UU HPP

Pajak Karbon Gunakan Skema Tarif Minimal, Begini Penjelasannya

Redaksi DDTCNews | Jumat, 08 Oktober 2021 | 15:00 WIB
Pajak Karbon Gunakan Skema Tarif Minimal, Begini Penjelasannya

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara.

JAKARTA, DDTCNews - Tarif pajak karbon yang diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) merupakan tarif dasar. Besaran tarif tersebut masih terbuka untuk dilakukan penyesuaian.

Wakil Menkeu Suahasil Nazara mengungkapkan pemerintah menetapkan tarif dasar pajak karbon sebesar Rp30 per kg CO2 ekuivalen. Dia menyatakan beban tarif tersebut tidak bersifat statis dan dapat diubah sesuai kondisi pasar karbon yang berlaku.

"Tarif dalam UU tersebut adalah minimal, jadi paling rendah Rp30 per kg CO2e. Artinya tarif ini bisa disesuaikan dan memang harus disesuaikan," katanya dalam konferensi UU HPP dikutip pada Jumat (8/10/2021).

Baca Juga:
Ingat, Pakai e-Bupot 21/26 Tidak Butuh Installer Lagi Seperti e-SPT

Suahasil menjelaskan skema pajak karbon tidak berdiri sendiri sebagai instrumen kebijakan fiskal untuk menurunkan tingkat emisi. Pungutan pajak karbon melengkapi penerapan cap & trade dalam perdagangan karbon.

Oleh karena itu, penerapan pajak karbon memerlukan dukungan infrastruktur untuk menciptakan pasar karbon dan menetapkan besaran beban pajak yang harus dibayar pelaku usaha. Kemenkeu bekerja sama dengan K/L terkait dalam penyiapan infrastruktur pasar dan pajak karbon.

Salah satu aspek yang harus dipersiapkan pada sisi infrastruktur adalah alat registrasi sektor ekonomi yang masuk dalam pasar karbon. Selanjutnya, alat yang juga dibutuhkan berkaitan dengan monitoring, reporting, and verification (MRV) dalam penerapan pajak karbon.

Baca Juga:
Diskon PPh Badan 50% Bisa Dimanfaatkan WP Badan Tanpa Lewat Permohonan

"Ini memang memerlukan seperangkat infrastruktur sebagai kelengkapan yang harus ada terlebih dahulu. Harus ada registry dan MRV. Ini mulai dipersiapkan dengan KLHK dengan mengedepankan prinsip keadilan dan keterjangkauan," terangnya.

Pajak karbon muncul dalam UU HPP sebagai jenis pungutan baru. Tujuannya, mengurangi emisi dan mengubah perilaku kegiatan produksi agar lebih ramah lingkungan. Pajak karbon efektif berlaku pada 1 April 2022 dan dikenakan terhadap badan usaha yang bergerak di bidang pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

Terkait dengan penerapan pajak karbon, DDTCNews mengadakan debat berhadiah uang tunai senilai total Rp1 juta (masing-masing pemenang Rp500.000). Sampaikan pendapat Anda paling lambat Senin, 11 Oktober 2021 pukul 15.00 WIB pada artikel ‘Setuju dengan Pajak Karbon? Sampaikan Pendapat Anda, Rebut Hadiahnya!’. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 25 April 2024 | 15:45 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ingat, Pakai e-Bupot 21/26 Tidak Butuh Installer Lagi Seperti e-SPT

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Tak Setor PPN Rp605 Juta, Direktur CV Diserahkan ke Kejaksaan

BERITA PILIHAN
Kamis, 25 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Tak Lagi Temukan Menu Sertel di e-Nofa, Perpanjangan Harus di KPP

Kamis, 25 April 2024 | 15:45 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ingat, Pakai e-Bupot 21/26 Tidak Butuh Installer Lagi Seperti e-SPT

Kamis, 25 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

RI Pasang Target Lebih Ambisius dalam Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Kamis, 25 April 2024 | 15:00 WIB KOTA TANGERANG SELATAN

BPHTB Kini Terutang Saat PPJB, Jadi Peluang Peningkatan Penerimaan

Kamis, 25 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

DJBC Bagikan Tip Terhindar Sanksi Saat Belanja Online dari Luar Negeri

Kamis, 25 April 2024 | 14:17 WIB KABUPATEN JOMBANG

Objek PBB-P2 Didata Ulang, Pemkab Hitung Pajak Terutang yang Akurat

Kamis, 25 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN II

Kanwil DJP Jakarta Selatan II Resmikan Tax Center STIH IBLAM