LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2021

Urgensi Cukai Gula Setelah Terjadi Pandemi Covid-19

Redaksi DDTCNews
Kamis, 26 Agustus 2021 | 17.04 WIB
ddtc-loaderUrgensi Cukai Gula Setelah Terjadi Pandemi Covid-19

Suwatno,

Surabaya, Jawa Timur

MEMASUKI tahun kedua pandemi Covid-19, Indonesia telah mencatatkan jumlah kematian yang memilukan. Ketika artikel ini dibuat, 24 Juni 2021, World Health Organization (WHO) mencatat 55.594 orang meninggal terkonfirmasi akibat virus yang telah bermutasi hingga varian Delta ini.

Merespons situasi pandemi, pemerintah telah mencanangkan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) melalui penerbitan PP 23/2020. Berbagai stimulus fiskal diberikan melalui program ini dengan harapan pemulihan bergerak lebih cepat.

Namun, kebutuhan pendanaan belanja negara tetap dibutuhkan. Untuk meningkatkan penerimaan, pemerintah mengusulkan pengenaan pajak pada beberapa sektor. Salah satunya adalah pajak pertambahan nilai (PPN) atas sembako.

Dalam situasi saat ini, usulan tersebut mendapat penolakan dari berbagai pihak. Dalam situasi ini, pemerintah sebenarnya bisa melihat peluang penerimaan lain, salah satunya melalui pengenaan cukai terhadap gula. Hal ini juga sejalan dengan kondisi pandemi sekarang ini.

Seperti diketahui bersama, pasien dengan penyakit penyerta atau komorbid lebih rentan terhadap hantaman virus Corona. Dalam kasus Indonesia, salah satu komorbid yang paling umum adalah diabetes. Selain itu, ada penyakit hipertensi dan gangguan ginjal.

Apalagi, berdasarkan pada data yang dirilis International Diabetes Federation, pada 2017, Indonesia menduduki peringkat keenam sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak.

Mengingat diabetes merupakan pintu masuk bagi berbagai penyakit degeneratif lainnya dan konsumsi gula adalah salah satu penyebab utamanya, bukan sesuatu yang tidak mungkin untuk memasukan gula sebagai komponen baru barang kena cukai.

UU Cukai menyebutkan salah satu dasar pengenaan cukai adalah jika terhadap pemakaian barang tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan. Dengan demikian, pengenaan cukai terhadap gula sudah memenuhi unsur tersebut.

Keberadaan gula menjadi semacam kebutuhan pokok untuk masyarakat Indonesia. Melihat bahaya yang ditimbulkan dari konsumsi yang berlebihan, penggunaan frasa β€˜penyalahgunaan gula’ seharusnya sudah sejak lama menjadi frasa yang lumrah di masyarakat.

Efek yang ditimbulkan dari konsumsi gula bagi kesehatan masyarakat sungguh luar biasa. Meski dapat dicegah, begitu penyakit diabetes hinggap di badan seseorang, dia tidak dapat disembuhkan. Gula merupakan silent killer.

Potensi Penerimaan dan Teknis Pemungutan

REALISASI penerimaan cukai dari tahun ke tahun cukup bagus. Pada 2020, dalam situasi pandemi, penerimaan cukai dari produk hasil tembakau mencapai Rp146 triliun atau tumbuh 9,74% jika dibandingkan dengan capaian pada periode sama tahun lalu senilai Rp 133,08 triliun.

Pada 2017, menurut BPS, konsumsi gula mencapai 5,1 juta ton. Tiap tahunnya, kebutuhan gula selalu mengalami kenaikan. Jika pengenaan cukai terhadap gula benar-benar terealisasi, potensi penerimaan negaranya akan sangat besar. Kemudian, jika gula diperlakukan sebagai barang yang peredarannya perlu diawasi, akan ada efek psikologis pada masyarakat mengurangi konsumsi secara perlahan.

Melihat statistik pengidap penyakit diabetes di Indonesia berada pada rentang usia 20-64 tahun maka bonus demografi yang sudah di depan mata menjadi makin mengkhawatirkan. Sebagai bangsa, kita akan rugi dua kali jika treatment pemerintah terhadap gula tidak segera diubah. Rugi dari sisi potensi penerimaan dan kesehatan masyarakat.

Ketika wacana pemungutan cukai terhadap produk gula diangkat, salah satu pertanyaan yang kerap mengemuka tentang mekanisme pemungutannya. Pertanyaan ini wajar mengingat persepsi masyarakat terhadap gula cenderung positif. Ada nuansa kecemasan terhadap pengenaan cukai gula.

Sampai dengan saat ini, UU Cukai memasukkan etil alkohol, minuman mengandung etil Alkohol (MMEA) dan hasil tembakau dalam daftar barang kena cukai. Dari ketiga barang kena cukai tersebut, kita dapat mengadopsi teknis pemungutan cukai pada MMEA.

Sebagai gambaran, UU Cukai membagi MMEA menjadi tiga golongan berdasarkan pada kadar alkohol yang terkandung di dalamnya. Pelunasan cukai dilakukan melalui pelekatan pita cukai pada kemasannya.

Pemerintah dapat mengatur peredaran gula harus ke dalam kemasan-kemasan yang memudahkan untuk pelekatan pita cukainya. Kebijakan itu dapat mempermudah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dalam menjalankan pengawasan peredaran gula.

Jika pengenaan cukai terhadap gula telah terlaksana, bukan tidak mungkin produk turunan yang mengandung gula, seperti makanan dan minuman, juga dikenai cukai. Tentu saja pelaksanaannya harus melalui kajian mendalam dan komprehensif agar tidak menimbulkan distorsi ekonomi.

Apalagi, seiring dengan perkembangan teknologi, Kementerian Keuangan juga telah memasukkan catridge rokok elektrik (vape) sebagai bagian dari hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL). Atas produk itu, pemerintah telah mengenakan cukai.

Dengan besarnya volume konsumsi dan bahaya yang berisiko muncul, sudah sepantasnya wacana pengenaan cukai terhadap gula didorong. Wacana ini bisa alternatif nyata dalam keberhasilan Program PEN yang telah dicanangkan sejak tahun lalu.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalamΒ lomba menulis DDTCNews 2021. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaanΒ HUT ke-14 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp55 jutaΒ di sini.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Indra Yunar Pradono
baru saja
Menarik πŸ‘πŸ½πŸ‘πŸ½πŸ‘πŸ½ Gula merupakan silent killer. "Your brain lights up with sugar just like it does with heroin or cocaine. Sugar is eight times more addictive than cocaine." (Dr. Hanish Gupta)
user-comment-photo-profile
Newbia
baru saja
Yang harus dipertimbangkan, Objek Cukai (BKC) semestinya bukan kebutuhan pokok atau setidaknya ada komoditi/barang lain sebagai pilihan pengganti yg sama mudahnya diperoleh. Menurut saya ide nya sudah bagus, namun harus lebih spesifik lg, penggunaan gula yg seperti apa yg dikenakan cukai, sesuai pertimbangan aspek2 tsb. Contoh: Penggunaan gula pada sirup di buah dalam kemasan kaleng, penggunaan gula pada minuman soft drink, dll.
user-comment-photo-profile
Fanhash Gholie Ibnu Fathoni
baru saja
mantab πŸ‘ setuju dengan penulis, semoga bisa direalisasikan oleh pemerintah.
user-comment-photo-profile
Robby Maulana
baru saja
Gula dan minyak tanah sudah pernah dikenakan cukai pada zaman ordonansi sebelum UU Cukai
user-comment-photo-profile
Robby Maulana
baru saja
Utk mmea mungkin lebih karena efek sosial yg ditmbulkan oleh subyek yg mengkonsumsi bkc tersebut (orang yg mabuk dianggap dapat "mengganggu" orang lain), bukan karena efek langsung dari objeknya terhadap orang yg tidak mengkonsumsi bkc tsb sebenarnya hal yg tersulit dari ekstensifikasi cukai ini adalah bagaimana cara meyakinkan masyarakat bahwa barang tsb layak dikenakan cukai, apalagi di masa sulit seperti ini seperti kata prof gunadi dalam seminar ekstensifikasi cukai diapers, penambahan obyek cukai ini memerlukan "seni" yaitu seni bagaimana cara mencabut bulu angsa tanpa menimbulkan kesakitan pada angsa tsb
user-comment-photo-profile
Robby Maulana
baru saja
UU Cukai no 39 tahun 2007 pasal 2 ayat 1 huruf c Barang2 tertentu yg mempunyai sifat atau karateristik: pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup itulah kenapa ada DBHCT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau) sebagai earmarking dari eksternalitas negatif, DBHCT "seharusnya" diperuntukkan utk insentif kepada masyarakat yg terdampak oleh konsumsi BKC khususnya HT
user-comment-photo-profile
taufan pri
baru saja
klo org lg mabok, bs berpotensi mengganggu kamtibmas...makanya mmea jd objek bkc
user-comment-photo-profile
miftah wahyu
baru saja
sangat setuju dengan ide penulis, negara akan sangat diuntungkan dr sisi penerimaan negara/fiskal dan dr sisi kesehatan masyarakat/non fiskal πŸ‘
user-comment-photo-profile
Cakra
baru saja
baru ... 😁
user-comment-photo-profile
baru saja
1. apakah gula menimbulkan eksternalitas negatif terhadap orang yg tidak mengkonsumsi barang tsb?. Dengan analogi yang sama, apa ekternalitas negatif terhadap orang yang tidak mengkonsumsi mmea sehingga Ia dikenakan Cukai? 2. Teknis Pelunasan yang saya tawarkan pada artikel hanya sebatas opsi saja. Dengan kajian mendalam tentunya pemerintah dapat mencari mekanisme yang paling tepat. 3. Terima Kasih atas info BKC HPTL πŸ™πŸ½πŸ™πŸ½
user-comment-photo-profile
Rizki Ferdian Syah
baru saja
Kalo boleh tanya pak robby,dasar pengenaan cukai berpengaruh buruk untuk orang lain itu terdapat dimana ya pak? Apakah ada di undang undang cukai? Atau aturan lain?
user-comment-photo-profile
Rizki Ferdian Syah
baru saja
Tambahan wawasan buat saya ini,thanks pak rob
user-comment-photo-profile
Robby Maulana
baru saja
Fyi esensi cukai sebagai pigovian tax harus memenuhi unsur eksternalitas negatif khususnya bagi orang lain yg tidak mengkonsumsi barang tsb, pertanyaannya adalah apakah gula menimbulkan eksternalitas negatif terhadap orang yg tidak mengkonsumsi barang tsb? Utk jenis pelunasan cukai tidak semua bkc harus dilekati pita cukai, misalnya pembayaran yg biasa diterapkan pada etil alkohol, jadi pengaturan kemasan utk pelekatan pita cukai sebenarnya tidak terlalu diperlukan meskipun gula ditetapkan sebagai BKC Oiya 1 lagi utk HPTL tidak hanya catridge rokok elektrik melainkan ada EET/ Ekstrak essens tembakau (vape liquid, catridge, dll), tembakau molasses (sisha dll), Snuff tobacco, dan chewing tobacco CMIIW
user-comment-photo-profile
baru saja
Setahu saya, pengenaan cukai terhadap gula pada masa kolonial bukan dengan pendekatan "cukai sebagai instrumen pengendalian produk berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat", Pak.
user-comment-photo-profile
baru saja
Tentu saja berangkat dengan analogi pengenaan cukai terhadap alkohol dan produk turunannya, pengenaan cukai terhadap gula merah, pemanis buatan dan produk turunannya juga diperlukan. Meski dalam penerapaannya harus melalui kajian yang komprehensif dan terukur, agar (sekali lagi) tidak menimbulkan distorsi ekonomi. πŸ™πŸ½
user-comment-photo-profile
Heru Setyono
baru saja
mungkin regulasinya diterapkan untuk peredaran di supermarket dulu gan yang notabene pembelinya sobat kaya 🀭
user-comment-photo-profile
Heru Setyono
baru saja
mungkin regulasinya diterapkan untuk peredaran di supermarket dulu gan yang notabene pembelinya sobat kaya 🀭
user-comment-photo-profile
baru saja
wacana ini pernah digulirkan pada awal tahun ini, tetapi mendapatkan penolakan dari beberapa pihak. Kendati demikian, dampak negatif gula seperti uraian di artikel rasanya cukup untuk dijadikan dasar pengenaan cukai terhadap gula dan produk turunannya.
user-comment-photo-profile
Firman Adi Kristanto
baru saja
Mantap, setuju dan mendukung pengenaan cukai terhadap gula πŸ‘πŸΌπŸ‘πŸΌ
user-comment-photo-profile
Rizki Ferdian Syah
baru saja
Kira kira Menurut penulis kenapa dari dulu gula tidak dikenakan cukai ? Padahal dampak buruk tersebut jg udah ada dari dahulu?
user-comment-photo-profile
Fachrizal Irfansyahrial
baru saja
bagaimana untuk gula merah dan pemanis buatan? apakah perlu dikenai cukai juga? kategori gula terlalu luas, mungkin perlu dirinci golongannya seperti cukai tembakau dan MMEA
user-comment-photo-profile
Heru Setyono
baru saja
Setuju om
user-comment-photo-profile
taufan pri
baru saja
kira2 gmana reaksi rakyat kecil klo sembako kena cukai?? brasa kyk kembali ke jaman belanda..πŸ˜…
user-comment-photo-profile
Sugiarto
baru saja
setuju bgt semoga segera divuatkan regulasinya
user-comment-photo-profile
Ossan Sat
baru saja
Setuju!!! Lebih setuju lagi kalo beras juga dikenai cukai
user-comment-photo-profile
Aryono Wibowo
baru saja
mantabb...setuju sih sama penulis...
user-comment-photo-profile
Rizki Ferdian Syah
baru saja
πŸ‘πŸ‘πŸ‘
user-comment-photo-profile
Cakra
baru saja
pemikiran yang inovatif mengingat buruknya efek gula bagi kesehatan.. great thoughts and great articel