BERITA PAJAK HARI INI

Restitusi Pajak Melonjak, Sri Mulyani: Kami Ingin Menolong Perusahaan

Redaksi DDTCNews | Rabu, 23 Desember 2020 | 08:00 WIB
Restitusi Pajak Melonjak, Sri Mulyani: Kami Ingin Menolong Perusahaan

Ilustrasi. Gedung Kementerian Keuangan. (foto: Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan mencatat nilai restitusi pajak yang dicairkan oleh pemerintah hingga November 2020 tumbuh 19,2%. Topik ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (23/12/2020).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan restitusi pajak tumbuh signifikan sejak Agustus 2020. Hingga September 2020, pertumbuhan restitusi pajak tercatat 13,8%. Hingga Oktober 2020, pertumbuhannya kembali meningkat 16,3%.

"Ini karena kami ingin menolong perusahaan-perusahaan untuk likuiditasnya menjadi lebih baik maka dilakukanlah policy restitusi yang dipercepat," ujarnya.

Baca Juga:
PTKP Karyawati Kawin Bisa Ditambah jika Suami Tak Punya Penghasilan

Namun demikian, restitusi yang melonjak tersebut menyebabkan pertumbuhan penerimaan pajak secara neto mengalami tekanan. Hingga November 2020, penerimaan pajak secara neto mencapai Rp925,34 triliun, atau 77,2% dari target APBN 2020.

Selain restitusi pajak, ada pula bahasan terkait dengan realisasi pemanfaatan insentif dunia usaha yang baru mencapai Rp49,12 triliun hingga 14 Desember 2020 atau 41% dari pagu anggaran Rp120,61 triliun. Berikut ulasan berita selengkapnya.

BUMN Hambat Investasi Asing
Besarnya dominasi perusahaan pelat merah dinilai menjadi penyumbat kucuran modal asing atau foreign direct investment di Tanah Air. Sementara itu, UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja dinilai belum menjawab tantangan ini karena masih bersifat restriktif terhadap pemodal asing.

Baca Juga:
Rasio Defisit APBN 2025 Dirancang 2,45-2,8 Persen? Ini Kata Kepala BKF

Pengajar Ekonomi Universitas Diponegoro Wahyu Widodo mengatakan dominasi BUMN memang banyak mendapat sorotan, terutama terkait dengan investasi infrastruktur. Menurutnya, porsi yang terlalu besar dari BUMN menunjukkan indikasi inefisiensi ekonomi.

“Karena BUMN adalah milik pemerintah yang mungkin ada motif-motif yang tidak menunjukkan persaingan,” katanya.

Wahyu juga menilai permasalahan FDI bukan semata terkait dengan keberadaan BUMN, tetapi lebih dari itu. Persoalan fundamental sebenarnya adalah soal birokrasi dan regulasi yang mengganggu iklim investasi. (Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Parkir DHE SDA di Dalam Negeri, Kepatuhan Eksportir sudah 93-95 Persen

Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 menjadi kisaran minus 2,2% hingga minus 1,7%. Dua bulan lalu, pertumbuhan ekonomi tahun ini sempat diprediksi minus 1,7% hingga 0,6%.

Sri Mulyani mengatakan koreksi tersebut mempertimbangkan masih meningkatnya kasus Covid-19 dan belum pulihkan perekonomian nasional hingga saat ini. Menurutnya, tren serupa juga terjadi di negara lain, termasuk di regional Asia Tenggara.

"Kami di Kementerian Keuangan melakukan revisi proyeksi di minus 1,7% sampai minus 2,2%," katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (21/12/2020).

Baca Juga:
Naikkan Tax Ratio 2025, Kadin Harap Ekstensifikasi Pajak Digencarkan

Sri Mulyani mengatakan pandemi Covid-19 telah menyebabkan ketidakpastian global hingga saat ini. Beberapa lembaga dunia pun turut mengoreksi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020. (Kontan/DDTCNews)

Kemudahan Investasi
Pemerintah terus menggaungkan kemudahan investasi di daerah. Salah satunya fasilitas lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 197/PMK.07/2020 tentang perubahan kedua atas PMK No. 48/2019 mengenai pengelolaan dana alokasi khusus nonfisik.

Berdasarkan PMK 197/2020, Kemenkeu telah menetapkan DAK nonfisik jenis baru yakni Dana Fasilitasi Penanaman Modal guna memberikan dukungan dana yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan fasilitasi penanaman modal di daerah.

Baca Juga:
WP Grup Bakal Digabung dalam 1 KPP, Ini Kata Dirjen Pajak

Dana fasilitasi penanaman modal diberikan sebagai dana untuk mendukung pelaksanaan investasi di daerah. Adapun Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mendapatkan tugas untuk menghitung kebutuhan DAK nonfisik terbaru tersebut. (Kontan)

Wajib Pajak Non-Efektif
Penetapan dan pengaktifan kembali wajib pajak nonefektif (NE) dapat dilakukan melalui Kring Pajak.

Dalam pengumuman yang disampaikan Ditjen Pajak (DJP) dalam laman resminya, ketentuan tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan PER-04/PJ/2020. Penetapan dan pengaktifan kembali wajib pajak NE lewat Kring Pajak berlaku mulai 21 Desember 2020.

“Dapat dilakukan melalui Kring Pajak dengan menghubungi nomor telepon 1500200 atau melalui saluran live chat Kring Pajak pada situs web www.pajak.go.id,” demikian bunyi pengumuman yang disampaikan DJP. (DDTCNews)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Kamis, 25 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

RI Pasang Target Lebih Ambisius dalam Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Kamis, 25 April 2024 | 15:00 WIB KOTA TANGERANG SELATAN

BPHTB Kini Terutang Saat PPJB, Jadi Peluang Peningkatan Penerimaan

Kamis, 25 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

DJBC Bagikan Tip Terhindar Sanksi Saat Belanja Online dari Luar Negeri

Kamis, 25 April 2024 | 14:17 WIB KABUPATEN JOMBANG

Objek PBB-P2 Didata Ulang, Pemkab Hitung Pajak Terutang yang Akurat

Kamis, 25 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN II

Kanwil DJP Jakarta Selatan II Resmikan Tax Center STIH IBLAM

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PTKP Karyawati Kawin Bisa Ditambah jika Suami Tak Punya Penghasilan

Kamis, 25 April 2024 | 13:00 WIB KEANGGOTAAN OECD

OECD Rilis Roadmap Aksesi, Ada 8 Prinsip Pajak yang Perlu Diadopsi RI

Kamis, 25 April 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Badan Pakai Stempel Perusahaan yang Berbeda, SPT Tahunan Tetap Sah?