PENGUSAHA menjadi salah satu dari sekian opsi pekerjaan yang dapat digeluti seseorang. Berdasarkan skalanya, pengusaha dapat diklasifikasikan menjadi pengusaha kecil, pengusaha mikro, dan pengusaha menengah.
Indikator untuk menggolongkan skala pengusaha pun beragam tergantung konteks pembicaraannya. Misal, terdapat penggolongan skala pengusaha berdasarkan Undang-Undang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Ada pula istilah pengusaha kecil dan pengusaha kena pajak (PKP) dalam PPN. Ketentuan batasan pengusaha kecil dalam PPN diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 68/2010 s.t.d.d PMK 197/2013. Lantas, apa itu pengusaha kecil dalam konteks PPN?
Merujuk Pasal 1 ayat (1) PMK 68/2010 s.t.d.d PMK 197/2013, pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 tahun buku melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar.
Bagi pengusaha orang pribadi yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian tahun buku mengacu pada tahun kalender.
Sementara itu, jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto yang dimaksud ialah jumlah keseluruhan penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya.
Pengusaha kecil tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Pengusaha kecil juga tidak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukannya.
Namun, pengusaha kecil dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Jika demikian, pengusaha kecil yang dikukuhkan sebagai PKP wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukannya.
Berdasarkan peraturan, pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP jika sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp4,8 miliar.
Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp4,8 miliar. Nilai Rp4,8 miliar ini juga sering disebut sebagai ambang batas (threshold) PKP.
Dirjen pajak dapat mengukuhkan pengusaha sebagai PKP secara jabatan. Pengukuhan secara jabatan dilakukan jika dirjen pajak memperoleh data dan/atau informasi yang menunjukan pengusaha yang melebihi ambang batas tidak memenuhi kewajiban melaporkan usahanya sebagai PKP. (rig)