Penyuluh Pajak Ahli Pertama Ditjen Pajak (DJP) Elfi Rahmi (kanan) dan Pelaksana Subdit Penyuluhan Direktorat P2Humas DJP Reza Meiladi dalam Taxlive bertajuk Perseroan Perorangan, Bagaimana Pajaknya?, Kamis (29/9/2022).
JAKARTA, DDTCNews – Perseroan perorangan tak dapat memanfaatkan ketentuan omzet hingga Rp500 juta tidak kena pajak.
Penyuluh Pajak Ahli Pertama Ditjen Pajak (DJP) Elfi Rahmi mengatakan perseroran perorangan dikategorikan sebagai subjek pajak badan. Sementara itu, ketentuan omzet hingga Rp500 juta tidak kena pajak hanya berlaku untuk wajib pajak orang pribadi UMKM.
“Kembali lagi pada definisi dalam UU HPP dijelaskan bahwa batasan [omzet hingga] Rp500 juta [tidak kena pajak] tersebut hanya berlaku untuk orang pribadi,” kata Elfi dalam Taxlive bertajuk Perseroan Perorangan, Bagaimana Pajaknya?, Kamis (29/9/2022).
Dengan UU Cipta Kerja, definisi perseroan terbatas diperluas, yakni termasuk badan hukum perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil. Sesuai dengan PP 8/2021, perseroan perorangan yang didirikan oleh 1 orang sebagai bagian dari perseroan yang memenuhi kriteria untuk usaha mikro dan kecil.
Dalam kesempatan tersebut, Elfi juga mengingatkan terdapat 4 jenis subjek pajak, yaitu orang pribadi, badan, warisan yang belum terbagi, dan bentuk usaha tetap. Ketentuan pemajakan perseroan perorangan dipersamakan dengan wajib pajak badan.
Seperti ketentuan pada umumnya, wajib pajak badan harus melakukan pendaftaran, penyetoran, dan pelaporan pajak. Saat ini, ketiga hal tersebut dapat dilakukan secara online melalui laman DJP (pajak.go.id).
Elfi menyampaikan perseroan perorangan dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bersamaan dengan saat melakukan pengajuan sertifikat izin pendirian kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumhan).
“Di sana [website kemenkumhan] juga dapat langsung mendaftarkan NPWP. Jadi, menggunakan satu website yang sama bisa sekaligus mendaftarkan [NPWP],” tegas Elfi Rahmi. (Fauzara/kaw)