Kendaraan mengantri dalam jalan macet panjang di perbatasan Delhi-Ghaziabad setelah otoritas lokal memberhentikan pergerakan kendaraan kecuali layanan esensial saat perpanjangan "lockdown" untuk memperlambat penyebaran penyakit virus korona (COVID-19) di New Delhi, India, Selasa (21/4/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Adnan Abidi/aww/cfo
NEW DELHI, DDTCNews – Pemerintah Negara Bagian New Delhi, Ibu Kota India, mengumumkan pungutan pajak baru dengan tarif hingga 70% untuk pembelian minuman beralkohol.
Arvind Kejriwal, Menteri Utama Negara Bagian New Delhi mengatakan penerapan pajak itu efektif berlaku mulai Selasa (5/5/2020). Pajak dikenakan untuk mencegah masyarakat berkumpul di toko-toko penjual minuman keras setelah relaksasi karantina wilayah (lockdown).
“Sangat disayangkan kekacauan itu terlihat di beberapa toko di Delhi," katanya Rabu (6/5/2020).
Aparat keamanan New Delhi menuding ratusan orang menyambangi toko penjualan minuman keras setelah pemerintah federal melakukan relaksasi kebijakan karantina wilayah pada senin (4/5/2020). Pemerintah negara bagian kemudian bergerak cepat untuk menanggulangi fenomena tersebut.
Hasilnya, pungutan pajak ekstra mulai diberlakukan untuk setiap penjualan minuman keras. Harapannya, kebijakan tersebut dapat menekan kerumunan orang di toko penjual minuman keras untuk mengurangi risiko penyebaran Covid-19.
Keputusan yang diambil oleh New Delhi kemungkinan besar akan diikuti oleh negara bagian lainnya. Di Negara bagian Andhra Pradesh juga ditemui fenomena serupa. Ratusan orang mengantre untuk mendapatkan minuman keras.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Sekretariat Bersama Kemenkes India Lav Agarwal mengatakan kebijakan relaksasi karantina wilayah seharusnya tidak berlaku bagi negara bagian yang banyak melanggar ketentuan pembatasan sosial saat pandemi Covid-19.
Pasalnya, penambahan kasus warga yang terpapar Covid-19 belum menunjukan tren penurunan. Pencegahan lonjakan infeksi baru sangat penting dilakukan agar tidak membuat petugas medis semakin kewalahan menangani pasien Covid-19.
“Jika kita mengetahui adanya pelanggaran jarak aman sosial dan norma lain di suatu daerah maka kita harus tetap menutup daerah tersebut dan mencabut relaksasi karantina wilayah di sana," imbuhnya, seperti dilansir Channel News Asia. (kaw)