LANSKAP pajak internasional bergerak dinamis. Kondisi ini menuntut insan pajak untuk selalu mengikuti perkembangan yang terjadi. Terlebih, dalam beberapa tahun ke belakang ini, isu-isu pajak internasional makin kompleks.
DDTC menyadari betul kebutuhan insan pajak untuk mendapatkan perkembangan isu pajak internasional teraktual. Hal ini jugalah yang melatarbelakangi diterbitkannya buku terbaru DDTC berjudul Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda: Panduan, Interpretasi, dan Aplikasi (Edisi Kedua).
DDTCNews mendapat kesempatan berbincang dengan Profesional DDTC Riyhan Juli Asyir. Dia merupakan salah satu penulis buku tersebut. DDTCNews berbicang mengenai perjalanan karier dan proses pembuatan buku itu. Berikut petikannya:
Saya sudah bekerja di DDTC sejak 2014. Sehari-hari tentu mengurusi pajak dan sudah sering menangani kasus pajak internasional. Selama berkarier di DDTC, saya juga sudah banyak ‘dikursusin’ pajak internasional, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Pada 2021, saya akhirnya mendapatkan kepercayaan dari DDTC untuk melanjutkan studi magister hukum pajak internasional di Vienna University of Economics and Business (WU). Saat kuliah di sana, saya banyak belajar soal isu-isu pajak internasional.
Ilmu yang saya dapat ketika di Vienna tidak hanya dari dosen, tetapi juga teman-teman kuliah dari berbagai negara dengan background yang berbeda-beda. Setelah kurang setahun di sana, saya akhirnya kembali ke Indonesia pada Juli 2022.
Tesis saya itu berjudul Improving Justice and Equality through Improved Audit Procedures – The Case of Joint Tax Audits. Saya ambil tema itu karena joint audits merupakan prosedur pemeriksaan yang lumrah di Eropa. Saya juga baru tahu itu ketika kuliah di Vienna. Di Indonesia, itu enggak ada.
Undang-undang pajak di Indonesia ini memang belum mengakomodasi joint audits antara dua otoritas pajak atau lebih. Ini secara eksplisit ya. Kalau secara interpretasi mungkin joint audits bisa dilakukan.
Namun, interpretasi itu kan prosesnya panjang. Kalau di Eropa itu sudah jelas. Ada aturannya yang secara eksplisit menyebutkan istilah joint audits. Jadi, di sana itu sudah lumrah dan sudah dijalankan. Di Indonesia, itu masih asing.
Untuk itu, saya ambil tema joint audits agar dapat memberikan awareness kepada insan pajak di Indonesia. Awareness tentang adanya joint audits yang bisa dilaksanakan untuk kepastian hukum, keadilan, termasuk meminimalkan biaya administrasi dan kepatuhan.
Buku ini merupakan edisi kedua dari buku P3B sebelumnya yang terbit pada 2017. Tentu, perlu di-update karena dalam kurun waktu 2017 hingga 2022 itu sudah banyak ketentuan pajak internasional yang berubah.
Contoh, pada buku 2017, OECD model yang jadi rujukan itu masih versi 2014. UN Model juga versi 2011. Model-model P3B itu sudah 'basi'. Sekarang, yang berlaku itu OECD Model 2017 dan UN Model 2021. Dan itu, cukup banyak perubahan aturannya pasca Proyek Anti-BEPS.
Nah, di buku terbaru ini, kami mengakomodasi semua perkembangan pajak internasional, baik yang termuat di OECD Model, UN Model, bahkan US Model. Pada buku terbitan 2017, US Model itu tidak begitu terakomodasi. Nah, pada buku terbaru ini, cukup banyak mengulas US Model.
Selama ini, US Model memang menjadi salah satu yang menjadi referensi atau rujukan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari akademisi, negosiasi tax treaty, dan lain sebagainya. Ketentuan OECD Model bahkan banyak yang ‘nyontek’ ke US Model.
Contoh, limitation on benefit dan yang sekarang banyak dibicarakan adalah Pilar 2. Itu juga sebetulnya ‘nyontek’ dari punya Amerika. Jadi, itulah mengapa US Model juga diulas dalam buku P3B terbaru ini.
Literatur mengenai pajak internasional di Indonesia ini memang masih minim. Untuk itu, kami ingin memberikan opsi yang lebih baik bagi insan pajak di Indonesia dalam memahami pajak internasional secara komprehensif.
Selain isu yang diulas lebih komprehensif, kami juga ingin agar buku yang disusun dapat lebih mudah dipahami. Nah, struktur bab yang ada di buku ini mengikuti OECD model. Intinya, ketika baca itu, enggak loncat-loncat ulasannya.
Jadi, bab pertama itu menyajikan soal pemahaman dasar pajak-pajak internasional. Kemudian, bab keempat mulai menyentuh soal interpretasi ketentuan pajak. Jadi, berurutan bahasannya. Untuk membacanya jadi lebih mudah. Dari basic lalu ke substansif.
Kemudian, referensi yang dipakai juga sangat banyak. Catatan kaki per bab saja itu bisa lebih dari 100 rujukan. Total sampai 27 bab dalam buku ini. Rujukan yang dipakai juga beragam, mulai dari buku, jurnal, artikel, dan lain sebagainya. Jadi, buku ini kaya akan referensi sehingga isinya bisa dipercaya.
Tentu. Tidak mudah untuk menyelesaikan buku pajak internasional ini. Standar yang ditetapkan DDTC dalam menyusun buku pajak ini sangat tinggi. Belum lagi, dengan tenggat waktu yang diberikan hanya 5 bulan.
Menjaga timeline ini memang cukup menantang. Kami harus mengakomodasi semaksimal mungkin berbagai macam perkembangan dan isu pajak internasional terkini dalam 27 bab. Nah, satu bab itu diberi waktu 1 pekan. Namun, terkadang setiap pekan itu bisa 2-3 bab.
Tantangan berikutnya adalah penulis harus membaca rujukan terlebih dahulu. Jadi, mula-mula cari rujukannya. Setelah itu, baca rujukan dan memproses apa yang kita baca. Kemudian, memilih isu-isu yang akan dituangkan dalam buku. Baru kemudian menulis.
Meski membuat buku pajak ini tidak mudah, saya pikir hasilnya tidak akan sia-sia. Selain dapat menunjang karier, saya harap buku ini dapat menjadi opsi rujukan bagi pemangku kepentingan dalam mendapatkan update pajak internasional secara lengkap. (rig)
Data Singkat
Riyhan Juli Asyir, S.I.A., LL.M. Int. Tax., ADIT, BKP.
Profesi
Profesional DDTC
Edukasi formal:
Kursus & Seminar Domestik:
Kursus & Seminar Internasional:
Sertifikasi & Lisensi Profesional:
Publikasi Buku:
Publikasi Artikel