LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK 2018

Memprediksi Reformasi Pajak Pascapemilu

Redaksi DDTCNews | Rabu, 09 Januari 2019 | 15:13 WIB
Memprediksi Reformasi Pajak Pascapemilu
Marie Muhammad, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

SETELAH pemilu biasanya terjadi euforia atas kemenangan dan rasa belum menerima dari pihak yang kalah, bahkan ada saja yang sampai berbuat anarkis. Adanya sentimen negatif juga kerap muncul pascapemilu. Namun, biasanya hal tersebut tidak berlangsung lama.

Risiko yang dihadapi pascapemilu adalah adanya policy shifting jika terjadi pergantian presiden. Adanya reviewproyek infrastruktur, review proyek-proyek yang bekerja sama dengan negara tertentu, perubahan kebijakan subsidi, pajak, dan seterusnya, adalah imbas dari pemilu.

Pro dan kontra yang timbul akibat reviewatas kebijakan kebijakan yang dibuat juga bisa menimbulkan kebijakan baru atau menimbulkan kebijakan yang berubah-ubah. Lalu bagaimana dengan nasib reformasi pajak di Indonesia pascapemilu?

Reformasi ini telah digulirkan sejak 2017 dan memiliki target hingga 2024. Reformasi perpajakan yang terjadi sekarang ini adalah reformasi terbesar dalam sejarah karena melibatkan perubahan dalam lima pilar utama, yaitu organisasi, sumber daya manusia, teknologi informasi dan basis data, proses bisnis, dan peraturan perpajakan.

Pada akhir 2020, diharapkan reformasi terkait dengan organisasi, SDM, dan peraturan telah rampung. Sedangkan untuk IT dan basis data serta proses bisnis, terus melaju pada tahap pengembangan, support dan perbaikan hingga 2024.

Reformasi ini berada pada momentum terbaiknya, yaitu tepat diusung setelah berakhirnya program tax amnesty.Perhatian dan kepercayaan wajib pajak sedang tertuju penuh pada keberhasilan program tax amnesty dan publik menunggu proses besar kelanjutannya.

Dengan pertaruhan itu, reformasi perpajakan ini harus berhasil dijalankan agar Ditjen Pajak (DJP) dapat menjadi institusi perpajakan yang lebih kuat, kredibel dan akuntabel. Salah satu alasan utama adalah karena adanya perkembangan ekonomi digital, dan perkembangan ekonomi global.

Selain itu, basis data yang dimiliki DJP sudah semakin besar dengan tax amnestydan Automatic Exchange of Information(AEoI). Pemilu dinilai tidak terlalu berpengaruh terhadap reformasi pajak yang tengah dijalankan. Adanya pergantian pemerintahan tentunya tidak akan mengganggu, karena reformasi ini memang harus dilakukan terutama menyangkut implementasi AEoI.

Pertama, dalam visi-misi calon presiden nomor urut satu Joko Widodo telah menyebutkan akan melanjutkan reformasi perpajakan yang berkelanjutan untuk mewujudkan keadilan dan kemandirian ekonomi nasional, dengan target terukur, serta memperhatikan iklim usaha dan peningkatan daya saing.

Dengan komitmen ini, reformasi pajak pascapemilu memiliki prospek baik. Kedua, jika terjadi pergantian presiden, reformasi pajak tetap memiliki prospek bagus. Pasalnya capres nomor urut dua Prabowo Subianto tidak banyak menyinggung reformasi perpajakan yang tengah dijalankan.

Adapun program untuk menaikkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)dapat menambah ide pada reformasi pajak yang tengah dijalankan. Presiden dan wakil presiden hasil Pemilu 2019 menjadi komando tertingi dalam melanjutkan estafet reformasi pajak ini.

Dukungan legislatif juga diperlukan saat pembahasan perubahan perundang undangan perpajakan. Hal itu mengingat undang undang itu berisi bentuk otoritas pajak dan arah kebijakan perpajakan ke depan. Capres harus mampu merumuskan visi, misi, dan programnya sebagai penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Selain itu, ia juga harus memiliki arah dan strategi yang mendukung pelaksanaan reformasi perpajakan, sehingga akan terwujud pengelolaan fiskal yang optimal dan berkeadilan. Karena itu, materi reformasi perpajakan perlu dimasukkan sebagai tema atau topik kampanye dalam bentuk debat yang difasilitasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Hal ini penting agar para pemilih mengetahui secara garis besar pasangan calon terhadap pengelolaan perpajakan.Dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), problemnya bukan terletak pada penggunaan danauntuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan seterusnya.

Namun, yang lebih penting adalah bagaimana negara mengelola pendapatannya terutama yang bersumber dari pajak sebagai penyumbang terbesar APBN. Teknologi yang berkembang pesat serta adanya respons terhadap kepentingan dan kondisi global menjadikan reformasi pajak sesuatu yang harus dilakukan.

Tanpa reformasi perpajakan tentu tantangan tersebut sulit diatasi. Terlebih lagi reformasi ini juga dilakukan untuk mendorong perbaikan perpajakan di Indonesia. Terlepas dari pemilu, maka sudah menjadi sebuah kewajiban, bahwa DJP perlu kembali berbenah. Ada harapan besar terhadap reformasi perpajakan ini.

Selain DJP diharapkan dapat bertransformasi menjadi organisasi yang lebih baik, reformasi perpajakan juga harus dapat meningkatkan rasio pajak dan kepatuhan wajib pajak, sehingga menghasilkan penerimaan negara yang optimal.*

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 04 Maret 2024 | 11:30 WIB LAPORAN KINERJA DJP 2023

DJP Belanjakan Rp34,34 Miliar untuk Bangun Coretax System pada 2023

Sabtu, 02 Maret 2024 | 13:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perubahan Struktur Penerimaan Perpajakan RI pada Awal Reformasi Pajak

BERITA PILIHAN