Ilustrasi.
MARAKNYA peredaran perangkat telekomunikasi berupa handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT) ilegal tentunya menimbulkan persaingan yang tidak sehat. Sebab, HKT yang diimpor secara legal harus memenuhi persyaratan teknis serta membayar pajak.
Guna menanggulangi masalah itu, pemerintah telah menetapkan program pengendalian International Mobile Equipment Identity (IMEI) terhadap perangkat telekomunikasi berupa HKT. Pengendalian IMEI ini mulai berlaku per 18 April 2020.
Selain perlindungan terhadap konsumen dan industri, program pengendalian IMEI ini diharapkan dapat membuat pasar dalam negeri diisi dengan HKT dari pengusaha yang taat terhadap ketentuan perpajakan.
Melalui program tersebut, pemerintah berupaya untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat di bidang perpajakan. Menindaklanjuti kebijakan IMEI tersebut, otoritas bea dan cukai juga telah menetapkan Perdirjen Bea dan Cukai No.PER-05/BC/2020 (PER-05/BC/2020).
Dalam perkembangannya, otoritas bea dan cukai mengganti PER-05/BC/2020 dengan Perdirjen Bea dan Cukai No.PER-13/BC/2021 (PER-13/BC/2021) s.t.d.d Perdirjen Bea dan Cukai No. PER-7/BC/2023 (PER-7/BC/2023).
Lantas, apa itu IMEI?
Perangkat telekomunikasi, dalam konteks ini, adalah telepon seluler, komputer genggam berbasis seluler, dan komputer tablet berbasis seluler. Importir atau kuasanya harus memberitahukan IMEI atas setiap perangkat telekomunikasi yang berasal dari impor.
Selain itu, penumpang atau awak sarana pengangkut dari luar daerah pabean yang membawa perangkat telekomunikasi juga harus melakukan pendaftaran IMEI. Pendaftaran IMEI dilakukan jika perangkat telekomunikasi yang dibawa belum terdaftar pada sistem pengendalian IMEI.
Pemberitahuan dan pendaftaran IMEI dimaksudkan agar perangkat telekomunikasi yang diperoleh dari luar daerah pabean dapat tersambung dengan jaringan bergerak seluler nasional (menggunakan sim card Indonesia).
Untuk diperhatikan, penumpang atau awak sarana pengangkut dapat melakukan pendaftaran IMEI dengan menyampaikan formulir pendaftaran IMEI secara elektronik melalui sistem yang disediakan oleh Ditjen Bea dan Cukai.
Pendaftaran IMEI dilakukan pada saat kedatangan sebelum keluar kawasan pabean (pelabuhan atau bandara). Apabila penumpang telah keluar kawasan pabean, pendaftaran IMEI masih dapat dilakukan paling lambat 60 hari setelah kedatangan dengan konsekuensi tidak memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk dan PDRI.
Pendaftaran IMEI ini tidak dipungut biaya. Namun, ada kewajiban kepabeanan berupa pembayaran bea masuk 10%, PPN 11%, dan PPh Pasal 22 Impor 10% (bagi yang ber-NPWP) atau PPh 20% (bagi yang tidak ber-NPWP), apabila HKT tidak mendapatkan pembebasan sesuai ketentuan yang berlaku.
Sebagai informasi, registrasi IMEI melalui DJBC terbatas pada HKT yang dibawa sebagai barang bawaan penumpang dan barang kiriman dari luar negeri. Selain melalui DJBC, registrasi IMEI dapat dilakukan melalui operator seluler dan Kementerian Perindustrian.
Registrasi IMEI melalui operator seluler hanya diperuntukkan bagi warga negara asing (WNA) yang berkunjung ke Indonesia tidak lebih dari 90 hari.
Sementara itu, registrasi IMEI melalui Kementerian Perindustrian dikhususkan bagi HKT yang dijual secara resmi di Indonesia. Simak Imbas Ponsel Wajib Ber-IMEI, Penerimaan Pajak Naik dan Industri Tumbuh (rig)