PEMBANGUNAN gedung baik untuk tempat usaha maupun hunian semakin marak berlangsung. Hal ini lantaran bangunan terutama untuk hunian menjadi kebutuhan primer yang tidak dapat ditinggalkan. Banyak pihak berupaya memiliki hunian yang nyaman dan sesuai dengan impiannya.
Guna mewujudkan hal tersebut tidak jarang orang membangun sendiri mulai dari 0. Adapun pembangunan gedung atau hunian yang dilakukan secara mandiri ini dikenai pajak pertambahan nilai (PPN) atas kegiatan membangun sendiri. Lantas, apa itu kegiatan membangun sendiri?
Definisi
KETENTUAN mengenai PPN atas kegiatan membangun sendiri tertuang dalam Pasal 16C UU PPN, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 163/PMK.03/2012, Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-23/PJ/2012 s.t.d.d Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.PER - 25/PJ/2012, dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-53/PJ/2012 s.t.d.d Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.SE-22/PJ/2013
Definisi Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) dirumuskan dalam Pasal 2 ayat (3) PMK 163/2012 sebagai: “Kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan, yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain”.
Merujuk huruf A angka 3 SE-53/PJ/2012 yang termasuk KMS adalah “Kegiatan membangun bangunan yang dilakukan melalui kontraktor atau pemborong tetapi atas kegiatan membangun tersebut tidak dipungut PPN, dan kontraktor atau pemborong tersebut bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak [PKP]”.
Berdasarkan definisi itu dapat diketahui jika KMS tidak menggunakan jasa konstruksi atau pemborong yang sudah dikukuhkan sebagai PKP. Hal ini berarti pihak yang melaksanakan KMS merupakan pemborong bangunan yang belum/tidak dikukuhkan sebagai PKP, karena umumnya masih termasuk pengusaha kecil.
Namun, tidak semua KMS atas suatu bangunan terutang PPN. Hal ini lantaran Pasal 2 ayat (4) PMK 163/2012 telah memerinci kriteria bangunan yang termasuk dalam objek PPN atas KMS.
Merujuk pada ketentuan tersebut yang dimaksud dengan bangunan dalam PPN atas KMS adalah satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan 3 kriteria.
Pertama, konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja. Kedua, diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha. Ketiga, luas keseluruhan paling sedikit 200m².
PPN yang terutang atas KMS ini dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Adapun DPP PPN atas KMS adalah 20% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
Lebih lanjut, saat terutangnya PPN atas KMS dimulai pada saat dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai. Waktu pembangunannya bisa dilakukan secara bertahap.
KMS secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 tahun.
Ketentuan lebih lanjut termasuk tata cara penyetoran dan pelaporan PPN atas KMS dapat disimak dalam Pasal 16C UU PPN, PMK 163/2012, PER-23/PJ/2012 s.t.d.d PER - 25/PJ/2012, dan SE-53/PJ/2012 s.t.d.d SE-22/PJ/2013
Simpulan
INTINYA kegiatan membangun sendiri (KMS) adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan, yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Kegiatan KMS ini dilakukan oleh kontraktor atau pemborong yang belum dikukuhkan sebagai PKP, karena umumnya masih termasuk pengusaha kecil.
Adapun kegiatan KMS ini merupakan objek PPN. Namun, PPN hanya dikenakan atas KMS yang memenuhi definisi dan kriteria sebagaimana dijelaskan di atas. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.