LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2021

Mengoptimalkan Peran Pajak untuk Kurangi Kemiskinan dan Ketimpangan

Redaksi DDTCNews | Rabu, 18 Agustus 2021 | 16:52 WIB
Mengoptimalkan Peran Pajak untuk Kurangi Kemiskinan dan Ketimpangan

Mohamad Komarudin,
Tangerang, Banten

MENGHAPUS kemiskinan dan mengurangi ketimpangan adalah bagian dari tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs) yang ingin dicapai pemerintah pada 2030.

Selama hampir satu dekade terakhir, pemerintah berhasil mengurangi angka kemiskinan. Berdasarkan pada data Badan Pusat Statistik (BPS), pemerintah berhasil menurunkan angka kemiskinan dari 12,49% pada Maret 2011 menjadi 9,22% pada September 2019.

Tingkat ketimpangan pengeluaran masyarakat juga mengalami penurunan. Tren gini ratio, yang menunjukan ketimpangan pengeluaran, turun dari 0,413 pada Maret 2013 menjadi 0,380 pada September 2019.

Namun, sejak pandemi Covid-19 terjadi, tingkat kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran masyarakat kembali meningkat. Angka kemiskinan meningkat menjadi 9,78% pada Maret 2020, bahkan ke level double digit 10,19% pada September 2020 dan 10,14% pada Maret 2021.

Begitu juga dengan ketimpangan pengeluaran. Gini ratio kembali meningkat menjadi 0,381 dan 0,385 pada Maret 2020 dan September 2020. Adapun pada Maret 2021, gini ratio berkurang 0,001 poin menjadi 0,384.

Kondisi tersebut akibat terpukulnya sektor informal. Berdasarkan pada hasil survei dalam Laporan Indonesia Spotlight Agustus 2020 yang melibatkan 586 pekerja informal, sebanyak 86% responden terdampak covid-19 dan mengalami pengurangan penghasilan. Sektor informal merupakan sektor bagi 45,90% kepala rumah tangga miskin mencari nafkah (BPS, 2020).

Selain itu, peningkatan kemiskinan dapat juga disebabkan adanya penurunan penghasilan dari masyarakat yang sebelumnya mendekati garis kemiskinan. Masyarakat ini kehilangan penghasilan dari pekerjaannya.

Sebelum pandemi Covid-19, tingkat pengangguran tercatat sebesar 4,94% pada Februari 2020. Namun, setelah itu, tingkat pengangguran meningkat menjadi 7,07% dan 6,26% pada Agustus 2020 dan Februari 2021.

Meskipun pandemi telah menyebabkan kenaikan angka kemiskinan, jumlah masyarakat berpenghasilan tinggi juga meningkat. Golongan menengah ke atas masih mempunyai sumber pendapatan tambahan dari passive income seperti bunga tabungan atau deposito, hasil investasi dan aset lainnya.

Selain itu, golongan menengah atas masih menahan konsumsi yang dapat memicu perlambatan pertumbuhan ekonomi dan bisa berimbas kepada sektor informal atau UMKM. Mereka mengalokasikan penghasilan untuk menambah aset.

Data BPS menunjukan adanya peningkatan tabungan (3,19%), ekuitas (54,83%), dan reksadana (52,78%) pada kuartal I/2021 dibandingkan dengan catatan pada kuartal III/2020.

Berdasarkan pada data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), jumlah rekening dengan nominal lebih dari Rp5 miliar hanya 0,03% dari total seluruh rekening. Namun, nilai nominalnya mendominasi total simpanan sebesar 49,1%. Sementara untuk nominal di bawah Rp 100 juta hanya berkontribusi sebesar 13,6% meskipun jumlah rekeningnya mengambil porsi 98,33%.

Peran Pajak

PAJAK mempunyai dua fungsi yaitu budgeter dan regulerend. Dalam fungsi budgeter, pajak dipungut untuk mendapatkan penerimaan yang optimal demi mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat.

Ada pula tujuan untuk mendukung pengentasan kemiskinan dan pengurangan ketimpangan melalui belanja program perlindungan sosial dan pengentasan kemiskinan. Berdasarkan Perpres 72/2020, belanja program ini pada tahun lalu mencapai Rp 495 triliun. Nilai tersebut meningkat sekitar 30% dibandingkan dengan realisasi pada 2019.

Adapun mengenai fungsi regulerend, pajak dapat menerapkan kebijakan yang mendukung program pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan. Saat ini, penerapan tarif progresif pada PPh orang pribadi dan pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dapat mendukung kedua program tersebut.

Selain itu, sejak pandemi Covid-19, pemerintah memberikan insentif pajak penghasilan (PPh) final ditanggung pemerintah (DTP) untuk UMKM. Pemerintah juga memberikan insentif PPh Pasal 21 DTP untuk pegawai berpenghasilan di bawah Rp200 juta setahun dari sektor-sektor yang ditentukan.

Namun, seiring dengan meningkatnya angka kemiskinan dan melebarnya ketimpangan, perlu dioptimalkan kembali peranan pajak untuk mendistribusikan pendapatan dari golongan masyarakat yang mampu kepada golongan yang miskin.

Pertama, perlunya menambah batasan tarif tertinggi untuk penghasilan kena pajak orang pribadi. Saat ini, tarif tertinggi hanya sampai dengan nominal di atas Rp 500 juta dengan tarif sebesar 30%. Pemerintah perlu menaikan batasan tarif tertinggi menjadi 35% untuk kelompok penghasilan lebih dari Rp5 milyar.

Penyesuaian tarif ini masih sangat dimungkinkan. Berdasarkan pada data tradingeconomics.com, beberapa negara di Asean juga memiliki tarif tertinggi 35%. Mereka adalah Filipina, Thailand dan Vietnam. Tarif ini diharapkan dapat lebih mengoptimalkan distribusi pendapatan dari si kaya ke si miskin.

Kedua, perlunya penambahan lapisan tarif (multitarif) untuk passive income, seperti bunga tabungan/deposito. Sebagaimana data LPS, nilai tabungan atau deposito dengan nominal lebih dari Rp5 miliar didominasi sedikit rekening nasabah.

Kelompok tersebut diharapkan dapat dikenakan PPh final yang lebih tinggi daripada kelompok lainnya. Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi melebarnya kesenjangan pendapatan. Hal ini dikarenakan golongan menengah atas tetap memperoleh passive income meskipun ada pandemi Covid-19.

Ketiga, perlunya pengenaan pajak tidak langsung agar tetap menghindari efek ketidakadilan. International Monetary Fund (IMF) dan World Bank menyarankan untuk optimalisasi penerimaan pajak dengan mengurangi pengecualian dalam pemungutan pajak.

Namun, pemerintah harus tetap mengutamakan masyarakat miskin agar tidak terbebani pajak. Sistem pembayaran pajak dapat membebani orang miskin apabila pengecualian pajak tidak langsung seperti PPN dihapus dan program pengentasan kemiskinan tidak tepat sasaran (Higgins dan Lustig, 2016).

Kebijakan pajak yang tepat dapat mendorong optimalisasi penerimaan pajak dan mendistribusikan pendapatan dari golongan mampu kepada golongan miskin. Dengan demikian, pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan dapat terwujud. Semoga.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2021. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-14 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp55 juta di sini.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

19 Agustus 2021 | 20:03 WIB

semoga pajak yang dikumpulkan dpt digunakan dg tepat sasaran utk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan.

ARTIKEL TERKAIT

Jumat, 26 April 2024 | 13:39 WIB PENERIMAAN PAJAK

Efek Harga Komoditas, PPh Badan Terkontraksi 29,8% di Kuartal I/2024

Jumat, 26 April 2024 | 13:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tinggal 4 Hari, DJP: WP Badan Jangan Sampai Telat Lapor SPT Tahunan

Jumat, 26 April 2024 | 13:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perpanjangan SPT Tahunan, DJP: Tak Dibatasi Alasan Tertentu

Jumat, 26 April 2024 | 12:00 WIB PROVINSI GORONTALO

Tarif Pajak Daerah Terbaru di Gorontalo, Simak Daftarnya

BERITA PILIHAN