Ilustrasi.
RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa terkait dengan keputusan pengurangan sanksi bunga berdasarkan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 s.t.d.d. Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Otoritas pajak berpendapat bahwa tindakan wajib pajak yang mengajukan pengurangan sanksi bunga pada SKPKB PPh Pasal 26 masa April 2008 kurang tepat. Dalam hal ini, otoritas pajak memutuskan untuk memproses pengajuan pengurangan sanksi bunga dengan berdasarkan pada Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP.
Sebaliknya, menurut wajib pajak, pengajuan keberatan atas perhitungan sanksi bunga telah sesuai dengan ketentuan Pasal 25 ayat (1) UU KUP. Selain itu, wajib pajak berargumen bahwa penghitungan sanksi bunga yang ditetapkan oleh otoritas pajak kurang tepat. Sebab, otoritas pajak dianggap tidak mempertimbangkan realisasi pemungutan PPh Pasal 26 pada 2009.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk membatalkan keputusan otoritas pajak tentang pengurangan sanksi administrasi atas SKPKB PPh Pasal 26 masa pajak April 2008. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung menolak Permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap keputusan pengurangan sanksi bunga oleh otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa keputusan tentang pengurangan sanksi administrasi atas SKPKB PPh Pasal 26 masa pajak April 2008 tidak dapat dipertahankan.
Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk membatalkan keputusan otoritas pajak tentang pengurangan sanksi administrasi atas SKPKB PPh Pasal 26 masa pajak April 2008. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. 00008/204/08/051/10 tanggal 26 April 2010, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 27 September 2012.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah adanya sengketa atas keputusan pengurangan sanksi bunga senilai Rp81.285.401 dalam SKPKB PPh Pasal 26 masa April 2008.
PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Sebagai informasi, Termohon PK adalah wajib pajak badan yang menjalankan usaha di bidang perbankan yang menyediakan pembiayaan perdagangan ekspor dan impor.
Dalam sengketa ini, Termohon PK melakukan pemungutan dan pelaporan objek pajak PPh Pasal 26 atas biaya bunga offshore. Pada 2008, terdapat koreksi nilai dasar pengenaan pajak (DPP) dalam SKPKB PPh Pasal 26 bagi Termohon PK.
Pada koreksi tersebut, jumlah PPh Pasal 26 yang masih harus dibayar adalah sebesar Rp250.629.986, termasuk sanksi bunga di dalamnya senilai Rp81.285.401. Sanksi bunga tersebut diperhitungkan selama 24 bulan secara penuh sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (2) UU KUP.
Sebagai informasi, dalam sengketa tersebut tidak ada permasalahan terkait nilai ketetapan pajak yang diajukan oleh Termohon PK. Adapun sengketa ini berkaitan dengan
dibatalkannya keputusan Pemohon PK Nomor: Keputusan Terbanding Nomor: KEP-644/WPJ.19/BD.05/2010 oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Pemohon PK menyatakan pembatalan keputusan yang dimaksud tidak dapat dibenarkan. Menurut Pemohon PK, setidaknya terdapat beberapa argumentasi dari Pemohon PK untuk mempertahankan keputusannya dalam menolak permohonan pengurangan sanksi administrasi bunga.
Pemohon PK berpendapat bahwa tindakan Termohon PK yang mengajukan permohonan pengurangan sanksi administrasi dengan berdasarkan Pasal 25 ayat (1) UU KUP tidak tepat. Menurut Pemohon PK, pengajuan pengurangan sanksi administrasi bunga seharusnya dilakukan dengan merujuk pada ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP.
Ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP tersebut mengatur mengenai surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi. Oleh karena itu, Pemohon PK memproses pengajuan pengurangan sanksi administrasi dengan berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP.
Tindakan Pemohon PK tersebut juga telah diberitahukan kepada Termohon PK melalui surat penegasan. Kemudian, setelah melalui penelitian lebih lanjut, Pemohon PK memutuskan untuk menolak permohonan atas pengurangan sanksi bunga tersebut.
Sebaliknya, Termohon PK tidak sependapat dengan Pemohon PK. Termohon PK menyatakan bahwa poin utama dari sengketa ini berkaitan perbedaan penghitungan nilai sanksi administrasi bunga. Menurut Termohon PK, Pemohon PK mempertimbangkan upaya pemindahbukuan (Pbk) dan realisasi pemungutan 2009 dalam penghitungan besaran sanksi bunga.
Selanjutnya, Termohon PK menyatakan bahwa pengajuan pengurangan sanksi bunga sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 25 ayat (1) UU KUP. Oleh karena itu, Termohon PK tidak setuju dengan surat keputusan pengurangan sanksi bunga yang diterbitkan oleh Pemohon PK berdasarkan Pasal 36 ayat (1) UU KUP. Ketidaksetujuan tersebut mencakup aspek formil maupun materiil yang dianggap tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan Pemohon PK tidak dapat diterima. Putusan Pengadilan Pajak yang membatalkan keputusan Pemohon PK tentang pengurangan sanksi administrasi atas SKPKB PPh Pasal 26 masa pajak April 2008 dianggap sudah tepat dan benar. Setidaknya terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, alasan-alasan Pemohon PK untuk mempertahankan keputusan terkait pengurangan sanksi administrasi atas SKPKB PPh Pasal 26 masa pajak April 2008 dianggap tidak dapat dibenarkan. Sebab, dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.
Kedua, setelah uji bukti oleh para pihak di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, keputusan Pemohon PK mengenai pengurangan sanksi bunga tidak dapat dipertahankan. Dengan demikian, tidak ada putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e UU Pengadilan Pajak.
Berdasarkan kedua pertimbangan hukum tersebut, Mahkamah Agung melalui Putusan No. 1650/B/PK/PJK/2016 menyatakan bahwa permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak beralasan. Oleh karena itu, permohonan tersebut ditolak oleh Mahkamah Agung dan Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (Felix Bahari/sap)