UNDANG-Undang No. 11/2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) diterbitkan di antaranya untuk menjembatani penyesuaian berbagai aspek pengaturan mengenai ekosistem investasi dan ekonomi secara luas.
UU Cipta Kerja turut mencakup klaster perpajakan yang diatur pada Bab VI Bagian Ketujuh. Terdapat 4 pasal dalam bab tersebut, yaitu Pasal 111, 112, 113, dan 114. Keempat pasal itu berisi perubahan empat UU terkait dengan perpajakan
Secara berurutan, keempat undang-undang tersebut adalah UU Pajak Penghasilan, UU PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), serta UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Salah satu perubahan peraturan terkait dengan PPN adalah adanya penambahan ayat sehubungan dengan penyertaan modal dalam bentuk inbreng. Lantas, apa itu inbreng?
Definisi
SEBELUM membahas mengenai inbreng maka terlebih dahulu perlu dipahami jenis-jenis modal pada perseroan terbatas (PT). Merujuk UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), struktur modal PT terdiri atas modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor.
Secara ringkas, modal dasar adalah seluruh nilai nominal saham perseroan yang disebut dalam anggaran dasar. Pada prinsipnya modal dasar merupakan jumlah total saham yang dapat diterbitkan oleh perseroan terbatas atau disebut “nilai nominal yang murni”.
Sementara itu, modal ditempatkan adalah jumlah saham yang sudah diambil pendiri atau pemegang saham. Saham yang diambil tersebut ada yang sudah dibayar dan ada yang belum dibayar.
Hal ini berarti modal ditempatkan adalah modal yang disanggupi pendiri atau pemegang saham untuk dilunasinya dan saham itu telah diserahkan kepadanya untuk dimiliki. Adapun modal disetor adalah saham yang telah dibayar penuh oleh pemegang atau pemiliknya (Harahap, 2016).
Merujuk Pasal 34 ayat (1) UU PT, penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya. Secara umum, penyetoran saham sebagai penyertaan modal pada PT adalah dalam bentuk uang.
Namun, UU PT tidak menutup kemungkinan penyetoran modal saham dalam bentuk lain, baik berupa benda berwujud maupun tidak berwujud, yang dapat dinilai dengan uang dan secara nyata telah diterima oleh PT. Penyetoran modal dalam bentuk lain inilah yang disebut sebagai inbreng.
Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain selain uang (inbreng) penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan PT.
Terkait dengan perpajakan, ketentuan sehubungan dengan inbreng di antaranya terdapat pada UU PPN s.t.d.d UU Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan Untuk Mendukung Kemudahan Berusaha (PP 9/2021).
Mengacu Pasal 112 UU Cipta Kerja c.q. Pasal 1A ayat (2) huruf d UU PPN, pengalihan barang kena pajak (BKP) untuk tujuan setoran modal pengganti saham tidak termasuk penyerahan yang terutang PPN sepanjang pihak yang mengalihkan dan yang menerima pengalihan adalah pengusaha kena pajak (PKP).
Pasal 5A PP 9/2021 menyebut pengalihan BKP untuk tujuan setoran modal pengganti saham seperti dimaksud dalam Pasal 1A ayat (2) huruf d UU PPN meliputi pengalihan BKP untuk tujuan setoran modal kepada badan sebagaimana dimaksud dalam UU PPN.
Nah, pengalihan BKP untuk tujuan setoran modal pengganti saham ini juga mengacu pada istilah inbreng.
Selain itu, istilah inbreng juga tercantum dalam PMK 22/2020. Merujuk beleid tersebut, inbreng adalah transaksi pengalihan harta selain kas kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
Simpulan
INTINYA inbreng berarti pemasukan atau penyerahan modal dalam bentuk nontunai. Inbreng umumnya mengacu pada penyertaan modal dalam bentuk aset seperti tanah, bangunan atau gedung, mobil, dan mesin. (rig)