RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Simak! Sengketa PPN Akibat Kegiatan Penyaluran Air Bersih

Muhammad Farrel Arkan
Jumat, 21 Maret 2025 | 16.00 WIB
Simak! Sengketa PPN Akibat Kegiatan Penyaluran Air Bersih

Ilustrasi.

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai koreksi positif dasar pengenaan pajak (DPP) pajak pertambahan nilai (PPN) yang berdasarkan pada pendapatan atas kegiatan penyaluran air bersih yang dilakukan oleh wajib pajak.

Dalam perkara ini, wajib pajak merupakan badan usaha milik daerah (BUMD) yang melakukan kegiatan penyaluran air bersih ke rumah pelanggannya.

Kegiatan tersebut dilakukan dengan melakukan pemasangan pipa, aksesoris, dan meteran air di halaman rumah pelanggannya. Atas kegiatan tersebut, wajib pajak memperoleh pendapatan sambungan baru dari para pelanggan yang dicatat sebagai 'pendapatan non-air'.

Otoritas pajak menilai bahwa kegiatan yang mendasari wajib pajak memperoleh pendapatan non-air tidak berkaitan dengan penyerahan air bersih yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Menurut otoritas pajak, pendapatan non-air berkaitan dengan suatu penyerahan barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP) yang dikenai PPN. Oleh karena itu, seharusnya terdapat PPN yang dipungut sendiri sehingga koreksi positif dilakukan terhadap DPP PPN wajib pajak.

Sebaliknya, wajib pajak tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan. Wajib pajak menilai bahwa pendapatan non-air berkaitan dengan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari penyerahan air bersih. Sebab, kegiatan pemasangan pipa hingga meteran air merupakan hal krusial dalam penyaluran air bersih. Dengan begitu, kegiatan tersebut seharusnya dibebaskan dari pengenaan PPN.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh wajib pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.  

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai bahwa kegiatan yang mendasari pendapatan non-air seharusnya dikenakan PPN. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan sudah tepat.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. PUT.52602/PP/M.XVIII.A/16/2014 tanggal 20 Mei 2014, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 18 Agustus 2014.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif DPP PPN yang berdasarkan pada pendapatan non-air yang diperoleh wajib pajak pada masa pajak April 2004 sebesar Rp560.089.426 yang dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku wajib pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK tidak setuju dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang mempertahankan koreksi DPP PPN senilai Rp560.089.426.

Sebagai informasi, Pemohon PK merupakan BUMD yang menyalurkan air bersih ke rumah pelanggannya dengan melakukan kegiatan pemasangan pipa, aksesoris, dan meteran air. Atas kegiatan tersebut, Pemohon PK memperoleh pendapatan non-air dari para pelanggan yang tidak dilakukan pemungutan PPN. Sengketa muncul karena menurut Termohon PK seharusnya terdapat pemungutan PPN terkait pendapatan non-air tersebut.

Menurut Pemohon PK, pendapatan non-air seharusnya tidak dikenakan PPN. Sebab, pendapatan tersebut diperoleh Pemohon PK dari kegiatan yang merupakan syarat mutlak agar air bersih dapat disalurkan sampai ke lokasi pelanggannya. Artinya, kegiatan tersebut seharusnya juga dibebaskan dari pengenaan PPN selayaknya air bersih.

Di samping itu, Pemohon PK menyampaikan bahwa pendapatan non-air yang diperoleh sejatinya hanyalah penggantian harga pipa, aksesoris, meteran air, serta upah pemasangan yang ditagihkan kepada pelanggan. Adapun pengerjaan pemasangan pipa hingga meteran air tersebut dilakukan oleh pihak ketiga dan PPN yang terutang terkait jasa tersebut telah dibayar semua oleh Pemohon PK.

Lebih lanjut, Pemohon PK beralasan bahwa setelah pipa, aksesoris, dan meteran air terpasang, kepemilikan dan pemeliharaannya berada di bawah tanggung jawab Pemohon PK. Artinya, tidak terdapat penyerahan BKP maupun JKP kepada pelanggan yang dapat dikenakan PPN.

Berdasarkan uraian di atas, Pemohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Termohon PK. Dengan demikian, pertimbangan hukum yang diberikan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan argumentasi Pemohon PK. Menurut Termohon PK, kegiatan pemasangan pipa, aksesoris, dan meteran air menandakan adanya penyerahan BKP dan JKP yang seharusnya terutang PPN.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, Termohon PK beranggapan bahwa seharusnya Pemohon PK melakukan pemungutan sendiri atas PPN yang terutang. Oleh karena itu, Termohon PK menyatakan bahwa koreksi yang dilakukannya sudah benar dan dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak seluruh permohonan banding sehingga terdapat kekurangan pembayaran pajak secara nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam putusan PK ini, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam permohonan PK, Mahkamah Agung menilai bahwa koreksi DPP PPN masa pajak April 2004 yang dilakukan oleh Termohon PK tidak dapat dibenarkan.

Mahkamah Agung menilai bahwa air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh perusahaan air minum merupakan BKP tertentu yang bersifat strategis. Konsekuensinya, BKP tersebut dibebaskan dari pengenaan PPN sesuai ketentuan Pasal 1 angka 1 huruf g Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN (PP 7/2007).

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai cukup berdasar dan patut untuk dikabulkan. Dengan demikian, Termohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum membayar biaya perkara. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.