisi kita. Kita perlu menjustifikasi mengapa posisi klaim kita benar sesuai dengan peraturan. Saya ingat betul, saat itu dalam menyusun pembuktian bagi perusahaan tekstil yang merupakan sengketa yang pertama kalinya saya tangani.

Perjalanan karier saya saat itu memang cukup berbeda jika dibandingkan dengan teman-teman lainnya yang lebih fokus pada tax compliance, pengisian SPT, dan lain sebagainya. Bisa dibilang, saya ini melompat ke dispute and litigation.

Lama-kelamaan, kasus demi kasus ditangani, saya sampai di titik ini. Saya kemudian berpikir, kok sepertinya ini passion saya ya. Passion saya di tax dispute and litigation. Rasa penasaran ketika menangani setiap kasus. Ini membuat saya akhirnya berkembang di sini.

Apa yang menjadikan Anda ‘klik’ dengan bidang tax dispute and litigation?

Ya itu tadi, rasa penasaran. Ketika handle sebuah kasus, saya berpikir harus punya argumen yang kuat. Wah, saya harus cari buktinya nih untuk bisa membantah pendapat lawan. Rasa penasaran itu yang mendorong saya akhirnya belajar. Tanya sana-sini, membaca buku, membaca peraturan, dan terutama membaca putusan pengadilan.

Saya membiasakan diri untuk mencari putusan pengadilan yang relevan. Bagaimana pendapat para pihak yang bisa menjadi basis ide kita? Bagaimana pertimbangan hukumnya? Bagaimana hakim menganalisis masing-masing pendapat?

Dan ternyata, ada kalanya pertimbangan oleh hakim menawarkan hal-hal baru bagi saya. Kemampuan kita dalam merekam dan mengolah setiap informasi baru menjadi krusial dalam profesi ini.

Apa tantangan terbesar yang Anda rasakan selama berkarier di bidang tax dispute and litigation?

Tantangannya adalah kita tidak pernah tahu arah dan jalan setiap kasus akan seperti apa, ke mana. Kadang kita tahu apa argumen yang perlu disusun. Jadi, yang perlu dilakukan adalah kita coba pagari setiap kasus yang kita tangani.

Bagaimana memagarinya? Kita harus mengetahui setiap aspek fakta dari kasus yang ditangani. Tidak cukup, kita juga perlu tahu setiap aspek regulasi, peraturan perundang-undangan yang relevan dengan kasus kita. Coba pagari kasusnya dengan dua hal itu dan bangun argumennya.

Tantangan selanjutnya apabila kita dihadapkan dengan lawan yang ternyata tidak kalah kreatif. Kita sudah memagari kasus kita, ternyata pihak lawan cukup kreatif mencari celah. Jadi, adu kreativitas dalam menyiapkan bukti dan mengolah data itulah yang menjadi tantangan terbesar.

Tantangan lainnya, bagaimana kita bisa menafsirkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Nah, dalam hal ini, jam terbang menjadi modal kuat dalam melihat perspektif lain dari setiap ketentuan.

Bersidang di pengadilan pajak itu membutuhkan kreativitas. Mungkin agak berlebihan kalau kita perlu ‘The Art of War’, tetapi ya begitulah situasinya di lapangan.

Adakah kasus sengketa pajak yang paling berkesan bagi Anda? Mungkin ada pelajaran yang bisa kita ambil dari sana?

Ada kasus yang dominan dengan pembuktian. Ada kasus yang dominan dengan interpretasi peraturan. Dan ada kasus yang campuran dari keduanya. Misalnya, menentukan jenis penghasilan. Dalam kasus seperti itu, kita perlu menelusuri nature of transaction-nya. Ada proses bisnis dan substansi ekonomi di dalamnya.

Jangan salah, kasus-kasus seperti itu bisa beririsan dengan bidang hukum lainnya. Misalnya, ketika kami menangani kasus PKPU atau pailit. Ada aspek perpajakan di sana. Namun, tentu kita tidak bisa berdiri sendiri dari sisi pajak. Kita perlu memahami aspek hukumnya sendiri.

Bagaimana cara pandang penyelesaian pembayaran utang? Bagaimana proposal perdamaian dalam PKPU? Apa konsekuensi perpajakannya bagi kreditur dan debitur ketika terdapat kreditur yang tidak setuju dengan proposal perdamaian?

Hal-hal itu menjadi tantangan bagi kami. Namun, seperti yang saya bilang tadi, justru tantangan ini menjadi pelajaran berharga untuk menghadapi kasus-kasus lain di masa depan. Itu menantang tapi sekaligus menarik.

Anda sepertinya selalu tertarik dengan kasus yang menyodorkan hal-hal baru di dalamnya …

Benar. Justru hal-hal ini menuntut kita berpikir kreatif. Kita perlu menginterpretasikan peraturan, perjanjian, hingga fakta-fakta yang tersaji di persidangan dan ditarik kesimpulan yang rasional. Kita juga perlu kreatif dalam menyajikan pembuktian.

Sebagai tax attorney, kita juga berhadapan dengan hakim. Artinya, ya kita perlu lebih tahu dari hakim. Jangan salah, hakim belum tentu tahu segalanya tentang klien kita. Karenanya, kita yang wajib tahu banyak hal.

Apakah pola pikir seperti itu juga Anda tanamkan kepada tim?

Tentu saya tularkan kepada tim. Dalam menghadapi kasus, mereka bisa belajar dari situ. Mereka tentu punya gaya yang berbeda dengan saya. Pengalaman praktiknya pun berbeda-beda. Namun, prinsipnya adalah kemauan untuk terus belajar.

Bagaimana Anda melihat tantangan DDTC Consulting ke depannya?

Perubahan regulasi yang cepat ini menjadi tantangan kita. Ketika kita menangani sebuah kasus, bisa jadi aturan yang itu 2 tahun lalu, 3 tahun lalu, atau bahkan 5 tahun lalu. Bisa jadi jalannya pemeriksaan sudah 2 tahun lalu. Jadi, kita banyak sekali bersentuhan dengan peraturan dan ketentuan lama.

Nah, tantangannya adalah peraturan yang berubah-ubah. Profesional DDTC perlu lincah dalam mengikuti perkembangan regulasi. Mereka perlu beradaptasi dengan cepat dalam menyiapkan argumentasi sesuai dengan ketentuan terkait.

SDM di bawah DDTC Consulting juga harus tertarik untuk berdiskusi. Apapun. Mereka harus bisa menyampaikan data tidak saja melalui lisan, tetapi melalui tulisan. Keunggulan DDTC adalah penyajian data dan dokumen secara tertulis. SDM kita unggul di situ, dan itu menjadi modal penting.

Bicara soal sistem pajak di Indonesia, bagaimana Anda melihatnya?

Pajak ini luas ya, multidisiplin ilmu. Bisa mencakup aspek hukum dan administrasi. Bicara soal kebijakan pajak itu tidak bisa dilihat dari sisi ekonomi semata, tetapi juga sisi keadilannya. Keadilan itu bukan semata-mata untuk kita, tetapi untuk semua masyarakat dari Sabang sampai Merauke.

Keadilan yang dicari bukan hanya keadilan secara ekonom substantif mengenai ability to pay, melainkan juga perlakuan yang sama. Bukan hanya mengenai perlakuan terhadap berapa jumlah penghasilan kena pajaknya, melainkan juga prosedur-prosedur perpajakan yang harus sama.

Acap kali yang kita temukan ketidakseragaman prosedur itu muncul pada tataran praktik. Ujung-ujungnya tergantung pada surat keputusan dari kantor pajak.

Kadang kala perlu ada trade off dalam kebijakan pajak ini. Tidak ada jawaban yang sederhana. Pajak yang rendah menghasilkan standar layanan publik yang rendah, dan sebaliknya. Kita tidak dapat memiliki layanan publik ala negara-negara Skandinavia tapi dengan pajak yang rendah.

Yang perlu diperhatikan, kebijakan pajak merupakan kontrak fiskal dan kontrak sosial antara pemerintah dan rakyat. Artinya, penyusunan kebijakannya pun perlu memperhatikan masukan rakyat. Hal ini yang sepertinya luput pada masa-masa kini. Check and balance dalam penyusunan kebijakan sangat penting.

Apakah hal itu berpengaruh terhadap sengketa dan litigasi pajak?

Cepatnya pembahasan sebuah undang-undang membuat kita seolah menggampangkan soal pajak. Hal-hal yang bersifat prinsipil bahkan diatur dalam aturan turunan, baik peraturan menteri keuangan (PMK) atau peraturan pemerintah (PP). Bahkan terkesan tidak ada kendali parlemen atas aturan turunan tersebut, dan delegasinya seolah-olah seperti blangko kosong kepada pemerintah.

Struktur penyelesaian sengketa juga perlu kita lihat. Apakah sistem sekarang sudah sesuai, yakni dengan dual level. Pertama di Pengadilan Pajak lalu Mahkamah Agung. Ataukah perlu ditambah layer baru antara Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung? Atau malah perlu layer baru di bawah Pengadilan Pajak?

Jumlah sengketa itu belasan ribu setiap tahun. Ditangani oleh hanya sekian hakim, tentunya bebannya sangat berat.

Bagaimana Anda melihat sistem penyelesaian sengketa pajak di Indonesia saat ini?

Mindset-nya perlu diubah ya, jangan sampai ketika wajib pajak dihadapkan dengan otoritas itu seperti pencuri versus polisi, atau tikus melawan kucing. Saya sadari mindset ini sudah terbentuk lama, tetapi ini perlu diubah.

Perlu dibangun kepercayaan antara otoritas dengan wajib pajak. Perlu ada tax control framework (TCF) yang matang agar pemeriksaan lebih menyasar kepada wajib pajak yang memang pantas diperiksa. Dengan begitu, angka sengketa bisa lebih ditekan. Membangun trust itu hal penting dan harus dibangun bersama.

Kita tengah berproses penyatuan satu atap, transisi pengelolaan Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan ke Mahkamah Agung. Apakah hal itu menjadi solusi atas tantangan di bidang litigasi?

Dalam menangani sengketa pajak, kita butuh pengadilan khusus dengan hakim-hakim yang punya keahlian khusus. Pihak yang berperkara pun kuasa hukumnya punya izin khusus. Kekhususan inilah yang tidak perlu dihilangkan ketika Pengadilan Pajak terintegrasi ke MA nanti.

Sebenarnya, penyatuan atap Pengadilan Pajak ke MA itu didasari kewenangan Kementerian Keuangan yang dominan. Penyatuan atap ini kan bertujuan meningkatkan independensi lembaga Pengadilan Pajak. Namun, apakah pemindahan Pengadilan Pajak ke MA merupakan jawaban dari tantangan untuk meminimalisir jumlah sengketa pajak? Belum tentu.

Upaya meminimalisir sengketa pajak itu merupakan kerja bersama antara eksekutif dan legislatif serta yudikatif. Kembali lagi ke penyusunan regulasi serta bagaimana Putusan-Putusan Pengadilan dapat mengontrol peraturan perundang-undangan atau mengontrol penyelesaian kasus serupa.

Ada pesan untuk junior-junior Anda yang ingin masuk ke bidang litigasi pajak?

Intinya, jangan berhenti belajar dan kembangkan diri dari praktik di lapangan. Seorang dispute litigator itu berkembang dari pengalaman. Pengalaman seperti apa? Pengalaman dalam menyajikan pembuktian dan mengintepretasikan regulasi.

Jangan cepat berpuas diri. Dispute litigator juga harus andal dalam berkomunikasi dengan klien dan kantor pajak. Jadi, bukan cuma pintar secara konsep hukumnya, tetapi juga pintar berkomunikasi. (sap)

Simak profil Ganda Christian Tobing di sini.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.