BERITA PAJAK HARI INI

PKP Kini Bisa Upload 1.000 Faktur dalam 1 File XML, DJP Beri Imbauan

Redaksi DDTCNews
Rabu, 15 Januari 2025 | 08.30 WIB
PKP Kini Bisa Upload 1.000 Faktur dalam 1 File XML, DJP Beri Imbauan

JAKARTA, DDTCNews – Pengusaha kena pajak (PKP) kini dapat mengunggah 1.000 faktur pajak dalam 1 file extensible markup language (XML). Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (15/1/2025).

Sebelumnya, PKP hanya bisa mengunggah (upload) 100 faktur pajak dalam 1 file XML pada aplikasi Coretax DJP. Kondisi tersebut juga sempat dikeluhkan oleh wajib pajak melalui media sosial.

"Terkait pembuatan faktur pajak yang disampaikan dalam bentuk XML sudah bisa sampai 1.000 faktur pajak," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Dwi Astuti.

Merujuk pada keterangan tertulis DJP, pengunggahan 1.000 faktur pajak per file XML bisa dilakukan secara mandiri melalui menu e-Faktur pada aplikasi coretax ataupun melalui penyedia jasa aplikasi perpajakan (PJAP).

Meski demikian, DJP mengimbau para PKP untuk menandatangani faktur pajak secara bertahap. Sebagai informasi, coretax memungkinkan PKP untuk membuat faktur pajak satu per satu melalui skema key-in ataupun secara sekaligus dengan mengunggah file XML.

"Penandatanganan faktur pajak (signing) telah diperbaiki dan disarankan untuk proses penandatangan dilakukan secara bertahap, 500 lembar faktur pajak per upload," tulis DJP.

Hingga 12 Januari 2025, DJP mencatat 159.735 wajib pajak sudah memiliki kode otorisasi DJP. Kode ini diperlukan untuk menandatangani faktur pajak. Dari jumlah tersebut, sebanyak 49.988 PKP telah berhasil membuat dan menerbitkan faktur pajak melalui coretax.

Kemudian, DJP juga mencatat sebanyak 1,51 juta faktur pajak sudah dibuat oleh PKP melalui coretax. Namun demikian, hanya 564.675 faktur pajak yang berhasil diterbitkan.

Selain topik faktur pajak, ada pula ulasan mengenai usulan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang meminta masa transisi ketentuan faktur pajak diperpanjang. Ada juga bahasan mengenai upaya pemerintah mengejar potensi pajak dari orang-orang kaya melalui coretax.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Tak Ada Nama/Alamat di Cetakan FP Coretax, DJP Tidak Kenakan Sanksi

Masih terkait dengan faktur pajak, DJP menegaskan tidak akan mengenakan sanksi atas kesalahan-kesalahan dalam pembuatan faktur pajak yang timbul akibat kendala pada coretax.

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan secara umum ada 2 kesalahan yang menimbulkan sanksi terkait dengan faktur pajak, yakni karena terlambat atau tidak membuat faktur pajak atau karena kesalahan dalam membuat faktur pajak.

"Misalnya, sudah dibuat [faktur pajak] tetapi nama penjualnya tidak muncul. Itu menjadi pertanyaan. Itu akan ada relaksasi. Kami akan memetakan terus," katanya. (DDTCNews)

Kemendag Minta Relaksasi soal Pemungutan PPN untuk BUMN Pangan

Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk merelaksasi ketentuan pemungutan PPN, khusus untuk BUMN sektor pangan.

Kemendag menilai penunjukkan BUMN pangan sebagai pemungut PPN atau wajib pungut (wapu) berpotensi menekan kemampuan BUMN pangan dalam menstabilkan harga minyak goreng melalui distribusi MinyaKita.

"Kami di Kemendag telah mengirimkan surat ke Kemenkeu untuk memohonkan relaksasi kewajiban wapu BUMN pangan," kata Staf Ahli Bidang Manajemen dan Tata Kelola Kemendag Iqbal Sofwan. (DDTCNews)

Apindo Minta Perpanjangan Masa Transisi Faktur Pajak

Implementasi sistem coretax masih menghadapi berbagai kendala sejak resmi berlaku dua pekan lalu. Pelaku usaha pun meminta pemerintah untuk memperpanjang masa transisi dan melonggarkan sanksi keterlambatan penyetoran faktur pajak sampai sistem dipastikan benar-benar sudah siap.

Wakil Ketua Umum APINDO Sanny Iskandar berharap pemerintah bisa memperpanjang masa transisi dari awalnya 3 bulan menjadi 6 bulan, sampai sistem perpajakan benar-benar sudah matang dan siap diterapkan.

“Bahkan kalau bisa 1 tahun. Sebab, ini perubahan sistem yang masif. Selain infrastruktur digital perlu dibenahi pemerintah, perusahaan juga butuh waktu menyiapkan sistem dan SDM untuk mengelola sistem yang baru ini,” katanya. (Kompas)

Tanggapan Luhut soal Implementasi Coretax yang Terkendala

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan memandang coretax merupakan langkah strategis pemerintah untuk mempercepat transformasi ekonomi nasional melalui digitalisasi sistem pajak.

Meski masih ditemukan kendala teknis oleh wajib pajak selama periode awal implementasi coretax, Luhut menegaskan perbaikan terus dilakukan. Dia juga mendorong DJP mengoptimalkan kinerja layanan bantuan (helpdesk) bagi wajib pajak selama masa transisi coretax.

“Meskipun masih dalam tahap transisi, saya yakin sistem ini lambat laun akan berjalan dengan baik. Saya juga mendorong keberlanjutan layanan bantuan (helpdesk) selama masa implementasi awal ini agar tantangan yang dihadapi dapat segera diatasi,” katanya. (DDTCNews)

Crazy Rich Makin Sulit Berkelit dari Pajak

Coretax kini menjadi alat pemerintah untuk menyisir penerimaan, termasuk wajib pajak super kaya. Melalui coretax, DJP lebih leluasa mengintip data wajib pajak sehingga bisa menyigi data, baik data penghasilan utama maupun penghasilan tambahan mereka.

Selama ini, setoran pajak orang kaya tak sebanding dengan potensi semestinya. DJP mencatat besaran PPh yang disetorkan crazy rich Indonesia ke kas negara hanya Rp18,5 triliun hingga Agustus 2024 atau 1,54% dari total penerimaan Rp1,196,54 triliun.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan tak ada perlakuan khusus terhadap wajib pajak tersebut. Namun, DJP akan menitikberatkan edukasi, pelayanan, serta pengawasan dan penegakan hukum kepada wajib pajak berpenghasilan di atas Rp5 miliar per tahun. (Kontan)

BMAD atas Produk Canai Lantaian dari 7 Negara Ini Diperpanjang

Pemerintah memperpanjang pengenaan bea masuk antidumping (BMAD) terhadap produk canai lantaian dari besi atau baja bukan paduan asal China, India, Rusia, Kazakhstan, Belarusia, Taiwan, dan Thailand.

Perpanjangan didasarkan pada hasil penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Dalam PMK 103/2024, disebutkan bahwa penelitian KADI menunjukkan masih terdapat praktik dumping atas produk canai lantaian dari besi atau baja bukan paduan.

"Hasil penyelidikan KADI telah membuktikan praktik dumping atas impor produk canai lantaian dari besi atau baja bukan paduan…, sehingga pengenaan bea masuk antidumping perlu dilakukan," bunyi salah satu pertimbangan PMK 103/2024. (DDTCNews)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.