SPIN-OFF merupakan salah satu cara restrukturisasi yang dilakukan oleh perusahaan agar tetap dapat beroperasi secara efisien dan efektif (Geersing, 2007).
Perusahaan memiliki beragam motivasi untuk melakukan spin-off antara lain manajemen, faktor pasar modal, risiko, manfaat pajak, dan alasan peraturan (Umam dan Antoni, 2017).
Dari sisi manajemen, spin-off dapat meringankan masalah manajemen karena perusahaan lebih berfokus pada kebutuhan inti perusahaan.
Selain itu, terdapat sejumlah negara yang memberikan keringanan pajak atas keuntungan yang timbul dari spin-off (Rogers-Glabush, 2015). Lantas, apa yang dimaksud sebagai spin-off?
Definisi Spin-off
MERUJUK Cambridge Dictionary, spin-off adalah produk yang berkembang dari produk lain yang lebih penting. Adapun yang dimaksud spin-off dalam kaitannya dengan perusahaan adalah perusahaan terpisah yang dibentuk dari bagian perusahaan yang sudah ada.
Seperti kebanyakan istilah yang terkait dengan reorganisasi perusahaan, istilah spin-off ini tidak selalu digunakan dalam arti yang tepat dan dapat digunakan dalam arti yang berbeda di berbagai negara (Rogers-Glabush, 2015).
Merujuk Black’s Law Dictionary, spin-off adalah divestasi korporasi di mana suatu divisi korporasi menjadi perusahaan independen dan saham perusahaan baru tersebut dibagikan kepada pemegang saham korporasi (Garner, 2004).
Sementara itu, menurut Fontinelle (2021) spin-off adalah ketika perusahaan yang menciptakan perusahaan independen baru dengan menjual atau mendistribusikan saham baru dari bisnisnya yang sudah ada.
Definisi Spin-off dalam Ketentuan Domestik
PADA ketentuan domestik, istilah spin-off di antaranya tercantum dalam Undang-Undang No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Dalam UU PT, spin-off disebut dengan pemisahan (Umam dan Antoni, 2017). Mengacu Pasal 1 angka 12 UU PT, pemisahan adalah:
“Perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada dua perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada satu perseroan atau lebih.”
Pengertian pemisahan dapat juga ditemukan dalam UU No. 21/2008 tentang Perbankan Syariah. Pasal 1 angka 32 UU No. 21/2008 memberikan pengertian pemisahan adalah pemisahan dari suatu bank menjadi dua badan usaha atau lebih, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Secara lebih terperinci, berdasarkan Pasal 135 UU PT, spin-off atau pemisahan dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu pemisahan murni dan pemisahan tidak murni.
Pemisahan murni merupakan pemisahan yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 2 perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan tersebut berakhir karena hukum.
Sementara itu, pemisahan tidak murni merupakan pemisahan yang mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 1 perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan tersebut tetap ada.
Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui pemisahan aktiva (aset) dan pasiva (kewajiban) dari suatu perusahaan menjadi perusahaan baru yang independen (entitas yang terpisah) merupakan unsur penting dalam proses spin-off.
Dalam praktiknya, pemisahan aset dan kewajiban tersebut umumnya adalah pemisahan unit usaha (divisi) tertentu menjadi sebuah perusahaan baru yang kegiatan usahanya bisa sama atau berbeda dengan perusahaan awalnya (Umam dan Antoni, 2017). (rig)