Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah hingga Oktober 2022 mencapai Rp7.496,7 triliun.
Laporan APBN Kita edisi November 2022 menyebut berdasarkan realisasi tersebut, rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 38,36%. Secara nominal, posisi utang pada akhir Oktober 2022 naik dibandingkan dengan akhir bulan sebelumnya yang senilai Rp7.420 triliun.
"Meskipun demikian, peningkatan tersebut masih dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal," bunyi laporan APBN Kita, dikutip pada Senin (28/11/2022).
Laporan tersebut menyatakan pemerintah berkomitmen terus mengelola utang dengan hati-hati. Pemerintah juga akan selalu mengacu kepada peraturan perundang-undangan dalam kerangka pelaksanaan APBN, yang direncanakan bersama DPR, disetujui dan dimonitor oleh DPR, serta diperiksa dan diaudit oleh BPK untuk menjaga akuntabilitas pengelolaan utang.
Berdasarkan jenisnya, utang pemerintah masih didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai Rp6.670,13 triliun atau 88,97% dari seluruh komposisi utang akhir Oktober 2022. Sementara berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik atau rupiah, yakni 70,54%.
Komposisi utang yang didominasi rupiah tersebut menjadi salah satu tameng pemerintah dalam menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri. Dengan strategi utang yang memprioritaskan penerbitan dalam mata uang rupiah, porsi utang dengan mata uang asing ke depan diperkirakan akan terus menurun dan risiko nilai tukar dapat makin terjaga.
Sementara itu, kepemilikan SBN saat ini didominasi oleh perbankan dan diikuti BI, sedangkan kepemilikan investor asing terus menurun sejak tahun 2019 yang mencapai 38,57% hingga akhir tahun 2021 tercatat 19,05%, dan per 14 Oktober 2022 mencapai 14%.
Hal tersebut menjadi bentuk konsistensi upaya pemerintah mencapai kemandirian pembiayaan dan didukung likuiditas domestik yang cukup.
"Meski demikian, dampak normalisasi kebijakan moneter terhadap pasar SBN tetap masih perlu diwaspadai," bunyi laporan tersebut. (sap)