PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (13)

Mekanisme Restitusi PPN di Indonesia

Awwaliatul Mukarromah
Senin, 12 November 2018 | 16.42 WIB
Mekanisme Restitusi PPN di Indonesia

PENGUSAHA kena pajak (PKP) yang membayar lebih banyak pajak masukan daripada pajak keluaran atas aktivitas bisnisnya akan mengalami kelebihan pembayaran pajak. PKP tersebut berhak memperoleh restitusi dari otoritas pajak.

Kelebihan pembayaran pajak dapat terjadi antara lain terhadap eksportir yang penjualannya dikenakan tarif 0%, perusahaan yang baru didirikan melakukan pembelian barang modal, ataupun perusahaan yang menjual barang dan jasanya kepada pemungut PPN.

Sementara itu, apabila mengacu pada ketentuan perundang-undangan, penyebab terjadinya kelebihan pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) yang dapat berujung pada restitusi, dapat dikelompokkan sebagai berikut:

  1. Berdasarkan Pasal 9 ayat (4a) Undang-Undang (UU) PPN, jumlah pajak masukan lebih besar daripada jumlah pajak keluaran. Keadaan ini dapat terjadi karena disebabkan:
  • PKP memiliki kegiatan usaha ekspor;
  • PKP menyerahkan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP) kepada pemungut PPN;
  • PKP menyerahkan BKP atau JKP yang memperoleh fasilitas PPN tidak dipungut;
  • pembelian BKP berupa barang modal yang dilakukan sebelum PKP mulai berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang PPN; atau
  • keadaan lainnya yang menyebabkan dalam satu masa pajak, jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada pajak keluaran.
  1. Berdasarkan Pasal 17 ayat (2) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), terjadinya kesalahan pemungutan yang mengakibatkan:
  • PPN yang dipungut lebih besar daripada yang seharusnya misalnya disebabkan karena kesalahan dalam penghitungan atau penerapan dasar pengenaan pajak (DPP) PPN; atau
  • pemungutan PPN yang seharusnya tidak dipungut. Sebagai contoh, atas penyerahan barang yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut, tetapi tetap dipungut PPN.
  1. Berdasarkan Pasal 16E UU PPN, orang pribadi yang bukan subjek pajak dalam negeri melakukan pembelian barang di dalam daerah pabean yang tidak dikonsumsi di dalam daerah pabean.

Selain itu, berdasarkan UU PPN, mekanisme restitusi dapat dibagi menjadi dua, yaitu mekanisme umum dan mekanisme khusus. Mekanisme khusus merupakan mekanisme restitusi yang berlaku bagi PKP berisiko rendah, wajib pajak dengan kriteria tertentu, dan wajib pajak yang memenuhi persyaratan tertentu.

Mekanisme Umum

Prinsip umum tata cara restitusi diatur dalam Pasal 17 ayat (1) UU KUP yang berbunyi "Direktorat Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang."

Berdasarkan rumusan di atas, Ditjen Pajak akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) apabila setelah melakukan pemeriksaan diketahui jumlah pajak masukan lebih bayar daripada jumlah pajak keluaran. SKPLB masih dapat diterbitkan lagi apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau data baru ternyata jumlah pajak yang lebih dibayar ternyata lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan.

Selain itu wajib pajak harus mengajukan permohonan tertulis jika menghendaki restitusi setelah menerima SKPLB. UU PPN juga mengatur secara spesifik bahwa permohonan restitusi dapat diajukan pada akhir tahun buku. Namun, dalam Pasal 9 ayat (4b) UU PPN aturan pengajuan restitusi pada akhir tahun tersebut tidak berlaku bagi:

  1. PKP yang melakukan ekspor BKP berwujud;
  2. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kepada pemungut PPN;
  3. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang PPN-nya tidak dipungut;
  4. PKP yang melakukan ekspor BKP tidak berwujud;
  5. PKP yang melakukan ekspor JKP; dan/atau
  6. PKP dalam tahap belum berproduksi.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (4c) UU PPN, permohonan restitusi PPN bagi PKP yang dimaksud dalam enam poin di atas, yang mempunyai kriteria sebagai PKP risiko rendah, dapat diajukan pada setiap masa pajak melalui mekanisme khusus restitusi PPN.

Setelah PKP mengajukan restitusi, PKP akan diperiksa dengan jangka waktu sesuai dengan Pasal 17B ayat (1) UU KUP, yaitu paling lama 12 bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Jika dalam batas waktu tersebut, Ditjen Pajak tidak membuat suatu keputusan, permohonan restitusi wajib pajak dianggap dikabulkan.

Ketentuan pelaksana tata cara restitusi PPN ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PMK 72/2010). 

Berdasarkan PMK 72/2010, cara pengajuan restitusi adalah sebagai berikut:

  1. PKP dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pajak dengan menggunakan:
  • SPT masa PPN, dengan cara mengisi pada kolom 'Dikembalikan (restitusi)'; atau
  • surat permohonan tersendiri apabila kolom 'Dikembalikan (restitusi)' dalam SPT Masa PPN tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pajak.
  1. permohonan pengembalian kelebihan pajak diajukan kepada KPP di tempat PKP berkedudukan.
  2. permohonan pengembalian kelebihan pajak ditentukan satu permohonan untuk satu masa pajak.

Surat permohonan restitusi PPN yang diterima oleh KPP, diproses melalui pemeriksaan. Cakupan PKP yang atas permohonan restitusi PPN-nya diproses melalui pemeriksaan adalah PKP selain PKP tertentu.

Mekanisme Khusus

Mekanisme khusus restitusi PPN hanya berlaku bagi PKP tertentu. Mekanisme khusus ini disebut juga dengan restitusi pendahuluan. Adapun yang dimaksud PKP tertentu adalah sebagai berikut:

  1. PKP berisiko rendah sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 ayat (4c) UU PPN;
  2. wajib pajak dengan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh Peraturan Dirjen Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 17C UU KUP; atau
  3. wajib pajak yang memenuhi persyaratan tertentu yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 17D UU KUP.

Mekanisme restitusi PPN untuk jenis PKP di atas berbeda dengan yang berlaku secara umum. Salah satu yang berbeda adalah masalah jangka waktu. Restitusinya pun dilakukan tanpa pemeriksaan, melainkan penelitian. Setelah dilakukan penelitian, dalam jangka waktu paling lama satu bulan sejak surat permintaan pengembalian pajak diterima secara lengkap, dapat diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP). 

Dengan demikian, melalui restitusi pendahuluan, PKP dapat memperoleh kelebihan pembayaran PPN dalam jangka waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan restitusi melalui mekanisme umum. Penjelasan lebih lengkap mengenai restitusi melalui mekanisme khusus diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak atau dapat dibaca di sini.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.