PADA dasarnya, penyitaan merupakan salah satu bentuk upaya paksa yang bertujuan memperoleh bukti-bukti terkait dengan tindak pidana. Proses penyitaan tidak hanya dilakukan dalam hukum pidana umum, tetapi juga berlangsung dalam penyelesaian sengketa pidana pajak.
Dalam hukum pidana umum, penyitaan diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Berdasarkan pada Pasal 1 angka 16 KUHAP, penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan/atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud, untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan.
Sementara itu, kewenangan penyitaan dalam sengketa pajak diatur pada Pasal 44 ayat (2) angka 5 UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d. UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU KUP).
Sesuai dengan Pasal tersebut, wewenang penyidik pajak ialah melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.
Adapun definisi penyitaan di bidang perpajakan dapat ditemukan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-06/PJ/2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan (SE-06/2014) beserta lampirannya.
Berdasarkan pada lampiran SE-06/2014, penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan/atau menyimpan di bawah penguasaannya bahan bukti untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan.
Sesuai dengan ketentuan dalam lampiran SE-6/2014, sebelum menyita bahan bukti dan benda lain, penyidik pajak harus mengajukan surat permintaan izin penyitaan kepada Pengadilan Negeri setempat. Akan tetapi, jika dalam keadaan mendesak, penyitaan tetap dapat dilakukan tanpa mengajukan surat izin penyitaan terlebih dahulu.
Lebih lanjut, jika penyidik pajak harus melakukan penyitaan di luar wilayah hukumnya, terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan. Pertama, meminta surat izin penyitaan dari ketua Pengadilan Negeri setempat.
Kedua, dengan surat izin penyitaan itu penyidik melapor kepada ketua Pengadilan Negeri di daerah tempat penyitaan akan dilaksanakan. Ketiga, dalam pelaksanaan penyitaan, penyidik didampingi oleh penyidik dari wilayah hukum tempat daerah penyitaan itu dilakukan.
Pihak yang berwenang melakukan penyitaan dalam sengketa pidana pajak ialah penyidik pajak yang nama dan identitasnya tercantum dalam surat perintah penyitaan. Penyidik pajak harus dapat menentukan benda-benda yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan sehingga layak untuk disita.
Benda-benda yang dapat disita adalah benda-benda yang telah dan/atau sedang digunakan baik langsung maupun tidak langsung untuk melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dan/atau benda lainnya.
Selain itu, penyidik pajak juga dapat melakukan penyitaan atas surat lain yang tidak mempunyai hubungan secara langsung dengan tindak pidana di bidang perpajakan yang diperiksa. Hal tersebut dilakukan sepanjang surat lain yang dimaksud dicurigai kuat berkaitan dengan sengketa pidana perpajakan.
Dalam melakukan penyitaan, penyidik pajak harus menghubungi kepala desa/kelurahan atau ketua lingkungan setempat untuk diminta menjadi saksi dalam pelaksanaan penyitaan. Sebelum dilakukan penyitaan, penyidik harus menunjukkan tanda pengenal dan surat perintah penyitaan kepada wajib pajak atau wakil atau orang yang menguasai barang yang disita.
Selain itu, penyidik pajak juga terlebih dahulu harus memberi penjelasan kepada wajib pajak atau wakil atau orang yang menguasai benda yang akan disita mengenai alasan dilakukannya penyitaan.
Adapun benda yang disita harus diperlihatkan kepada wajib pajak atau wakil atau orang yang menguasai benda dengan disaksikan dua orang saksi. Setelah dilaksanakan penyitaan, penyidik segera membuat berita acara penyitaan dan surat tanda penerimaan secara terperinci atas barang yang disita. (kaw)