PEMERINTAH telah meredesain kebijakan pajak dan retribusi daerah melalui Undang-Undang No.1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).
Redesain kebijakan tersebut antara lain berupa restrukturisasi jenis pajak melalui reklasifikasi 5 jenis pajak berbasis konsumsi menjadi 1 jenis pajak, yaitu Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Adapun salah satu objek PBJT adalah konsumsi atas tenaga listrik.
Berkaitan dengan hal itu, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 4/2023 tentang Pemungutan Pajak Barang dan Jasa Tertentu Atas Tenaga Listrik (PP 4/2023). Lantas, apa itu Pajak Barang dan Jasa Tertentu Atas Tenaga Listrik?
Definisi
PAJAK Barang dan Jasa Tertentu atas Tenaga Listrik (PBJT Tenaga Listrik/PBJT-TL) adalah pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi tenaga listrik.
Tenaga listrik yang dimaksud adalah tenaga atau energi yang dihasilkan oleh suatu pembangkit tenaga listrik yang didistribusikan untuk bermacam peralatan listrik.
PBJT-TL menyasar penggunaan tenaga listrik oleh pengguna akhir. Kendati demikian, tidak semua konsumsi tenaga listrik dikenakan PBJT-TL. Pemerintah telah menetapkan 5 jenis konsumsi tenaga listrik yang dikecualikan dari objek PBJT-TL.
Pertama, konsumsi tenaga listrik oleh instansi pemerintah, pemerintah daerah, dan penyelenggara negara lainnya. Kedua, konsumsi tenaga listrik pada tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing berdasarkan asas timbal balik.
Ketiga, konsumsi tenaga listrik pada rumah ibadah, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis.
Keempat, konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi teknis terkait. Kelima, konsumsi tenaga listrik lainnya yang diatur dengan peraturan daerah.
Sebagai pajak konsumsi tenaga listrik, konsumen tenaga listrik menjadi pihak yang ditetapkan sebagai subjek PBJT. Sementara itu, pihak yang menjadi wajib PBJT adalah orang pribadi atau badan yang melakukan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi tenaga listrik.
Subjek pajak merupakan orang pribadi atau badan yang dapat dikenai pajak. Sementara itu, wajib pajak meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan.
PBJT-TL dikenakan berdasarkan jumlah yang dibayarkan oleh konsumen atas nilai jual tenaga listrik. Tarif yang berlaku atas PBJT-TL ditetapkan paling tinggi 10%. Selain tarif 10% tersebut, terdapat dua tarif khusus yang berlaku atas konsumsi tenaga listrik tertentu, yaitu:
Lebih lanjut, pemerintah daerah wajib mengalokasikan paling sedikit 10% dari hasil penerimaan PBJT-TL untuk penyediaan penerangan jalan umum (PJU). Kegiatan penyediaan PJU itu meliputi penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur PJU serta pembayaran biaya atas konsumsi tenaga listrik untuk PJU.
PBJT-TL sesungguhnya bukan merupakan jenis pajak baru. Pajak ini sebelumnya telah dipungut dengan sebutan Pajak Penerangan Jalan (PPJ).
Selain untuk reklasifikasi jenis pajak, perubahan nomenklatur dari PPJ menjadi PBJT-TL juga bertujuan untuk melaksanakan amar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.80/PUU-XV/2017.
Putusan tersebut di antaranya menyatakan atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun dihasilkan sumber lain, tetap dapat dikenai pajak. Namun, pajak tersebut perlu diatur dengan nomenklatur yang lebih tepat agar tidak menimbulkan kerancuan bagi subjek pajak dan wajib pajak.
Alasannya, frasa ‘penerangan jalan’ pada PPJ dinilai ambigu. Bisa merujuk pada objek pajak atau merujuk pada alokasi pembelanjaan dana dari pengenaan pajak. Oleh karenanya, ketentuan terkait dengan PPJ harus diperbarui. Simak “Pajak Penerangan Jalan, Apa Itu?". (rig)