RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai penerbitan surat paksa yang tidak sesuai dengan prosedur. Dalam perkara ini, wajib pajak merupakan pengusaha yang bergerak dalam jasa ekspedisi.
Otoritas pajak menyatakan surat paksa yang diterbitkannya sudah benar. Otoritas pajak menerbitkan surat paksa dikarenakan terdapat pajak yang masih harus dibayar akibat kesalahan penomoran faktur yang dilakukan wajib pajak. Sebelum diterbitkan surat paksa, otoritas pajak sudah mengeluarkan surat teguran kepada wajib pajak tetapi tidak ada jawaban.
Sebaliknya, wajib pajak beranggapan surat paksa yang diterbitkan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan. Kesalahan penomoran faktur pajak dikarenakan ketidaktahuan wajib pajak serta pasifnya pihak otoritas pajak.
Menurut wajib pajak, terhadap kesalahan penomoran faktur pajak tersebut tidak menimbulkan kerugian kepada negara. Wajib pajak masih menyetorkan PPN terutang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, wajib pajak tidak setuju atas surat paksa yang disampaikan kepadanya.
Pada tingkat gugatan, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan gugatan yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, Mahkamah Agung juga menolak permohonan PK dari wajib pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.
WAJIB pajak mengajukan gugatan atas surat paksa yang diterbitkan otoritas pajak. Terhadap gugatan yang diajukan wajib pajak tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan tidak setuju dengan alasan-alasan gugatan tersebut.
Terhadap permohonan gugatan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan menolak permohonan gugatan wajib pajak melalui Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 60507/PP/M.XVIIB/99/2014 pada 20 Mei 2014. Atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, wajib pajak mengajukan PK pada 18 Juni 2015.
Pokok sengketanya adalah Surat Paksa atas STP PPN untuk September 2011 senilai Rp33.967.600 yang dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
PEMOHON PK menyatakan tidak setuju atas surat paksa yang diterbitkan Termohon PK. Selain itu, Pemohon PK juga beranggapan pertimbangan hukum yang diberikan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan.
Menurut Pemohon PK, Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak memperhatikan terlebih dahulu tata cara penerbitan surat paksa sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan begitu, proses penerbitan surat paksa yang dilakukannya tidak sesuai dengan prosedur yang semestinya.
Berkaitan dengan penomoran faktur pajak, pihak Termohon PK tidak pernah memberikan penyuluhan kepada Pemohon PK terkait tata cara penomoran faktur pajak yang baik dan benar. Termohon PK juga tidak pernah memberikan pemberitahuan atau teguran kepada Pemohon PK terkait dengan kesalahan penomoran faktur pajak yang dilakukannya.
Dalam proses pemeriksaan, Termohon PK tidak dapat memperlihatkan adanya upaya pemberitahuan melalui surat pemanggilan Pemohon PK. Apabila terdapat kesalahan yang dilakukan Pemohon PK, Termohon PK seharusnya memberikan penyuluhan kepada Pemohon PK.
Dengan demikian, Pemohon PK dapat mengetahui kesalahan yang dilakukannya. Adanya kesalahan penomoran faktur pajak tersebut tidak menimbulkan kerugian kepada negara. Kemudian, meskipun terdapat kesalahan dalam penomoran faktur pajak, Pemohon PK tetap membayar PPN dengan benar.
Sebaliknya, Termohon PK berdalil penerbitan surat paksa dapat dibenarkan. Termohon PK mengeluarkan surat paksa karena Pemohon PK tidak melunasi utang pajaknya. Adapun terhadap Pemohon PK telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan. Namun, surat teguran tersebut tidak mendapat tanggapan dari pihak Pemohon PK sampai dengan batas waktu yang telah ditetapkan.
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan Permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonan gugatan sudah tepat dan benar. Terdapat 2 pertimbangan yang dikemukakan Majelis Hakim Agung sebagai berikut.
Pertama, penerbitan surat paksa No. SP-00405/WPJ.06/KP.0504/2014 tanggal 11 Juni 2014 tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK dapat tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara a quo, Mahkamah Agung menyatakan permohonan gugatan yang diajukan Pemohon PK tidak jelas dan kabur (obscuur libel). Oleh karena itu, Majelis Hakim Agung berpendapat tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK yang diajukan Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. Putusan Mahkamah Agung ini diucapkan Hakim Ketua dalam sidang yang terbuka untuk umum pada 29 Agustus 2016. (kaw)